Di beberapa tempat parkir,
sering ada petugas yang betugas di wilayah itu. Entah itu sebagai petugas
parkir resmi, parkir liar, atau juga petugas keamanan. Mereka umumnya mengawasi
ketika kendaraan datang, dan memungut biaya ketika kendaraan pergi.
Di beberapa tempat, ada juga
yang menawarkan jasa khusus membukakan pintu tak lama setelah mobil diparkir.
Jasa khusus ini biasanya juga disertai dengan sapaan yang ramah. Saya cukup
menghargai sikap mereka, namun kurang bisa menikmatinya. Bahkan rasanya saya
agak terganggu kalau ada yang membukakan pintu.
Ketika tiba di suatu tempat,
apalagi ada rencana mau bertemu seseorang, biasanya saya mengecek penampilan saya
dulu. Kalau rambut awut-awutan, disisir. Kalau hidung mengkilap, dikasih bedak.
Kalau ada cabe nyelip di gigi, dibersihkan. Enggak perlu dandan heboh pakai
maskara dan bulu mata, yang penting penampilan saya enggak kucel-kucel amat dan
enggak malu-maluin (ada cabe nyelip di gigi).
Untuk
mengecek penampilan itu, perlu waktu beberapa menit. Nah, ketika sedang ngaca
ini, biasanya para petugas parkiran itu juga turut memantau. Mereka
memerhatikan apa yang saya lakukan di dlam mobil. Beberapa kali bahkan ada yang
pernah berdiri di samping mobil saya, siap untuk membuka pintu mobil. Saya
terus terang agak jengah dan merasa terganggu akan keramahan yang berlebihan
ini.
Beberapa
perempuan mungkin akan merasa tersanjung ketika pintu mobil dibukakan oleh
orang lain. Namun, beda halnya dengan saya. Saya betul-betul tidak nyaman.
Suatu kali, saya pernah menanyakannya pada seorang petugas parkir yang agak
memaksa membuka pintu mobil saya.
“Kenapa
pake dibukain, sih? Mobil saya, kan, biasa saja,” kata saya sambil turun dari
mobil.
“Bukan
masalah mobilnya. Biasanya kalau perempuan pasti senang kalau pintunya
dibukakan,” kata si mas tadi sambil tersenyum ramah.
Tuh,
kan, biasanya perempuan pasti senang kalau pintunya dibukakan. Kalau ada
perempuan yang enggak senang, artinya bukan perempuan biasa. {ST}