Ketika Mamah harus dirawat inap,
kami anak-anaknyalah yang menjaganya selama di RS. Penjagaan ini karena Mamah
memang perlu dibantu untuk beberapa hal pribadi yang belum tentu bisa dilakukan
oleh perawat. Selain itu, kami juga kepikiran kalau harus meninggalkan Mamah
tanpa penjagaan dari keluarga.
Kali ini, Mamah harus berbagi kamar
dengan 3 orang pasien. Dengan Mamah, artinya ada 4 orang pasien yang ada di
kamar yang tidak terlalu besar itu. Selain itu, di kamar ini juga para penunggu
pasien harus berbagi ruangan. Kami harus berbagi udara yang dihirup,
penerangan, pendingin ruangan, pintu dan kamar mandi.
Berbagi dengan orang-orang yang
sebelumnya tidak kita kenal ada kalanya tidak mudah, terutama kalau beda selera
dan kepentingan. Di hari pertama Mamah dirawat inap, sudah mulai terjadi
ketidakcocokan sola penerangan. Kala itu, hanya ada 3 pasien di kamar itu. Dua
orang pasien menderita vertigo, seorang lagi entah sakit apa. Dua orang pasien
penderita vertigo ini sanagt memerlukan suasana teduh dengan cahaya lampu
redup. Sedangkan seorang ibu yang lain itu tidak bisa tidur kalau ruangan
gelap. Katanya dia takut kegelapan.
Kalau hanya soal selera, mungkin
bisa saling menyesuaikan. Beda halnya dengan soal kesehatan. Lampu yang menyala
terang akan membuat pasien-pasien vertigo sakit kepala dan bisa jadi memicu
kambuhnya vertigo. Saya tentu saja tidak ingin hal ini terjadi. Saya
menyampaikannya kepada suster penjaga.
Suster penjaga dalam keaadan
terjepit juga. Tidak tahu harus melakukan apa sampai akhirnya agak mengabaikan.
Akhirnya mereka menghidupkan lampu ruangan karena si ibu yang takut gelap jauh
lebih cerewet ketimbang para pasien vertigo yang terkulai lemas itu. Saya
mengusulkan kepada ibu itu untuk menghidupkan lampu yang ada di atas tempat
tidurnya saja. Lampu itu adalah lampu baca yang khusus dibuat untuk menerangi
area di sekitar tempat tidur saja. Ibu itu lantas menjawabnya dengan omelan
kalau lampunya sudah rusak dari ketika dia pertama kali datang.
Saya punmengusulkan solusi lain
kepada perawat jaga. Saya mengusulkan supaya bohlam lampu di atas tempat tidur
Mamah sekalian dilepaskan saja. Dengan demikian, walaupun saklar dihidupkan dan
lampu lain menyala, area di atas temapt tidur Mamah akan tetap redup. Awalnya
suster penjaga tidak mau menerima usul saya ini dan menjawab dengan agak ketus.
Rupanya para suster itu tidak dapat memikirkan solusi lain lagi. Akhirnya
datang juga seorang mekanik ke kamar kami untuk melepaskan bohlam lampu di atas
tempat tidur Mamah.
Kamar yang tidak terlalu besar ini juga
membuat para penghuninya harus sering bertatap muka tanpa disengaja. Entah itu
ketika di area yang digunakan bersama ataupun di area yang menjadi hak
masing-masing pasien. Tatapan mata ini kadang-kadang membuat orang saling salah
tingkah. Kalau saya sih yang cuek-cuek aja.
Penggunaan toilet juga punya
kisahnya sendiri. Toilet yang cuma 1 ini digunakan untuk semua pasien dan
penjaganya. Kalau toilet itu sedang digunakan, kita harus menunggu giliran. Ada
kalanya penjaga pasien mandi di kamar mandi datu-satunya ini. Bayangkan saja
bagaimana rasanya kalau sedang kebelet pipis, bagaikan seabad nunggunya. Saya
biasanya lebih memilih mencari toilet lain daripada tersiksa. {ST}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar