Selasa, 8 Juli 2014, Israel
menggempur Gaza. Puluhan orang meninggal akibat gemburan ini. Dari korban yang
meninggal, ada juga perempuan dan anak-anak, warga sipil yang harusnya
dilindungi. Gempuran ini dikecam oleh orang-orang dari seluruh dunia, termasuk
di Indonesia, negara yang akan mengadakan pemilihan presiden keesokan harinya.
Kecaman oleh warga dunia itu banyak
pula yang dicurahkan di media sosial. Kemarahan dan kutukan kepada Israel
bertebaran di timeline saya. Kecaman
itu juga disertai dengan “bukti” berupa link dari sebuah tulisan. Kadang-kadang
disertai foto juga.
Foto Anak
Dari foto yang disebarkan itu banyak
pula foto anak-anak kecil yang berdarah-darah, bahkan yang sudah menjadi
jenazah. Saya sendiri merasa marah melihat foto-foto ini. Ada orang yang tega
membunuh anak kecil yang tidak bersalah dan tidak tahu persoalannya. Saya juga
dapat memaklumi kalau banyak orang yang merasa marah pada serangan Israel itu.
Belakangan, saya juga marah kepada
orang-orang yang menyebarkan foto anak-anak yang sudah menjadi jenazah
berdarah-darah itu. Menyebarkan foto anak-anak dengan kondisi seperti itu
menurut saya sangat tidak etis.
Kecaman, Kutukan, Penghakiman
Banyak sekali orang yang bereaksi
atas penggempuran ini. Kebanyakan berupa kemarahan yang dikeluarkan menjadi
kecaman dan kutukan. Tidak sedikit kecaman dan kutukan itu yang disampaikan
melalui status media sosial.
Saya
sendiri juga sempat berpikiran mau ngupdate status tentang kekejaman pada
anak-anak ini. Namun akhirnya niat itu saya urungkan. Akal sehat saya melarang
melakukan hal yang hampir tidak ada gunanya itu. Mengutuki kegelapan tidak akan
membuat keadaan bertambah terang.
Kecaman
dan kutukan banyak datang dari beberapa orang kenalan saya. Saya, yang juga
tertarik dengan topik ini turut mengamati berita dan opini yang beredari di dunia
maya. Makin lama, opini beberapa orang menjadi bergeser kepada konflik yang
terkait agama. Heran juga mengapa hampir segala konflik di dunia selalu
disangkutkan ke isu agama.
Tidak
hanya soal agama, ada juga yang karena menganggap Israel kejam (saat ini), maka
tindakan Hitler untuk memusnahkan Yahudi di zaman silam adalah tindakan yang
terpuji. Nah, kalau yang ini benar-benar konyol. Bukankah Hitler juga kejam
dengan membantai sesama manusia. Saya jadi prihatin dengan manusia yang tidak
berkemanusiaan seperti ini. Seakan-akan pembantaian akan selesai dengan
membalasnya dengan pembantaian juga. Bagaimana pun berbedanya kita dengan
golongan/suku/bangsa/agama lain, kita tetap sama-sama manusia. Sekali lagi saya
mengingatkan diri kalau mengutuk kegelapan itu tidak ada gunanya, hanya
menghabiskan waktu dan tenaga saja.
Saya
juga prihatin dengan penghakiman dan penyamarataan dengan menggunakan sudut
pandang yang sempit. Setiap manusia itu unik, punya kelebihan dan kekurangannya
sendiri. Hanya karena tindakan beberapa orang yang melakukan agresi bukan
berarti seluruh dari bangsa mereka adalah orang kejam. Penghakiman dan
menyalahkan dianggap wajar karena orang-orang tidak menemukan jawabannya untuk
menyelesaikan konflik ini.
Bagaimana Bisa Membantu?
Untuk umat manusia sedunia sebenarnya
bisa membantu meringankan konflik ini. Kita bisa berdoa untuk perdamaian dunia,
terutama di jalur Gaza yang sudah berabad-abad menjadi tempat pertempuran. Kita
juga bisa memberikan bantuan berupa dana dan barang untuk lembaga kemanusiaan
yang melayani di daerah ini. Untuk menghilangkan konfliknya? Itu sepertinya
perlu waktu dan sumber daya jauh lebih banyak lagi.
Beberapa teman lain juga mengadakan
kampanye untuk memboikot beberapa produk yang dicurigai milik Israel. Kampanye ini
juga disertai dengan logo produk-produk itu. Saya sendiri tidak yakin apakah
benar merk-merk itu milik Israel, kemungkinan besar tidak juga. Banyak juga
yang berstatus perusahaan terbuka yang bisa dimiliki oleh siapa saja. Mungkin
ada beberapa merk yang dimiliki oleh orang keturunan Yahudi. Tapi apakah mereka
mendukung agresi ke Gaza? Belum tentu juga. O iya, di logo-logo yang dianggap
sebagai orang Israel itu, tidak ada Facebook, media sosial yang didirikan oleh
Mark Zuckerberg, seorang Amerika keturunan Yahudi. Aneh juga, ya! Boikotnya
enggak adil. Kalau mau boikot, mbok ya sekalian.
Seperti yang sudah saya tuliskan,
saya akan mendukung perdamaian di daerah ini dengan doa dan dana. Kapan saya
berdoa? Sama siapa saja? Berikan dananya ke mana? Berapa banyak sumbangannya?
Yeahh…untuk hal itu hanya saya dan Tuhan yang tau. Kalau masih ada yang mau tau
banget, sepertinya harus kecewa. Lebih baik kalian juga membantu dengan doa dan
dana. {ST}