Ana

Sabtu, 28 Februari 2015

Bukit Batu di Katingan, Kalimantan Tengah #28





Kloset Duduk untuk Anak Kecil




            Suatu kali, saya mendapat tugas untuk meliput kegiatan di seuah TK. TK ini lokasinya tidak terlalu jauh dari rumah saya. TK ini juga selalu saya lewati di jalan menuju kantor. Karena itu, saya tidak keberatan dan bahkan bersukacita ketika mendapatkan tugas ke TK ini.
            Setiba di sana, saya sudah disambut oleh panitia acara dan segera diarahkan menuju tempat jalannya acara. Anakanak kecil sudah siap untuk menunjukkan atraksinya. Saya pun menuju ruang aula, tempat mereka menunjukkan aksinya.
            Tak lama kemudian, saya mau pipis. Ini sudah bisa ditebak sebenarnya. Hampir setiap hari saya pipis di jam yang sama. Walaupun sayang meninggalkan atraksi yang sedang berlangsung, saya akhirnya mencari toilet daripada kehilangan konsentrasi.
            Toilet dapat saya temukan dengan mudah. Petunjuknya jelas. Wastafel kecil yang ada di depannya makin menunjukkan jati diri ruangan toilet. Wastafel itu kecil dan pendek. Tingginya dibuat setara dengan tangan anak TK. Bentuknya imut dan lucu.
            Ketika masuk ke toilet, saya mencari toilet dengan kloset duduk. Dengan tubuh yang agak melar seperti sekarang ini, saya memang lebih nyaman menggunakan kloset duduk. Kloset model inilah yang berada di toilet rumah kami. Niat menggunakan kloset duduk makin kukuh karena saya tahu biasanya di sekolah seperti ini toiletnya bersih. Tidak perlu khawatir akan kuman dan kotoran seperti di tempat umum.
            Saya kaget sekali ketika masuk ke dalam bilik yang berisi kloset jongkok. Kloset yang ada di situ berukuran mini, kecil mungil. Kalau orang  dewasa duduk di situ akan terasa seperti berjongkok. Saya akhirnya mengurungkan niat menggunakan kloset duduk. Lebih baik menggunakan kloset jongkok yang ukurannya cocok untuk orang dewasa. {ST}

Pawai Budaya Kreatif 2014 #193





Jumat, 27 Februari 2015

Bukit Batu di Katingan, Kalimantan Tengah #27





Ketika Ada yang Pacaran di Perpustakaan




            Saya cukup sering berkunjung ke perpustakaan. Tempat ini, selain tempat untuk membaca, juga sebagai tempat untuk menyepi dan membuat tulisan. Suasana tenangnya membuat saya lebih mudah berkonsentrasi dan menyelesaikan tulisan yang idenya berkeliaran di kepala saya.
            Ketenangan itu kadang-kadang terganggu oleh beberapa orang yang ngobrol. Yang paling mengganggu kalau ada yang pacaran. Anak-anak berderagam sekolah sering terlihat berpasangan saat di perpustakaan. Dari keakrabannya, terlihat mereka sedang berpacaran. Itu juga yang saya temui ketika saya menulis catatan ini.
            Saat ini, di depan saya ada sepasang mudamudi yang sedang berduaan. Mereka ngobrol sambil berbisik-bisik. Sang perempuan, yang mengenakan kerudung itu, sesekali merebahkan kepalanya ke bahu cowok cungkring di sebelahnya. Yang membuat saya merasa terganggu sebenarnya bukan bagian bersandar di bahunya, tetapi karena suara berisiknya. Rupanya si cewek sedang ngambek dan berbicara menye-menye. Terdengar sangat mengganggu di telinga. Apalagi kalau suara itu terdengar di perpustakaan yang seharusnya hening.
            Berkali-kali saya memandang tak senang pada sepasang manusia itu. Bocah yang ngambek sempat menatap saya dengan ngeri. Tatapan tak senang juga dilemparkan oleh penghuni meja lainnya. Orang-orang yang sedang menatap layar laptop juga sesekali mengangkat kepala dan melihat ke pasangan itu. Hanya seorang bapak paruh baya yang cuek aja. Bapak ini tetap menekuni katalog yang diambilnya dari lemari dan terlihat tidak terganggu dengan yang terjadi di sekitarnya.
            Saya yang merasa agak terganggu sampai berniat mendesiskan “Sssttt” sebagai isyarat supaya menjaga ketenangan. Saya juga bahkan berniat mau melaporkannya ke penjaga perpustakaan. Tapi niat itu tidak jadi saya laksanakan ketika melihat bapak separuh baya yang terlihat tenang itu. Saya mencoba mengikuti jejaknya dengan mengabaikan pasangan yang pacaran itu dengan membuat catatan ini. {ST}

Pawai Budaya Kreatif 2014 #192





Selasa, 24 Februari 2015

Bukit Batu di Katingan, Kalimantan Tengah #24





Patung Berhala Berwujud Manusia (?)




            Baru saja saya membaca berita tentang tuntutan warga yang menuntut untuk membongkar patung. Patung itu dianggap berhala karena berwujud manusia. Wujudnya yang seperti manusia sempurna dianggap melanggar ajaran tertentu.
            Saya membaca berita ini karena saya penasaran, apa yang sebenarnya dianggap sebagai berhala itu. Setahu saya, berhala adalah sesuatu yang disembah. Nah, kalau patung ini tidak disembah, apakah bisa dikatakan sebagai berhala?
            Saya memang tidak berniat menjalani ajaran yang melarang pembuatan patung berbentuk manusia itu. Saya juga tidak keberatan bila ada yang menganggapnya berhala. Yang menjadi perhatian saya, mengapa mereka membuang waktu dan tenaga untuk mengurusi “berhala” yang belum tentu akan ada yang menyembahnya itu? Mengapa tidak mengurusi manusiamanusia yang menyembah uang dan maksiat yang sudah ketahuan bermukim di sekitar tempat itu? 
            Sebagai seorang pengagum seni rupa, saya prihatin kalau sikap seperti ini dibiarkan saja. Tidak semua orang di republik ini menganut ajaran yang sama. Kalau dibiarkan saja, akan banyak pihak yang akan disalahkan karena membuat patung berwujud manusia. Patung para jenderal di Lubang Buaya kemungkinan juga akan mengalami nasib yang sama. {ST}

Pawai Budaya Kreatif 2014 #189





Senin, 23 Februari 2015

Bukit Batu di Katingan, Kalimantan Tengah #23





Digigit Kutu Kasur




            Gigitan kutu kasur sudah lama tidak saya rasakan. Saya harus bersyukur memiliki tempat tinggal dan tempat tidur yang bersih, yang bebas dari kutu kasur. Kutu kasur, tidak memiliki tempat di rumah kami.

            Suatu kali, saya menginguti acara retreat di daerah Cisarua. Kami menginap di villa yang sepertinya memang diperuntukkan untuk kegiatan seperti itu. Selain kamar-kamar yang berada di dalam bangunan rumah, ada juga juga kamar-kamar yang berada di dalam bangunan besar seperti bangsal. Di dalam setiap kamar tidur ini ada 5 – 12 tempat tidur berderet-deret.

            Saya kebagian untuk menginap di kamar bangsal. Dalam kamar kami ada 5 tempat tidur. Saya kebagian di sebelah tengah. Di samping kiri kanan saya ada teman-teman yang lain. Kebetulan saat itu hanya ada 3 orang yang menginap di kamar itu. Jadi, bagian tengahnya cukup lega.

            Malam itu, saya tidur menghadap kanan. Sepertinya adalah posisi ternyaman saat itu. Dengan posisi agak meringkuk karena kedinginan, saya mulai menjelajah alam mimpi. Posisi miring ke kanan ini ternyata awet sampai esok paginya. Ketika bangun di pagi hari, saya masih meringkuk menghadap ke kanan.

            Tak disangka, bagian badan sebelah kanan saya terasa gatal. Mulai dari pinggang, paha, dan kaki, terasa gatal yang menggigit. Saya yang mengenakan pakaian tertutup untuk menahan dingin hanya bisa menggaruk-garuknya. Ketika saya mengamati bagian yang gatal itu, terlihat bengkak dan berwarna merah. Bengkaknya terlihat seperti gigitan nyamuk, tapi rasanya seperti gigitan semut.

            Teman-teman saya mengatakan kalau itu adalah ulah kutu kasur. Kasur yang lembab dan jarang digunakan memang sering menjadi tempat tinggal para kutu kasur. Kutu kasur sangat kecil dan kadang-kadang tidak terlihat. Kali ini, saya pun tidak bisa melihat kutu kasur itu. Namun saya dapat merasakan perbuatan pasukan kutu kasur itu. Kaki saya bengkak-bengkak berwarna merah dan terasa sangat gatal. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini