Pemilihan umum itu LUBER. LUBER itu
singkatan dari langsung, umum, bebas, dan rahasia. Itu adalah hapalan saya
sewaktu duduk di sekolah dasar dulu. Hapalan ini baru kejadian ketika saya
memiliki KTP. Saat itulah saya boleh ikut pemilu untuk pertama kalinya.
Pemilu pertama saya diikuti oleh 3
partai berwarna hijau, kuning dan merah. Dengan berkembangnya demokrasi di
Indonesia, pemilu tidak lagi hanya untuk 3 partai itu. Jumlah partai politik
berkembang pesat, kemudian menyusut pesat juga. Selain itu, saat ini kepala
pemerintahan dipilih secara langsung. Tidak hanya kepala daerah, kepala negara
juga dipilih secara langsung.
Pemilihan kepala negara di tahun
2014 ini hanya diikuti oleh 2 kandidat pasangan. Pasangan nomor 1: Prabowo
Subianto sebagai calon presiden dan Hatta Rajasa sebagai calon wakil presiden.
Pasangan nomor 2: Joko Widodo sebagai calon presiden dan Jusuf Kalla sebagai
calon wakil presiden.
Kedua kubu capres dan cawapres ini
memiliki pengikut, pendukung dan pengagumnya sendiri. Berbeda dengan pemilu
presiden sebelumnya, pendukung capres cawapres tidak hanya dari partai politik,
tapi juga dari rakyat kebanyakan yang sehari-harinya tidak mengurusi masalah
pemerintahan. Dukungan ini bahkan menjadi ajang “pertempuran”.
Pertempuran yang paling sering
terjadi adalah di media sosial. Masing-masing pendukung tanpa sungkan dan segan
menyebutkan capres dan cawapres pilihannya. Pilihan ini juga disertai alasan
mengapa mereka sampai memberikan dukungan kepada pasangan capres dan cawapres
tersebut. Sesuatu yang bisa dianggap masuk akal dalam proses menentukan
pilihan.
Berhubung calonnya hanya ada 2
pasang, maka pendukung salah satu pasangan sudah bisa dipastikan tidak
mendukung pasangan lainnya. Nah, ini dia yang seru. Yang terjadi adalah mengungkapkan
keburukan atau aib dari pasangan yang tidak didukung itu. Aib ini ada yang
benar, ada juga yang tidak benar.
Membicarakan capres dan cawapres
sudah menjadi obrolan umum di tahun ini. Sudah menjadi hal yang biasa kalau
orang-orang menyatakan dukungannya pada capres tertentu ditambah dengan
alasan-alasannya. Entah itu alasan yang masuk akal, atau hanya karena sekedar
tampilan fisiknya atau…karena namanya banyak huruf “O”-nya. Yeahh…apapun itu
meskipun sangat absurd. Memilih capres sudah bukan lagi menjadi rahasia.
Beberapa orang kenalan pernah
menanyakan siapa capres pilihan saya. Terus terang, saya agak malas menjawab
pertanyaan ini. Kalau pertanyaannya lewat media SMS, BBM atau chating, biasanya
saya abaikan saja. Kalau pertanyaan diajukan langsung, saya akan berusaha
mengganti topik, atau sekalian aja ngeloyor pergi. Biasanya tetap ada yang mau
meladeni kok topik pembicaraan seperti ini.
Pertanyaan
tentang capres pilihan ini biasanya akan berlanjut pada perbincangan
berikutnya. Kalau pilihannya sama, maka akan membicarakan prestasinya,
kadang-kadang juga ditambah dengan aib sang lawan. Kalau pilihan berbeda, maka “pertempuran”
akan terjadi. Dan saya betul-betul tidak tertarik sama sekali dengan semua
pilihan ini.
Saat
ini, tanggal 2 Juli 2014, saya sudah tahu siapa yang akan saya pilih sebagai
presiden dan calon presiden. Pilihan itu sepertinya tidak akan berubah sampai waktunya
memilih tanggal 9 Juli nanti. Namun, saya tetap enggan membicarakan pilihan
saya dengan banyak orang, apalagi memamerkannya di status Facebook, Twitter,
dll.
Kewajiban
(atau hak, ya?) kita sebagai warga negara adalah mengikuti pemilihan umum.
Pemilihan umum itu LUBER, dengan huruf R yang berarti rahasia. Dengan
menentukan pilihan, artinya saya sudah menjalankan kewajiban dan menggunakan
hak saya sebagai WNI. Tidak ada kewajiban untuk menjadi juru kampanye salah
satu pasangan capres dan cawapres. Jadi, kalau kita tidak menggunakan waktu dan
sumber daya kita untuk kampanye mendukung salah satu pasangan capres dan
cawapres itu tidak apa-apa, tidak melanggar hukum sama sekali. Benar begitu,
kan?
Dalam
sebuah perbincangan, ada yang mengatakan kalau saya adalah swing voters, orang yang melihat-lihat keadaan dulu baru menentukan
pilihan. Saat itu saya tidak mau membahas lebih jauh dan memilih ngeloyor pergi
aja. Apalagi pas banget lagi kebelet mau pipis. Rasanya itu langkah terbaik
supaya saya masih tetap respek padanya. Kalau lama-lama di situ, bisa-bisa saya
mengacungkan jempol menghadap bawah mendengar analisis sok tau tentang swing voters. Sssttt…saya lebih tertarik
pada swing ayunan di depan sekolah TK.
Ada
juga teman yang mengatakan kalau saya tidak peduli dengan keadaan sekitar.
Kalau diukur dengan kadar kepedulian (kepo) orang-orang sekitar, bisa dikatakan
saya memang bukan orang yang peduli. Saya hanya peduli pada hal-hal yang saya
anggap penting. Sayang rasanya membuang-buang sumber daya, terutama waktu untuk
“peduli” pada hal-hal yang enggak penting. Dalam hal pilpres, saya tidak terlalu
peduli dengan gosip, opini dan fitnah yang bertebaran bebas di dunia maya.
Kepedulian saya adalah dengan membaca visi misi para capres cawapres, membaca
berita di media yang netral dan menonton debat. Itu sudah cukup.
Untuk
debat sebelum dan setelah debat yang dilakukan oleh para suporter, saya tidak
pernah mau ikut. Lebih baik waktunya digunakan untuk merangkai manik-manik
cantik atau mengetik tiktiktik. *puitis niatnya.
Akhir
kata, mohon maaf bila ada yang kurang berkenan ketika dicuekin ketika mengajak
berbincang tentang capres. Mohon maaf juga kepada yang saya tinggalkan ketika
sedang orasi tentang swing voters. Pilihan
kita seharusnya rahasia, dan saya memilih tetap merahasiakannya.
Emangnya tulisan ini ada yang baca, ya? Ini yang tukang ngeblog geer bener, ya, kalau tulisannya ada yang baca hehehe… Yeahh...kali aja orang-orang yang pernah dicuekin nyasar ke blog ini. {ST}
Emangnya tulisan ini ada yang baca, ya? Ini yang tukang ngeblog geer bener, ya, kalau tulisannya ada yang baca hehehe… Yeahh...kali aja orang-orang yang pernah dicuekin nyasar ke blog ini. {ST}