Ana

Rabu, 22 Oktober 2014

Pejabat Asbun




                Sehari setelah pelantikan presiden, saya langsung sibuk kembali dengan pekerjaan saya menyusun artikel. Artikel ini terkait dengan pelantikan presiden dan kunjungan saya di keramaian Syukuran Rakyat yang diadakan setelah pelantikan presiden ini. Selain menyusun berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang sudah saya ketahui, saya juga mencari referensi. Sampai akhirnya saya berhenti pada sebuah artikel yang mengabarkan tentang komentar seorang pejabat di lembaga tinggi negara.
                FZ, wakil ketua sebuah lembaga tinggi di gedung cat hijau memberikan komentar yang betul-betul aneh. Dia mempertanyakan mengapa presiden harus memberikan nama-nama calon menterinya ke KPK. Pertanyaan dan pernyataan anehnya itu dikutip oleh banyak media sehingga tersebarlah pula ketololannya ke seluruh dunia. Yeah, saya agak kesulitan memilih kata lain selain tolol untuk komentar seperti ini. Tadinya, saya mau menggunakan frase “tidak menggunakan otaknya dengan baik”, atau “O2N” sebagai saudara kembar oon tapi enggak jadi. Asal bunyinya itu pasti membuat banyak orang yang memilihnya menyesal.
                Anak kecil yang mengetahui singkatan KPK pastinya juga tahu apa maksud presiden membrikan nama menteri-menterinya kepada KPK. Komisi Pemberantasan Korupsi memang sebaiknya bekerja sebelum korupsi itu terjadi. Dalam hal koruspi pejabat tinggi negara sekelas menteri, sudah layak dan sepantasnya kalau KPK sudah terlibat untuk menyelidikinya. Lebih baik mencegah dari pada mengobati. Metaforanya hampir sama kaya imunisasi, vaksin, mandi, makan, dll. Sesuatu yang harus dilakukan bila tidak mau mendapatkan akibat yang tidak baik dan merugikan.
                Saya menuliskannya di sini karena sebagai rakyat jelata, saya tidak berdaya pada pilihan para wakil rakyat yang memilih orang semacam ini sebagai wakil ketua. Galau juga rasanya, kok, orang seperti itu ditempatkan jadi pejabat. Ketololannya menurut saya adalah ancaman bagi negara kita. Saya sungguh tidak rela diwakili oleh orang semacam ini. Walaupun mungkin saya tidak pintar-pintar amat, paling enggak saya selalu mencoba melihat segala sesuatu sebagai suatu sebab akibat. Apakah sesuatu ada tujuannya? Apakah tujuannya baik dan layak diperjuangkan? Itulah yang selalu mempengaruhi cara saya berpikir. Lah yang ini, ngomong ke publik kok enggak mikir-mikir? {ST}

Popular Posts

Isi blog ini