Untuk
menuju ke sini, mereka menggunakan 2 kendaraan. Dari gedung DPR ke bundaran HI
menggunakan mobil, dari bundaran HI ke istana menggunakan kereta kuda.
Kuda-kuda yang dipasangkan di kereta ini didatangkan dari Solo, daerah asal
sang presiden baru.
Jalan
yang dilewati kirab ini adalah jalan Sudirman dan jalan MH Thamrin. Jalan besar
yang terletak di pusat kota Jakarta ini juga adalah pusat kemacetan. Sudah
sejak berhari-hari sebelumnya kedua jalan protokol ini digosipkan akan ditutup.
Beberapa kenalan yang berkantor di daerah situ sudah menyusun strategi dan
rencana antisipasinya. Ada yang mau menggunakan ojek, ada juga yang mau bolos
aja. Ada juga kantor yang sengaja meliburkan pegawainya, lo.
Rombongan
kirab ini mengundang banyak perhatian orang. Pegawai yang berkantor di
gedung-gedung sepanjang jalan Sudirman dan Thamrin berbondong-bondong turun
untuk melihat presiden baru mereka. Kabarnya, orang-orang yang biasanya
berdagang di Tanah Abang juga datang. Daerah yang dilalui kirap dipadati oleh
banyak sekali manusia.
Saya
termasuk orang yang mau melihat kirab budaya ini. Selain karena memang suka
melihat kirab budaya, tentu saja saya mau melihat dan memotret presiden baru.
Saya berangkat tak lama setelah makan siang menggunakan bus TJ. Bus yang menuju
ke Monas ternyata sangat padat. Hasil nguping tanpa sengaja di dalam bus
membuat saya tahu kalau sebagian besar penumpang siang itu akan menuju tempat
yang sama seperti saya, Monas. Kami akan turun di halte Gambir, halte terdekat
ke Monas.
Ketika
memantau HP saya, seorang teman mengirimkan foto Jokowi dan JK sudah melalui
kantornya. Saya merasa sedikit kecewa. Kalau ternyata mereka sudah lewat dan
kirab sudah habis. Saya berjalan cepat menuju istana, berharap masih kebagian
untuk melihat acara di sana.
Setelah
berjalan cepat dan nayris terbirit-birit, saya akhirnya sampai juga di depan
istana. Saya sempat bertanya pada orang yang saya temui di sana. Dia juga tidak
tahu apakah presidennya sudah datang. Ada juga yang mengatakan kalau presiden
sudah di dalam istana. Akhirnya, saya mengalihkan perhatian saya pada marching
band yang tampil heboh di depan istana.
Marching
band ini ternyata dari STIP Marunda. Saya mengenal (atau merasa mengenal)
mereka. GKI Kwitang, gereja tempat saya menjadi jemaat, melayani kebaktian hari
Minggu di sekolah tinggi ini. Saya beberapa kali bertugas ke sana. Ada beberapa
anak perempuan yang masih saya ingat wajahnya. Kalau yang anak laki-laki,
nyaris enggak ingat karena penampilannya yang agak mirip. Hmmm…sebenarnya yang
mirip gaya rambutnya, sih. Botak!
Ketika
sedang mengamati atraksi mereka, ada seorang yang berteriak, “Pak Presiden
datang!”
Saya
langsung jelalatan mencari-cari ada di manakah gerangan presiden baru kita.
Rupanya kereta kuda yang emmbawa presiden belum tiba di istana. Kereta itu
masih dalam perjalanan dan ada di Jalan Merdeka Barat. Saya langsung buru-buru
menuju ke sana, berusaha mendekat. Langkah saya tertahan oleh banyaknya
kerumunan orang. Setelah berhasil menembus kerumunan, langkah saya masih
tertahan oleh 2 baris pagar hidup dari PDIP dan POLRI.
Akhirnya
saya mencari tempat yang agak tinggi namun lega. Tujuannya supaya dapat
bernapas dengan lega juga supaya bisa memotret dengan bebas. Kalau
desak-desakan, memotret perlu perjuangan yang lebih besar. Dari tempat inilah
saya mengarahkan kamera saya ke kereta kuda yang membawa Pak Jokowi dan Pak JK.
Saya menekan tombol kamera saya tanpa henti tanpa memperhatikan fokusnya.
Daripada kehilangan momen, lebih baik saya memotret sebanyak-banyaknya.
Hasil
jepretan saya itu memang banyak, namun hasilnya tidak memuaskan. Kebanyakan
fokus utama dari foto saya adalah tangan orang. Ada juga yang botol minuman.
Penampakan Pk Jokowi hanya sedikit, itu pun wajahnya tidak terlihat. Walaupun
begitu, saya tetap bersyukur bisa mendapatkan foto-foto itu, apalagi terlihat
latar belakangnya adalah Istana Merdeka, tujuan akhir dari kirab budaya ini. {ST}