Seperti di tahun-tahun sebelumnya,
saya mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri bagi teman-teman yang
merayakannya. Kali ini, saya hanya menggunakan media elektronik, dengan BBM,
chating, SMS, internet, dll. Saya tidak mengirimkan kartu-kartu nama apalagi
mengirim parsel kepada teman-teman.
Ucapan selamat yang saya berikan
biasa saja. Hanya berupa teks bertulisan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal
1435 H. Ucapan standar berbahasa Indonesia ini memang sengaja saya pilih supaya
ucapan yang saya berikan tidak disalahartikan. Sekarang lagi musim mengartikan
berbeda dari apa yang sudah menjadi kebiasaan.
Saya tahu, beberapa tahun ini
berkembang fatwa yang katanya tidak layak menerima ucapan selamat dari orang
yang berbeda iman. Beberapa kenalan saya juga ada yang meyakininya. Mereka
tidak lagi membalas ucapan selamat yang saya dan teman-teman lain berikan.
Bahkan ada seorang kenalan saya yang ujung-ujungnya tidak mau lagi mengucapkan
selamat ke orang itu karena sudah tahu tidak dianggap. Kalau saya sih, tidak
terlalu dimasukkan ke dalam hati. Yang penting berikan dulu. Kalau ternyata
mereka tidak bisa membalasnya, sudah bukan urusan kita lagi.
Saya sendiri cukup menghargai
perbedaan keyakinan. Mengapa saya katakan cukup, karena ada juga perbedaan yang
kurang bisa bahkan tidak bisa saya hargai. Misalnya keyakinan yang
merendahkanmartabat manusia lain hanya berdasarkan suku atau rasnya. Keyakinan
berpikiran sempit seperti ini memang sudah dihargai karena mereka sendiri yang
membuat dirinya susah dihargai. (Opo tho ini?)
Pada intinya, saya mengucapkan
selamat merayakan kemenangan bagi teman-teman yang sudah berpuasa selama 1
bulan. Tentunya banyak tantangan dan halangan ketika melaksanakannya. Adalah
sesuatu yang layak dihargai ketika Tuhan memampukan mereka untuk menaklukkan
tantangan itu. Ucapan selamat yang saya berikan, bagi beberapa orang memang
termasuk dalam basa-basi saja. Namun, di balik itu saya betul-betul mengucapkan
selamat kepada orang yang berhasil menaklukkan manusia yang ada di dalam dirinya.
{ST}