Ana

Rabu, 02 Juli 2014

Pilihan Kita (Seharusnya) Rahasia




            Pemilihan umum itu LUBER. LUBER itu singkatan dari langsung, umum, bebas, dan rahasia. Itu adalah hapalan saya sewaktu duduk di sekolah dasar dulu. Hapalan ini baru kejadian ketika saya memiliki KTP. Saat itulah saya boleh ikut pemilu untuk pertama kalinya.

            Pemilu pertama saya diikuti oleh 3 partai berwarna hijau, kuning dan merah. Dengan berkembangnya demokrasi di Indonesia, pemilu tidak lagi hanya untuk 3 partai itu. Jumlah partai politik berkembang pesat, kemudian menyusut pesat juga. Selain itu, saat ini kepala pemerintahan dipilih secara langsung. Tidak hanya kepala daerah, kepala negara juga dipilih secara langsung.

            Pemilihan kepala negara di tahun 2014 ini hanya diikuti oleh 2 kandidat pasangan. Pasangan nomor 1: Prabowo Subianto sebagai calon presiden dan Hatta Rajasa sebagai calon wakil presiden. Pasangan nomor 2: Joko Widodo sebagai calon presiden dan Jusuf Kalla sebagai calon wakil presiden.

            Kedua kubu capres dan cawapres ini memiliki pengikut, pendukung dan pengagumnya sendiri. Berbeda dengan pemilu presiden sebelumnya, pendukung capres cawapres tidak hanya dari partai politik, tapi juga dari rakyat kebanyakan yang sehari-harinya tidak mengurusi masalah pemerintahan. Dukungan ini bahkan menjadi ajang “pertempuran”.

            Pertempuran yang paling sering terjadi adalah di media sosial. Masing-masing pendukung tanpa sungkan dan segan menyebutkan capres dan cawapres pilihannya. Pilihan ini juga disertai alasan mengapa mereka sampai memberikan dukungan kepada pasangan capres dan cawapres tersebut. Sesuatu yang bisa dianggap masuk akal dalam proses menentukan pilihan.

            Berhubung calonnya hanya ada 2 pasang, maka pendukung salah satu pasangan sudah bisa dipastikan tidak mendukung pasangan lainnya. Nah, ini dia yang seru. Yang terjadi adalah mengungkapkan keburukan atau aib dari pasangan yang tidak didukung itu. Aib ini ada yang benar, ada juga yang tidak benar.

            Membicarakan capres dan cawapres sudah menjadi obrolan umum di tahun ini. Sudah menjadi hal yang biasa kalau orang-orang menyatakan dukungannya pada capres tertentu ditambah dengan alasan-alasannya. Entah itu alasan yang masuk akal, atau hanya karena sekedar tampilan fisiknya atau…karena namanya banyak huruf “O”-nya. Yeahh…apapun itu meskipun sangat absurd. Memilih capres sudah bukan lagi menjadi rahasia.

            Beberapa orang kenalan pernah menanyakan siapa capres pilihan saya. Terus terang, saya agak malas menjawab pertanyaan ini. Kalau pertanyaannya lewat media SMS, BBM atau chating, biasanya saya abaikan saja. Kalau pertanyaan diajukan langsung, saya akan berusaha mengganti topik, atau sekalian aja ngeloyor pergi. Biasanya tetap ada yang mau meladeni kok topik pembicaraan seperti ini.

Pertanyaan tentang capres pilihan ini biasanya akan berlanjut pada perbincangan berikutnya. Kalau pilihannya sama, maka akan membicarakan prestasinya, kadang-kadang juga ditambah dengan aib sang lawan. Kalau pilihan berbeda, maka “pertempuran” akan terjadi. Dan saya betul-betul tidak tertarik sama sekali dengan semua pilihan ini.

Saat ini, tanggal 2 Juli 2014, saya sudah tahu siapa yang akan saya pilih sebagai presiden dan calon presiden. Pilihan itu sepertinya tidak akan berubah sampai waktunya memilih tanggal 9 Juli nanti. Namun, saya tetap enggan membicarakan pilihan saya dengan banyak orang, apalagi memamerkannya di status Facebook, Twitter, dll.

Kewajiban (atau hak, ya?) kita sebagai warga negara adalah mengikuti pemilihan umum. Pemilihan umum itu LUBER, dengan huruf R yang berarti rahasia. Dengan menentukan pilihan, artinya saya sudah menjalankan kewajiban dan menggunakan hak saya sebagai WNI. Tidak ada kewajiban untuk menjadi juru kampanye salah satu pasangan capres dan cawapres. Jadi, kalau kita tidak menggunakan waktu dan sumber daya kita untuk kampanye mendukung salah satu pasangan capres dan cawapres itu tidak apa-apa, tidak melanggar hukum sama sekali. Benar begitu, kan?

Dalam sebuah perbincangan, ada yang mengatakan kalau saya adalah swing voters, orang yang melihat-lihat keadaan dulu baru menentukan pilihan. Saat itu saya tidak mau membahas lebih jauh dan memilih ngeloyor pergi aja. Apalagi pas banget lagi kebelet mau pipis. Rasanya itu langkah terbaik supaya saya masih tetap respek padanya. Kalau lama-lama di situ, bisa-bisa saya mengacungkan jempol menghadap bawah mendengar analisis sok tau tentang swing voters. Sssttt…saya lebih tertarik pada swing ayunan di depan sekolah TK.

Ada juga teman yang mengatakan kalau saya tidak peduli dengan keadaan sekitar. Kalau diukur dengan kadar kepedulian (kepo) orang-orang sekitar, bisa dikatakan saya memang bukan orang yang peduli. Saya hanya peduli pada hal-hal yang saya anggap penting. Sayang rasanya membuang-buang sumber daya, terutama waktu untuk “peduli” pada hal-hal yang enggak penting. Dalam hal pilpres, saya tidak terlalu peduli dengan gosip, opini dan fitnah yang bertebaran bebas di dunia maya. Kepedulian saya adalah dengan membaca visi misi para capres cawapres, membaca berita di media yang netral dan menonton debat. Itu sudah cukup.

Untuk debat sebelum dan setelah debat yang dilakukan oleh para suporter, saya tidak pernah mau ikut. Lebih baik waktunya digunakan untuk merangkai manik-manik cantik atau mengetik tiktiktik. *puitis niatnya.

Akhir kata, mohon maaf bila ada yang kurang berkenan ketika dicuekin ketika mengajak berbincang tentang capres. Mohon maaf juga kepada yang saya tinggalkan ketika sedang orasi tentang swing voters. Pilihan kita seharusnya rahasia, dan saya memilih tetap merahasiakannya. 
Emangnya tulisan ini ada yang baca, ya? Ini yang tukang ngeblog geer bener, ya, kalau tulisannya ada yang baca hehehe… Yeahh...kali aja orang-orang yang pernah dicuekin nyasar ke blog ini. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini