Ana

Sabtu, 31 Mei 2014

Danau Toba #29





Si Gag Gag




            Membaca naskah kiriman anak-anak kecil yang mau belajar menulis adalah bagian dari pekerjaan saya. Pekerjaan ini cukup mudah sebenarnya. Saya pun cukup menyukainya. Membaca memang sudah menjadi kegemaran saya sejak lama.
            Anak-anak yang sedang belajar menulis itu umumnya tidak hanya mengirimkan 1 karangan. Ada yang mengirimkan banyak karangan yang berbeda-beda, ada juga yang mengirimkan naskah yang sama berulang kali.
            Salah seorang anak ini ada yang selalu melakukan kesalahan yang sama. Dia selalu menuliskan kata tidak dengan “gag”, dengan 2 huruf g. Walaupun saya mengerti artinya, namun kata “gag” hampir tidak ada artinya dalam Bahasa Indonesia yang baku. Kata “gag” ini muncul tidak hanya sekali dalam sekian banyak naskah yang dia kirimkan.
            Untuk menjadi layak diterbitkan, saya harus mengubah kata “gag” ini menjadi tidak, tak, enggak, atau yang lainnya. Karena seringnya menggunakan kata “gag”, saya memberi nama julukan Si Gag Gag buat anak ini.
            Tak jarang, saya tergoda untuk langsung membuang naskah kiriman Si Gag Gag ke tong sampah. Naskah dengan tulisan setengah alay itu betul-betul membuang waktu saja. Namun akhirnya saya memutuskan untuk tetap membacanya sampai habis dan mengoreksi apa yang perlu. Mungkin saja sebenarnya Si Gag Gag ini tidak tahu kalau dia salah. Mungkin gurunya tidak mengajarkan dengan benar. Mungkin Si Gag Gag tidak memperhatikan ketika pelajaran menulis kata “tidak” dengan benar. Mungkin ortu Si Gag Gag enggak peduli dengan cara menulsi anaknya. Mungkin dengan membaca kembali naskah yang diterbitkan, Si Gag Gag akan tahu bagaimana penulisan yang benar. Semoga Si Gag Gag tidak terus-terusan mengirimkan naskah yang enggak-enggak, deh. {ST}

Prambanan #7





Daun Cantik #517





Jumat, 30 Mei 2014

Danau Toba #28





Menulis Tentang Festival Budaya Isen Mulang


Lomba perahu hias. Foto: Yanuarisan Maseh


            Sebagai orang yang selalu ingat daerah asalnya, saya memang sering menulis tentang daerah asal keluarga kami. Kalimantan Tengah, suatu provinsi di mana kakek saya turut membangunnya, selalu menjadi bagian dari tulisan saya. Entah itu sekedar tulisan sederhana yang tidak terlalu berarti di blog ini, atau juga tulisan “beneran” di media nasional.
            Ketika di Palangkaraya, ibu kota Kalimantan Tengah – kota tempat saya pernah tinggal itu – diadakan sebuah festival, tentu saja saya tertarik untuk mengetahui apa sajakah yang diadakan pada festival itu. Festival Budaya Isen Mulang (FBIM) rutin dilaksanakan setiap bulan Mei untuk memperingati hari jadi provinsi ini. Saya mencari info di internet dan juga menanyakan ke beberapa orang yang saya kenal.

Banyak yang Menarik
            Dari situs resmi pemprov, saya mendapatkan rundown acara. Rundown ini hampir tanpa penjelasan. Kalau saya bukan orang Dayak yang pernah tinggal di Palangkaraya, kemungkinan akan banyak yang tidak saya mengerti ketika membaca rundown itu. Berhubung saya bisa mengerti, saya justru tertarik akan banyak hal yang ada di situ. Ada kegiatan besei kambe, mangenta, sepak sawut, manyipet, karungut, dll.
            Dengan sumber berita yang sangat terbatas, saya menulis tentang besei kambe yang diadakan di Sungai Kahayan, sungai yang mengalir melintasi Kota Palangkaraya. Sungai ini pulalah yang menjadi sumber kehidupan para leluhur saya dulu. Pertandingan ini menarik karena ada “kembarannya” di daratan. Pertandingan ini seperti tarik tambang. Kedua tim yang bertanding menarik tambang ke arah yang berbeda. Bedanya, mereka saling membelakangi dan bergerak dengan cara mendayung perahu jukungnya. Pasti seru, ya!

Press Release Setelah Acara
            Saya menanyakan press release atau siaran pers untuk acara ini. Saya menanyakan ke beberapa saudara dan teman yang bekerja di lingkup pemerintahan provinsi. Namun, saya belum berhasil mendapatkannya sampai festival berakhir. Di hari terakhir festival, tanggal 23 Mei, saya berusaha untuk mendapatkan sumber berita untuk artikel kecil buat anak kecil yang akan saya tulis. Saya juga menanyakan langsung jalur pribadi (japri) kepada ebberapa orang yang saya kenal. Saya bahkan menggunakan foto hasil jepretan seorang kenalan saya untuk melengkapi artikel.
            Press Release yang saya tunggu baru datang berhari-hari kemudian, ketika festival itu telah berakhir. Informasi yang tertuang di dalam release itu hampir tidak ada gunanya lagi, untuk saat ini. Informasi itu akan ada gunanya setahun lagi, ketika Festival Budaya Isen Mulang diadakan lagi tahun depan. Sepertinya saya harus berkunjung ke Palangkaraya untuk melihat langsung festival ini. Sampai jumpa di Palangkaraya bulan Mei 2015. {ST}

Prambanan #6





Daun Cantik #516





Kamis, 29 Mei 2014

Danau Toba #27





Gubernur Bali Menolak Usulan Peningkatan Angggaran Promosi Pariwisata




            Sebuah berita menarik perhatian saya. Gubernur Bali, I Made Mangku Pastika menolak usulan peningkatan anggaran promosi pariwisata. Menarik karena pendapatan terbesar Bali adalah dari sektor pariwisata. Bagaimana mungkin dia (terkesan) tidak mau mengelola hal yangmenjadi pendapatan terbesar bagi daeah yang dipimpinnya?
            Setelah dibaca isi beritanya, ternyata Pak Gubernur ini menolak usulan peningkatan anggaran karena berpikir kalau dana tersebut lebih baik digunakan untuk mengatasi persoalan kemiskinan di pulau yang dipimpinnya itu. Kalau dananya untuk hal ini, saya sangat setuju. Saya juga yakin banyak orang lainnya yang setuju.
            Bali, yang terkenal di seluruh dunia karena budaya dan alamnya yang unik, tidak selalu membawa berkah bagi penduduknya. Saya pernah melihat di TV, kalau penduduk di pulau ini juga masih banyak yang hidup miskin. Mereka hidup dengan bekerja keras dan upah kecil. Mereka menjadi pekerja bagi para pendatang yang bisa meliha peluang di Pulau Dewata.
            Rasanya sedih juga ketika melihat nenek-nenek tua harus bekerja kasar untuk mendapatkan nafkah demi hidupnya. Dengan waktu kerja yang panjang dan pekerjaan yang tidak mudah, yang mereka dapatkan tidak cukup untuk membeli segelas minuman di bar terkenal di Bali. Kekayaan dan kemakmuran hanya menjadi hak segelintir orang saja.
            Menurut Pak Pastika, sang  gubernur, saat ini masih ada ribuan rumah tidak layak huni yang ditempati oleh warga miskin di Bali. Sedangkan di Bali sudah banyak pelaku industri pariwisata yang berpenghasilan besar dan sangat kaya. Rasanya tidak tepat kalau pemerintah membantu mempromosikan pariwisata dengan mengeluarkan lebih banyak dana. Justru lebih tepat kalau para pelaku industri pariwisata itu yang membantu pemerintah mengurangi kemiskinan. Semoga apa yang dilakukan Pak Pastika ini benar-benar dilakukannya, ya… {ST}

Prambanan #5





Daun Cantik #515





Popular Posts

Isi blog ini