Suatu kali ketika saya membuka
akun media sosial yang jarang saya buka, saya kaget menemukan posting yang
menjelek-jelekkan presiden. Presiden RI yang sekarang, memang enggak ganteng
sih. Bisa dibilang rupanya tidak menarik dan agak ndeso. Namun bukan kejelekan
yang itu yang ditebarkan seorang teman saya itu. Kejelekan itu menyerang
pribadinya, dan itu sudah pernah ada klarifikasi tidak benar. Kalau isinya
kritik tentnag kinerja kabinet masih mendingan, ya….
Ketika melihat posting itu, saya
langsung teringat pada masa kampanye presiden yang lalu. Saya pikir, posting
ini berasal dari masa lalu itu. Ternyata bukan. Posting itu baru berumur
beberapa jam. Masih baru. Fresh!
Pada
saat itu, hampir setiap warga negara memiliki pendapat sendiri tentang calon yang
didukungnya. Tidak hanya yang didukung, yang tidak didukung pun, tetap ada
opini tertentu. Opini itu disampaikan melalui media sosial. Ada yang hanya
sekedar pendapat, ada juga yang fitnah. Kadang fitnahnya sanagt tidak masuk
akal. Heran juga rasanya kalau sampai ada yang percaya.
Kembali
tentang posting teman saya itu, menurut saya itu sudah termasuk fitnah yang
mengada-ada. Saya sangat menyesalkan hal ini. Saya tahu dia adalah orang yang
mampu menggunakan otaknya dengan baik. Dan kali ini, sayangnya, dia tidak
menggunakan otaknya dengan baik. Saya juga tahu dia juga orang yang “mengaku”
taat beragama. Fitnah itu tidak ada yang dibenarkan dalam semua agama di dunia.
Fitnah bahkan diharamkan dalam agama yang semoga saja masih dianutnya. Semoga
saja itu hanya khilaf atau ledakan emosional saja.
Membaca
posting para pemfitnah dan orang-orang yang gemar berprasangka buruk ini adalah
racun pikiran. Walaupun sebenarnya kontra, kadang-kadang sempat terpikir juga.
Terus terang agak mengganggu proses kreatif saya untuk merangkai kata-kata yang
menginspirasi anak-anak. Namun, racun pikiran itu tidak membuat saya menyerah.
Kalau saya menyerah, dunia akan dipenuhi para penyebar racun pikiran. Anak-anak
pun akan tumbuh menjadi penyebar racun, mengikuti para seniornya. Dan saya
tidak akan rela bila anak-anak bangsa ini hanya menjadi penyebar racun, manusia
omong doang tanpa tindakan. {ST}