Ana

Kamis, 30 Oktober 2014

Ketika Orang Dayak Tak Ada yang Jadi Menteri




                Ketika Pak Jokowi dan Pak JK diumumkan sebagai pemenang pemilu 2014, banyak orang yang menduga susunan kabinet yang dijanjikan lebih banyak berisi orang profesional ini. Dari banyak orang yang diduga akan mengisi posisi menteri ini, ada seorang dari Kalimantan, Orang Dayak, yang sama sukunya dengan saya.
                Dugaan itu bertambah besar karena orang ini bernaung di partai politik yang sama dengan presiden baru. Orang inipun sudah menunjukkan kompetensinya dengan menjadi gubernur selama 2 periode di daerah asal kami.
                “Kapan lagi Orang Dayak jadi menteri?” itu adalah bagian dari komentar kalau bertemu dengan komunitas sesama Dayak.
                Komentar itu menimbulkan sedikit kebanggan bagi sebagian orang. Suku Dayak, yang selama ini lebih sering dikenal sebagai suku dengan citra negatif dan primitif, akhirnya ada yang dipercaya menjadi menteri. Gosip/isu/rumor ini berkembang menjadi harapan bagi banyak orang. Harapan yang melambung tinggi itu terletak di bawah keputusan kepala negara, di mana menentukan menteri menjadi hak prerogatifnya.
                Sebagai orang Dayak, tentunya saya juga akan bangga dan besyukur bila ada orang sesuku saya dipercaya menjadi menteri. Namun, saya tidak menaruh harapan besar pada orang ini. Menaruh harapan berdasarkan suku itu artinya membeda-bedakan SARA, sesuatu yang saya hindari. Sebisa mungkin, kalau untuk kebaikan, membedakan orang berdasarkan SARA itu ditiadakan. Apalagi kabinet ini kabarnya akan disusun berdasarkan profesionalitas.
                Ketika kabinet diumumkan, tidak ada 1 orang pun yang berasal dari tanah kelahiran saya yang menjadi menteri. Tidak ada orang Kalimantan sama sekali. Banyak orang yang kecewa atas kenyataan ini karena sudah menduga kalau jagoannya, akan menjadi menteri. Posisi menteri yang diduga akan diduduki oleh sang jagoan, diduduki oleh politisi senior dari partai yang sama.
                Dengan kenyataan ini, muncul lagi gosip kalau bapak ini tersangkut masalah dengan KPK. Muncul gosip kalau dia sebenarnya ada di daftar merah atau kuning dari KPK. Muncul juga orang-orang yang kecewa dengan menteri pilihan presiden. Kekecewaan itu bahkan ada yang diungkapkan dengan keinginan untuk membentuk negara baru dengan wilayah di Kalimantan.
                Kekecewaan rekan-rekan sesama orang Kalimantan itu diungkapkan lewat berbagai media sosial. Ungkapan yang biasanya berupa status panjang bingit ini ditanggapi oleh beberapa orang yang pro dan kontra. Saya, sih, memilih tidak menanggapi. Supaya saya tidak termasuk dalam putaran pemikiran yang sia-sia. Yeah, menurut saya pemikiran itu adalah sia-sia. Lebih saya memusatkan pikiran saya kepada hal lain yang lebih berguna.
                Bila ternyata kepala negara tidak memilih Orang Dayak sebagai menterinya, itu justru jadi cerminan sendiri. Sesuatu yang harus dievaluasi. Itu artinya tidak ada orang Dayak yang dinyatakan layak menjadi menteri, paling tidak di mata presiden dan wakil presiden yang sekarang ini. Dengan tidak menjadi menteri, bukan berarti pembangunan di Kalimantan diabaikan. Toh, masih ada pemerintah daerah. Pemerintah daerah yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan kinerjanya.
                Saya tidak kecewa bila tidak ada 1 pun orang Kalimantan yang dipilih sebagai menteri. Kalaupun kecewa, saya tidak akan mengungkapkannya dengan mengusulkan memebentuk negara baru. Saya cukup menuliskan kekecewaan saya di blog ini, kemudian melanjutkan kehidupan saya. Kalaupun berniat menjadi menteri, saya akan menjadi menteri di NKRI. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini