Ketika
menjadi saya menjadi ketua panitia, maka sayalah yang memimpin rapatnya. Rapat
yang dijadwalkan jam 7 malam, akan dimulai tepat jam 7 malam. Kebaisaan untuk
tepat waktu ini ternyata tidak selalu sejalan dengan orang-orang yang biasa
terlambat dan mengutamakan alasan. Kadang-kadang saya sampai heran karena ada
yang komplain ketika saya memulai rapat tepat waktu.
Dalam sebuah acara yang menjadi
tanggung jawab tim kami, acara ini juga dimulai jam 7 malam dengan makan malam
sebelumnya. Makan malam, yang sebelumnya hanya dijadwalkan hanya setengah jam,
saya ubah menjadi 1 jam. Dengan harapan waktu 1 jam itu cukup untuk makan
dengan lebih dulu mengantri dan kemudian kembali duduk di dalam ruangan.
Pada saat hari H, hujan lebat turun
di atas langit Jakarta. Tidak tanggung-tanggung, hujan ini turun hampir di
seluruh penjuru Jakarta, 3 jam lamanya. Hujan di Jakarta, sesebentar apapun
itu, berpotensi menyebabkan kemacetan, apalagi sampai 3 jam. Saya mendapat
desakan dari banyak pihak untuk memundurkan saja waktu pelaksanaan dengan
alasan pasti banyak orang yang datang terlambat.
Kali itu, saya juga tidak bersedia
memundurkan jam mulainya acara dengan alasan menunggu orang-orang yang
kehujanan. Selain itu, di gedung tempat perayaan itu, sudah cukup banyak orang
yang datang. Menurut saya, acara sudah bisa dimulai ketika para pendukung acara
sudah datang semua dan pengunjung sudah lebih dari 3 orang. Sekali lagi saya
menerima komplain karena memulai tepat waktu.
Aneh juga, ya. Rasa-rasanya tidak
ada salahnya untuk memulai tepat waktu. Memulai lebih awal pun rasanya tidak
masalah. Bagi saya, kebiasaan untuk terlambat itulah yang menjadi masalah. {ST}