Saya duduk di samping pengemudi
dalam mobil travel yang saya tumpangi dalam perjalanan dari Banjarmasin ke
Palangkaraya. Perjalanan dari bandara itu diawali dengan ngebut. Supirnya,
seperti layaknya supir AKAP, memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi.
Saat itu, saya adalah
satu-satunya penumpang. Sang supir mengatakan kalau kami akan mampir dulu di
beberapa tempat untuk mengambil barang dan penumpang. Kami menuju sebuah toko
kue untuk mengambil kue, yang sepertinya kue ulang tahun. Setelah itu kami
berhenti di sebuah tempat yang saya pikir adalah kantor biro travel itu.
Di tempat ini, saya menunggu di
mobil saja. Selain karena tidak ada keperluan untuk turun, saya juga tidak mau
tempat duduk saya diambil orang. Dengan gaya menyetir seperti itu, kemungkinan
saya akan mabuk bila duduk di bagian belakang.
Saya tidak memperhatikan siapa
saja yang membuka pintu karena sedang menerima telepon. Saya juga tidak
memperhatikan ketika supir yang duduk di sebelah saya bukanlah supir yang tadi
membawa saya dari bandara ke tempat ini. Mobil itu bergerak ketika saya masih
berbicara di telepon.
Setelah selesai berbicara di
telepon, barulah saya menyadari kalau supirnya ganti. Saya juga baru sadar
kalau saya adalah satu-satunya penumpang di mobil itu. Penumpang lainnya adalah
kue yang tadi kami ambil itu.
Supir baru ini membawa mobilnya
ke daerah perumahan. Saya pikir dia akan menjemput penumpang lain. Akhirnya,
dia sendiri yang mengatakan kalau dia mau mempir dulu ke rumahnya dan ke rumah
orang tuanya. Saya, sang penumpang satu-satunya itu menurut saja.
Ketika mobil kembali berjalan,
tiba-tiba sang supir berkata, “Mbak manis juga, ya.”
Sebenarnya, saya suka-suka aja,
sih, dibilang manis. Tapi yang ini agak beda. Pujian manis itu berkembang jadi
percakapan tentang pacaran dan pernikahan. Saya jadi agak ketakutan karena dia
menjalankan kendaraannya dengan sangat pelan, seperti orang lagi pacaran. Apalagi
dia berkali-kali bilang, “Kalau lagi hujan begini enaknya pacaran.”
Hiii....jadi tambah takut ketika
dia menanwarkan tempat istirahat di rumahnya. Itu karena saya mengatakan tidak
perlu terburu-buru pergi, dan tidak perlu ngebut di jalan. Saya memang
menyediakan 1 hari itu untuk perjalanan. Tapi kalau kecepatan ala orang pacaran
gitu, mau sampai kapan di tujuannya?
Sebagai supir AKAP, saya tahu
dia sebenarnya bisa mengemudikan kendaraannya lebih cepat lagi. Kemampuan itu
baru dikeluarkannya ketika ada penumpang lain yang menumpang di mobilnya. Siuuttt…kami melesat di jalan trans Kalimantan.
{ST}