Akhir minggu hampir selalu saya
habiskan dengan urusan gereja dan komunitasnya. Begitu pula akhir minggu 12-13
April ini. Tanggal 12 April di agenda saya sudah lama terisi. Di hari Sabtu
itu, saya dan teman-teman di Joyful Choir akan mengunjungi Tante Etty. Tante
Etty adalah orang yang turut berperan dalam perkembangan Joyful Choir (JC).
Sabtu, 12 April 2014
Sudah 2 tahun ini Tante Etty
kesehatannya terganggu dan sampai sekarang belum benar-benar pulih. Karena
itulah kami ingin mengunjunginya untuk berbagi kasih. Tanggal 12 April dipilih
karena jatuh di hari Sabtu dan berdekatan dengan hari ulang tahun Tante Etty.
Segenap anggota Joyful Choir datang
ke sana di siang hari. Saya, yang sebelumnya ikut PMJ dulu, menyusul di siang
harinya. Jalan menuju ke rumahnya sebenarnya tidak terlalu susah dicari. Saya
cukup sering melewati jalan ini. Yang di luar dugaan saya adalah kemacetan. Di
hari Sabtu itu ternyata jalanan Jakarta cukup padat. Jarak tempuh yang tidak
terlalu jauh, harus ditempuh dalam waktu yang cukup lama.
Setiba di sana, keriaan sudah
dimulai. Saya juga langsung bergabung dengan teman-teman yang sudah siap-siap
bernyanyi. Nasi kotak yang lauknya enak semua itu sempat saya abaikan untuk
menyanyi bersama. Yang memimpin bernyanyi adalah adik saya, Yaya, yang juga
menjadi koordinator JC terbaru.
Tanpa direncanakan, di kunjungan ini
ada bagian “cakap-cakap”. Keluarga Silalahi berbagi cerita dengan kami tentang
stroke yang dialami oleh Tante Etty. Perjuangan saat mau berenang, mendampingi
dan menjadi suster bagi Tante Etty yang sedang sakit menjadi pengalaman dan
pelajaran tersendiri bagi keluarga ini. Cerita yang mereka bagikan membuat kami
semua merasa dikuatkan.
Minggu, 13 April 2014
Hari Minggu ini adalah Minggu
Palmarum. Saya datang membawa beberapa daun palem yang saya potong dari pohon
depan rumah. Saya mengikuti kebaktian pukul 09.00 di GKI Kwitang. Saya duduk di
tempat jemaat yang menghadap ke mimbar. Hari ini saya tidak lagi duduk di
bagian penatua. Pelayanan saya sebagai penatua sudah berakhir sehari
sebelumnya.
Pada hari itu, ternyata ada juga
beberapa teman lainnya yang datang kebaktian di jam yang sama. Keriuhan untuk
duduk bersama di gereja terjadi di group komunikasi kami, Joyful Choir, di
WhatsApp. Keriuhan itu berubah menjadi rencana selanjutnya untuk menengok anak
seorang teman kami yang sakit.
Anak teman yang sakit itu bernama
Kisye. Anak ini masih berkerabat dengan saya. kalau mengikuti urutan
silsilahnya, anak ini seharusnya memanggil saya dengan sebutan “Tambi” alias
Nenek. Demi kesan lebih muda, saya dan adik-adik saya lebih sering membahasakan
diri dengan sebutan “Mina”, yang artinya “tante”.
Hari bersama Joyful Choir itu tidak
langsung berakhir ketika selesai menengok Kisye. Setelah itu kami makan bersama
di daerah Tebet, daerah yang memang terkenal dengan banyaknya tempat makan. Daerah
ini juga terkenal sebagai tempat bergaulnya anak muda jaman sekarang.
Obrolan di saat makan siang tidak
hanya berbuahkan kekonyolan. Obrolan ini membuahkan rencana berikutnya, yaitu
mengunjungi teman kami yang baru saja kehilangan kakaknya. Kakaknya ini meninggal
dalam proses melahirkan anaknya yang ke-3, yang kemudian juga wafat menyusul
ibunya. Kakak ini meninggalkan seorang suami dengan 2 orang anak yang masih
kecil-kecil.
Saya selalu merasa sedih ketika ada
anak kecil yang ditinggal mati oleh ibunya. Kesedihan itu bahkan muncul
walaupun saya tidak kenal dengan orang yang meninggal. Kesedihan itu pula yang
saya rasakan ketika mengetahui cerita ini. Apalagi ditambah saya kenal dengan
tante dari anak-anak ini.
Lince, teman kami yang kakaknya baru
meninggal itu, baru saja mendarat dari Medan, kota asalnya. Beberapa dari kami
menanyakan apakah kami boleh datang berkunjung untuk bertemu. Bila boleh,
sebagian dari kami, termasuk saya, tidak akan pulang ke rumah dulu. Kami akan
menghabiskan waktu sembari menunggu Lince tiba di rumah.
Ketika akhirnya Lince menjawab kalau
kami boleh berkunjung, kami pun segera bersiap-siap dengan mengajak teman-teman
lainnya. Kami berkunjung ke rumah kos Lince, yang juga adalah rumah seorang
teman kami. Di ruang tamunya, kami berbagi cerita dan keharuan. Hampir sama
seperti kemarin di rumah Tante Etty, ketika berbagi kami pun merasa terberkati.
Kebersamaan Joyful Choir tidak
berakhir sampai di sini. Kami melanjutkannya dengan makan malam bersama. Tempat
yang kami pilih adalah restoran AH, tempat yang juga sering kami jadikan tempat
berkumpul. Obrolan gembira dan sukacita juga terpancar di tempat ini. Orderan
makanan yang salah kirim tidak menyurutkan sukacita yang kami rasakan. {ST}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar