Ketika diadakan pemilihan langsung oleh
rakyat, banyak hasil survei yang dipublikasikan di media. Hasil survei ini
beredar sebelum hasil pemilihan didapatkan. Hasil survei juga beredar dengan
marak sebelum pemilihannya dimulai, terutama saat kampanye. Dari hasil survei
ini, kita bisa mendapatkan gambaran untuk hasil yang akan diperoleh kelak.
Data yang didapat melalui survei
memang sangat berguna bila mendekati keadaan sebenarnya. Namun, ada kalanya
hasil survei meleset jauh dibandingkan dengan hasil pemilihan suaranya. Hal ini
membuat banyak orang yang meragukan lembaga survei.
Saya pernah membaca sebuah artikel,
bahwa untuk mengadakan sebuah survei dengan responden 1000 orang, harganya
adalah Rp 200 – 300 juta. Suatu hal yang menggiurkan bila melihat banyaknya
pilkada di negeri ini. Tak heran banyak orang pula yang kemudian mendirikan
perusahaan survei. Perusahaan survei bertumbuh bersama dengan bertumbuhnya
demokrasi di Indonesia.
Saat ini, beberapa hari menjelang
pemilihan presiden secara langsung. Hasil survei dari banyak lembaga mengemuka.
Dengan pemilihan yang hanya diikuti oleh 2 kandidat, sudah pasti kue jajak
pendapat hanya terbagi 2 itu. Kalaupun ada bagian lain, bagian orang yang
abstain, bisa dianggap tidak dihitung.
Hasil survei ini berbeda setiap
harinya, tergantung kepopuleran para capres dan cawapres. Saya kadang-kadang
bingung juga, bagaimana mereka bisa mendapatkan data yang bisa berubah dengan
cepatnya. Apakah dengan menggunakan teknologi komunikasi? Entahlah.
Pertanyaan lainnya adalah siapa saja
yang menjadi responden dari survei itu? Kalau survei yang diadakan di negeri
ini ratusan bahkan ribuan, pasti respondennya jauh lebih banyak lagi. Dengan metode
apakah mereka mendapatkan datanya? Apakah mereka menanyakan langsung dengan
mewawancarai? Siapa sajakah mereka? Apakah semua responden itu bisa dianggap
mewakili pemilih di daerah tersebut? Apakah saya akan berhenti bertanya-tanya?
Saya sepertinya tidak akan berhenti
bertanya-tanya tentang hal ini. Saya akan mencari jawabannya dengan cara
seksama namun tidak dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Saya akan mencarinya
ketika ada waktu luang, kalau ada. {ST}