Di
pertengahan tahun ini, saya mengajukan diri sebagai penjaga perpustakaan GKI
Kwitang. Sebelumnya, saya adalah pengunjung tetap perpustakaan ini. Saya yang
memang suka membaca, memanfaatkan fasilitas di perpustakaan ini untuk dapat
membaca banyak buku. Buku-buku itu boleh dibawa pulang, paling lama 2 minggu.
Bila lebih dari itu, harus diperpanjang lagi. Iurannya murah, kok. Hanya Rp
10.000 per tahun.
Setelah
training beberapa kali dengan teman-teman yang sudah senior, akhirnya saya
mendapat tugas menjaga perpustakaan tanpa tandem, alias sendirian. Dalam
sebulan, biasanya ada 2 kali jadwal menjaga perpustakaan. Dalam setiap
penugasannya, dibagi menjadi tugas pagi dan tugas sore.
Pada
jam tugas pagi, selalu lebih banyak yang datang. Kadang-kadang orang yang
datang hanya untuk menyapa dan bersalaman, ada juga yang memang keperluannya
untuk meminjam dan mengembalikan buku. Tugas di jam sore lebih sepi. Ada
kalanya tidak ada seorang pun yang tercatat masuk ke dalam perpustakaan.
Di
suatu Minggu sore, saya bertugas menjaga perpustakaan. Karena sudah tahu yang
datang tidak akan seramai pagi hari, saya merencanakan untuk mengerjakan
pendataan buku. Maka itulah yang saya kerjakan tak lama setelah membalik
tulisan penanda perpustakaan menjadi “buka”.
Pendataan buku ini
sebenarnya sudah dilakukan dalam bentuk buku induk yang ditulis tangan. Yang saya
kerjakan adalah menyalinnya ke dalam file komputer dan menambahkan informasi
buku yang saya ambil dari sampul belakang buku. Pekerjaan ini mudah, namun
sangat membosankan, apalagi bagi saya, orang yang tidak suka menyalin ini.
Pekerjaan input
data ini memerlukan waktu dan konsentrasi. Namun, saya tidak keberatan kalau
konsentrasi saya terganggu karena adanya pengunjung yang datang. Sayangnya, di
sore hari ini tidak ada “pengganggu” konsentrasi sampai akhirnya ada seorang
anak yang dititipkan ke perpustakaan.
“Titip anak ini,
ya. Dia mau sekolah minggu, tapi gurunya belum ada. Opungnya lagi tugas
penatua,” kata orang yang mengantarkan anak itu ke saya.
“O iya, masuk aja.
Ayo duduk di sini,” kata saya sambil membimbing anak itu ke tempat duduk yang
memang disediakan untuk membaca.
Anak itu segera
menuju rak buku anak dan mengambil sebuah buku besar bergambar. Dia kemudian
membacanya di meja yang disediakan. Dari gayanya, terlihat kalau dia memang
sudah bisa membaca. Setelah bercakap-cakap, saya baru tahu kalau anak ini
ternyata sudah kelas 2 SD. Kesukaannya adalah membaca. Wah, saya senang sekali
rasanya menemukan anak yang suka membaca. Sedikit mengingatkan pada masa kecil
saya yang suka membaca buku bergambar.
Saya sebenarnya
bukanlah orang yang suka keramaian. Saya lebih suka keheningan. Namun kalau
keheningan itu terlalu hening, rasanya kesepian juga. Apalagi keheningan itu
terjadi di sebuah gereja di mana saya selalu bertemu banyak orang yang saya
kenal. Makin terasa sepinya! Bastian, anak kelas 2 SD yang dititipkan opungnya
itu menjadi semacam hadiah bagi kesepian seorang penjaga perpustakaan. Dari 6
orang pengunjung perpustakaan di sore hari yang cerah itu, hanya dia yang
datang untuk membaca. Yang lain datang untuk…bicara. {ST}