Sabtu, 31 Mei 2014
Si Gag Gag
Membaca naskah kiriman anak-anak
kecil yang mau belajar menulis adalah bagian dari pekerjaan saya. Pekerjaan ini
cukup mudah sebenarnya. Saya pun cukup menyukainya. Membaca memang sudah
menjadi kegemaran saya sejak lama.
Anak-anak yang sedang belajar
menulis itu umumnya tidak hanya mengirimkan 1 karangan. Ada yang mengirimkan
banyak karangan yang berbeda-beda, ada juga yang mengirimkan naskah yang sama
berulang kali.
Salah seorang anak ini ada yang
selalu melakukan kesalahan yang sama. Dia selalu menuliskan kata tidak dengan “gag”,
dengan 2 huruf g. Walaupun saya mengerti artinya, namun kata “gag” hampir tidak
ada artinya dalam Bahasa Indonesia yang baku. Kata “gag” ini muncul tidak hanya
sekali dalam sekian banyak naskah yang dia kirimkan.
Untuk menjadi layak diterbitkan, saya
harus mengubah kata “gag” ini menjadi tidak, tak, enggak, atau yang lainnya.
Karena seringnya menggunakan kata “gag”, saya memberi nama julukan Si Gag Gag
buat anak ini.
Tak jarang, saya tergoda untuk
langsung membuang naskah kiriman Si Gag Gag ke tong sampah. Naskah dengan
tulisan setengah alay itu betul-betul membuang waktu saja. Namun akhirnya saya
memutuskan untuk tetap membacanya sampai habis dan mengoreksi apa yang perlu.
Mungkin saja sebenarnya Si Gag Gag ini tidak tahu kalau dia salah. Mungkin
gurunya tidak mengajarkan dengan benar. Mungkin Si Gag Gag tidak memperhatikan
ketika pelajaran menulis kata “tidak” dengan benar. Mungkin ortu Si Gag Gag enggak
peduli dengan cara menulsi anaknya. Mungkin dengan membaca kembali naskah yang
diterbitkan, Si Gag Gag akan tahu bagaimana penulisan yang benar. Semoga Si Gag
Gag tidak terus-terusan mengirimkan naskah yang enggak-enggak, deh. {ST}
Jumat, 30 Mei 2014
Menulis Tentang Festival Budaya Isen Mulang
![]() |
Lomba perahu hias. Foto: Yanuarisan Maseh |
Sebagai orang yang selalu ingat
daerah asalnya, saya memang sering menulis tentang daerah asal keluarga kami.
Kalimantan Tengah, suatu provinsi di mana kakek saya turut membangunnya, selalu
menjadi bagian dari tulisan saya. Entah itu sekedar tulisan sederhana yang
tidak terlalu berarti di blog ini, atau juga tulisan “beneran” di media nasional.
Ketika di Palangkaraya, ibu kota
Kalimantan Tengah – kota tempat saya pernah tinggal itu – diadakan sebuah
festival, tentu saja saya tertarik untuk mengetahui apa sajakah yang diadakan
pada festival itu. Festival Budaya Isen Mulang (FBIM) rutin dilaksanakan setiap
bulan Mei untuk memperingati hari jadi provinsi ini. Saya mencari info di
internet dan juga menanyakan ke beberapa orang yang saya kenal.
Banyak yang Menarik
Dari situs resmi pemprov, saya
mendapatkan rundown acara. Rundown ini hampir tanpa penjelasan. Kalau
saya bukan orang Dayak yang pernah tinggal di Palangkaraya, kemungkinan akan
banyak yang tidak saya mengerti ketika membaca rundown itu. Berhubung saya bisa mengerti, saya justru tertarik akan
banyak hal yang ada di situ. Ada kegiatan besei kambe, mangenta, sepak sawut,
manyipet, karungut, dll.
Dengan sumber berita yang sangat
terbatas, saya menulis tentang besei kambe yang diadakan di Sungai Kahayan,
sungai yang mengalir melintasi Kota Palangkaraya. Sungai ini pulalah yang
menjadi sumber kehidupan para leluhur saya dulu. Pertandingan ini menarik
karena ada “kembarannya” di daratan. Pertandingan ini seperti tarik tambang.
Kedua tim yang bertanding menarik tambang ke arah yang berbeda. Bedanya, mereka
saling membelakangi dan bergerak dengan cara mendayung perahu jukungnya. Pasti
seru, ya!
Press
Release
Setelah Acara
Saya menanyakan press release atau siaran pers untuk acara ini. Saya menanyakan ke
beberapa saudara dan teman yang bekerja di lingkup pemerintahan provinsi.
Namun, saya belum berhasil mendapatkannya sampai festival berakhir. Di hari
terakhir festival, tanggal 23 Mei, saya berusaha untuk mendapatkan sumber
berita untuk artikel kecil buat anak kecil yang akan saya tulis. Saya juga
menanyakan langsung jalur pribadi (japri) kepada ebberapa orang yang saya kenal.
Saya bahkan menggunakan foto hasil jepretan seorang kenalan saya untuk
melengkapi artikel.
Press
Release yang saya tunggu baru datang berhari-hari kemudian, ketika festival
itu telah berakhir. Informasi yang tertuang di dalam release itu hampir tidak ada gunanya lagi, untuk saat ini.
Informasi itu akan ada gunanya setahun lagi, ketika Festival Budaya Isen Mulang
diadakan lagi tahun depan. Sepertinya saya harus berkunjung ke Palangkaraya
untuk melihat langsung festival ini. Sampai jumpa di Palangkaraya bulan Mei
2015. {ST}
Kamis, 29 Mei 2014
Gubernur Bali Menolak Usulan Peningkatan Angggaran Promosi Pariwisata
Sebuah berita menarik perhatian
saya. Gubernur Bali, I Made Mangku Pastika menolak usulan peningkatan anggaran
promosi pariwisata. Menarik karena pendapatan terbesar Bali adalah dari sektor
pariwisata. Bagaimana mungkin dia (terkesan) tidak mau mengelola hal
yangmenjadi pendapatan terbesar bagi daeah yang dipimpinnya?
Setelah dibaca isi beritanya,
ternyata Pak Gubernur ini menolak usulan peningkatan anggaran karena berpikir
kalau dana tersebut lebih baik digunakan untuk mengatasi persoalan kemiskinan
di pulau yang dipimpinnya itu. Kalau dananya untuk hal ini, saya sangat setuju.
Saya juga yakin banyak orang lainnya yang setuju.
Bali, yang terkenal di seluruh dunia
karena budaya dan alamnya yang unik, tidak selalu membawa berkah bagi
penduduknya. Saya pernah melihat di TV, kalau penduduk di pulau ini juga masih
banyak yang hidup miskin. Mereka hidup dengan bekerja keras dan upah kecil.
Mereka menjadi pekerja bagi para pendatang yang bisa meliha peluang di Pulau Dewata.
Rasanya sedih juga ketika melihat
nenek-nenek tua harus bekerja kasar untuk mendapatkan nafkah demi hidupnya.
Dengan waktu kerja yang panjang dan pekerjaan yang tidak mudah, yang mereka
dapatkan tidak cukup untuk membeli segelas minuman di bar terkenal di Bali.
Kekayaan dan kemakmuran hanya menjadi hak segelintir orang saja.
Menurut Pak Pastika, sang gubernur, saat ini masih ada ribuan rumah tidak
layak huni yang ditempati oleh warga miskin di Bali. Sedangkan di Bali sudah
banyak pelaku industri pariwisata yang berpenghasilan besar dan sangat kaya. Rasanya
tidak tepat kalau pemerintah membantu mempromosikan pariwisata dengan
mengeluarkan lebih banyak dana. Justru lebih tepat kalau para pelaku industri
pariwisata itu yang membantu pemerintah mengurangi kemiskinan. Semoga apa yang
dilakukan Pak Pastika ini benar-benar dilakukannya, ya… {ST}
Rabu, 28 Mei 2014
Selasa, 27 Mei 2014
Langganan:
Postingan (Atom)
Popular Posts
-
Di rumah kami ada burung tekukur yang dipelihara dalam sangkar di depan rumah. Burung tekukur ini pernah dikira sudah ...
-
Jeroan adalah makanan dengan banyak peminat di Indonesia. Bagian dalam hewan ini umum dijadikan bagian menu masakan. Di...
-
Kacamata kuda adalah istilah yang sering digunakan sebagai kalimat kiasan. Orang yang memakai kacamata kuda artinya ...
-
Rotan adalah salah satu sumber daya yang banyak tumbuh di Kalimantan. Tumbuhan ini tumbuh liar di hutan. Ada pula y...
-
Saya ingat sekali AC pertama yang ada di rumah kami. Saat itu saya masih kecil, masih bersekolah di SD, menjelang S...
-
Di rumah kami cukup banyak furnitur berbahan kayu eboni. Kayu eboni yang dikenal juga dengan nama kayu hitam ini warna...
-
Bila sedang makan di rumah makan, saya sering memperhatikan es batu yang menjadi pelengkap sajian minuman. Es bat...
-
Museum Listrik dan Energi Baru terletak di Taman Mini Indonesia. Museum ini terdiri dari 2 bangunan utama dengan bentu...
-
Saya sangat terkesan saat melihat buah mangga yang dibentuk seperti bunga ini. Buah mangga itu dijual sebagai makanan ...
-
Di rumah tempat tinggal saya waktu kecil dulu ada 2 bak besar. Sebuah bak bentuknya silinder, yang satunya lagi bentu...
Isi blog ini
-
▼
2014
(1584)
-
▼
Mei
(100)
- Danau Toba #29
- Si Gag Gag
- Prambanan #7
- Daun Cantik #517
- Danau Toba #28
- Menulis Tentang Festival Budaya Isen Mulang
- Prambanan #6
- Daun Cantik #516
- Danau Toba #27
- Gubernur Bali Menolak Usulan Peningkatan Angggaran...
- Prambanan #5
- Daun Cantik #515
- Danau Toba #26
- Prambanan #4
- Daun Cantik #514
- Danau Toba #25
- Prambanan #3
- Daun Cantik #513
- Danau Toba #24
- Prambanan #2
- Daun Cantik #512
- Danau Toba #23
- Prambanan #1
- Daun Cantik #511
- Danau Toba #22
- Buaya Tanjung Pasir Terpaksa Makan Bangkai
- Daun Cantik #510
- Danau Toba #21
- Mas yang Cemerlang
- Buaya Merem Ternyata Sedang Siaga
- Daun Cantik #509
- Danau Toba #20
- Berasa Seperti Negeri di Awan
- Daun Cantik #508
- In Memoriam Normalasari Butarbutar
- Danau Toba #19
- Memarahi Perusak Taman
- Daun Cantik #507
- Danau Toba #18
- Malam Minggu Bersama Keluarga Skywalker
- Daun Cantik #506
- Danau Toba #17
- Pantai Tanjung Pasir Banten Penuh Sampah
- Daun Cantik #505
- Danau Toba #16
- Mirip Hudok
- Daun Cantik #504
- Danau Toba #15
- Pertamini
- Daun Cantik #503
- Danau Toba #14
- Kantor Ungu
- Daun Cantik #502
- Danau Toba #13
- Monas Dicuci
- Daun Cantik #501
- Danau Toba #12
- Tidak Selamanya Menawar
- Daun Cantik #500
- Danau Toba #11
- Peyek Rumput Laut
- Daun Cantik #499
- Danau Toba #10
- Fitnah Si Pemikir Sempit
- Daun Cantik #498
- Danau Toba #9
- Juru Parkir yang Memaksa
- Daun Cantik #497
- Danau Toba #8
- Kekurangan Tempat Parkir di Cempaka Putih
- Daun Cantik #496
- Danau Toba #7
- Pompa Tangan
- Daun Cantik #495
- Membaca Saat Menunggu Pasien
- Danau Toba #6
- Nelson Mandela
- Daun Cantik #494
- Danau Toba #5
- Pelecehan Anak TK di JIS
- Daun Cantik #493
- Ketika Kuda Bercampur Lumpur
- Danau Toba #4
- Dua Anak Kecil Bersepeda ke Jakarta
- Daun Cantik #492
- Danau Toba #3
- Pak Ganjar Marah Karena Pungli
- Daun Cantik #491
- Danau Toba #2
- Daun Cantik #490
- Nyanyian dan Tarian di Pernikahan Adat Karo
- Danau Toba #1
- Ambulans Tidak Kena Macet
- Daun Cantik #489
- Teater Koma: Demonstran #14
- Melantai Menjaga Mamah
- Daun Cantik #488
- Teater Koma: Demonstran #13
- Sebentar yang Berbeda
- Daun Cantik #487
-
▼
Mei
(100)