Senin, 31 Maret 2014
Beringin Putih di Pojokan GKI Kwitang
Di
halaman depan GKI Kwitang, tepatnya di sebelah kanan bila kita berdiri di
pinggir jalan, ada sebuah pohon beringin putih. Pohon ini letaknya tidak
terlalu mencolok. Selain karena lalu lintas orang jarang yang melewatinya, juga
karena tidak banyak orang yang memperhatikan pohon-pohon di sekitar gereja ini.
Sebagai orang yang suka dengan
daun-daunan, pohon yang termasuk langka ini menarik perhatian saya. Lebih
menarik lagi karena pohon ini sering cukup berjasa untuk meneduhkan si Mocil.
Saya memang sukup sering memarkirkan mobil di bawahnya.
Parkiran di bawah pohon beringin
putih ini juga adalah tempat istirahat yang cukup tenang. Ketika saya mengantuk
tetapi harus mengerjakan tanggung jawab di gereja, saya sering mengambil waktu
sejenak untuk beristirahat dan tidur di mobil. Tempat yang paling tenang adalah
di parkiran bawah pohon beringin putih ini. Sebenarnya, di tempat ini juga
terdengar bunyi berisik dari kendaraan di jalan. Tapi memang itulah tempat
paling tenang di halaman gereja itu. Di tempat ini, percakapan di spo satpam
tidak terdengar. Kadang-kadang, saya merasa sangat terganggu bila ada
percakapan bersuara keras di sekitar pos satpam.
Bagi beberapa budaya, beringin putih
memiliki makna tersendiri. Di budaya Jawa, beringin putih dianggap sebagai
simbol pengayom sejati, yang mampu mengayomi diri sendiri, keluarga dan
masyarakat sekitarnya. Orang yang mengayomi bermakna bisa menjadi tempat
berteduh bagi orang lain yang mengalami kesusahan. Kalau dipikir-pikir,
maknanya cocok juga, ya, dengan gereja.
Gereja juga seharusnya menjadi
tempat berteduh bagi orang yang susah. Gereja adalah tempat orang yang letih
lesu dan berbeban berat mendapatkan kelegaan. Gereja adalah pengayom bagi
masyarakat sekitarnya. {ST}
Minggu, 30 Maret 2014
Ulekan Bulat
Bumbu
yang dihaluskan menjadi bagian dari aneka masakan di dunia, apalagi masakan
Indonesia. Yang jelas, masakan Indonesia yang saya kenal dan pernah dibuat di
dapur rumah kami hampir semuanya dihaluskan. Menghaluskannya tidak sembarangan,
harus menggunakan ulekan.
Konon katanya, bumbu yang dihaluskan
dengan menggunakan ulekan + cobek akan lebih enak dibandingkan dengan yang
dihaluskan dengan blender. Saya sendiri belum sempat untuk membandingkannya.
Yang jelas, begitulah yang terjadi di rumah kami. Karena itu, sebanyak apa pun
masakan di rumah kami, cobek dan ulekan selalu menunjukkan perannya.
Bukannya sombong, saya termasuk
orang yang cukup jago menggunakan cobek. Keahlian ini saya dapatkan karena
cukup terlatih mengulek. Setiap kali ada acara masak bersama, saya sering
mendapatkan tugas mengulek. Entah itu mengulek sambel atau bumbu. Untuk tugas
lainnya, saya kurang mahir. Sreng sreng di depan kompor hanya untuk orang-orang
yang ahli saja. Sedangkan saya, dari dulu nggak naik-naik pangkat. Kalau nggak
jadi tukang kupas bumbu, jadi tukang ulek. Sekali lagi, jago itu bukan karena
sombong, lo.
Ketika berada di sebuah rumah di
Kabanjahe, saya berniat membantu mengulek serai yang akan kami makan bersama
ikan goreng. Makanan ini sebenarnya adalah makanan khas Dayak yang sengaja mau
kami perkenalkan kepada tuan rumah yang sudah berbaik hati menampung kami.
Saya, yang merasa jago mengulek, langsung saja mengambil posisi mengulek.
Cobek yang kami gunakan bentuknya
biasa saja. Yang luar biasa adalah ulekannya. Ulekannya bentuknya bulat. Jadi
kalau mau mengulek, tangan harus menggenggam bulatan itu. Aneh rasanya.
Keahlian saya mengulek mendadak menurun dengan menggunakan peralatan ini.
Tangan saya berkali-kali pegal sampai saya harus berganti tangan beberapa kali
untuk menghaluskan serai itu. {ST}
Sabtu, 29 Maret 2014
Memberantas Buta Internet
Sebuah
perusahaan operator HP sedang melakukan kampanye untuk memberantas buta
internet. Tentu saja kampanye ini juga membawa merknya. Diharapkan kampanye ini
meningkatkan banyaknya pengguna internet yang menggunakan jasa operator ini.
Internet saat ini memang sudah
menjadi kebutuhan banyak orang. Banyak bisnis yang bertumbuh dengan menggunakan
internet, termasuk juga media online. Generasi sekarang ini hampir semuanya
sudah tahu apa itu internet. Selain sebagai sumber informasi, internet juga
menjadi sumber hiburan.
Selain banyak gunanya, internet juga
punya banyak dampak negatif. Dampak negatif ini sering diberitakan di berbagai
media. Tak heran, banyak orang-orang yang belum mengenal internet menganggap
kalau makhluk ini hanya membawa dampak buruk. Tak jarang saya temui orang tua yang
mengomel karena anaknya gemar menelusuri internet.
Saya juga pernah dikejutkan oleh
seorang pendeta yang mengatakan kalau internet itu seperti setan yang coba
menggoda anak-anak Tuhan. Berhubung saya sedang duduk manis di kursi jemaat,
saya tidak mungkin protes kepada orang yang sedang berteriak di mimbar itu.
Saya tidak sependapat dengannya. Saya juga memandang tidak baik bila seorang
pemuka agama menghakimi tanpa tahu
secara imbang tentang faktanya. Menurut saya, internet itu sama seperti
air atau api. Bila kita tahu penggunaannya dan bisa mengelolanya, maka akan
menjadi berguna bagi manusia. Bila tidak bisa mengelola dan mengendalikan, maka
akan menjadi bencana.
Ketika tahu ada kampanye memberantas
buta internet, tidak perlu waktu laam bagi saya untuk mendukungnya. Saya
mengadakan kampanye sendiri tanpa melibatkan si operator telepon yang
memberikan ide ini ke saya. Bila ada kesempatan, saya akan memberikan informasi
tentang internet bagi orang-orang yang belum tahu. Walaupun masih banyak hal
yang belum saya mengerti, ternyata masih banyak orang lain yang pengertiannya
tentang internet tidak lebih banyak daripada saya. {ST}
Jumat, 28 Maret 2014
Mengomentari Komentar Rasis
Saya cukup sering membuka situs
berita. Selain untuk tahu berita terkini, kadang-kadang juga untuk mencari ide
tulisan. Setelah membaca berita, biasanya saya langsung beralih ke bacaan
lainnya. Saya sangat jarang membaca komentar yang ada di bawah berita. Selain
karena kurang peduli pada pendapat orang lain, juga karena biasanya komentar
itu enggak ada gunanya.
Bila beritanya terkait soal agama
atau suku, komentar yang mengiringinya juga tak jauh dari itu. Komentar-komentar
itu kadang-kadang saling menjelekkan orang yang beragama atau bersuku lain.
Menurut saya, orang-orang yang seperti ini pikirannya sangat sempit dan penuh
kebencian. Betul-betul komentar yang tidak berguna.
Suatu kali, saya pernah terpancing
untuk mengomentari komentar yang sangat rasis. Komentar yang sangat merendahkan
orang lain yang bukan 1 suku dengan komentator. Saya sudah mengetik komentar
yang saya yang mencela komentar ini. Saya mengomentari betapa orang ini kurang
dapat menggunakan otaknya dengan baik. Keberagaman dunia hanya dipandang
sebagai seragam.
Ketika di saat-saat terakhir mau
mengirimkan komentar itu, saya membatalkannya. Komentar itu tidak pernah
terkirim di situs berita itu. Tidak hanya membatalkan mengirim, saya juga
menghapusnya. Saat itu, tiba-tiba timbul pikiran tidak ada gunanya menanggapi
orang yang seperti itu. Ada juga pikiran, apakah saya seorang pengecut? Saya
selalu membuat tulisan dan komentar dengan nama asli saya. Apakah nantinya
kebencian manusia rasis itu akan menghampiri saya dengan melacak nama asli
saya? Entahlah.
Saat saya membuat tulisan ini, saya
menjadi makin yakin, kalau menanggapi orang yang tidak perlu ditanggapi itu
rasanya pilihan yang tepat. Terserah dia saja untuk menggunakan waktu dan
pikirannya untuk membenci orang yang berbeda dengan dia. Saya tidak perlu
memberikan reaksi apa pun. Iya, kan? {ST}
Langganan:
Postingan (Atom)
Popular Posts
-
Di rumah kami ada burung tekukur yang dipelihara dalam sangkar di depan rumah. Burung tekukur ini pernah dikira sudah ...
-
Kacamata kuda adalah istilah yang sering digunakan sebagai kalimat kiasan. Orang yang memakai kacamata kuda artinya ...
-
Butuh bujang alias rumput belulang sangat akrab dengan masa kecil saya di Kalimantan. Bagian buah dari tumbuhan ini be...
-
Entah mengapa saya sering kesetrum saat memencet tombol lift. Semula saya pikir karena ada kerusakan pada tombol lift i...
-
Jeroan adalah makanan dengan banyak peminat di Indonesia. Bagian dalam hewan ini umum dijadikan bagian menu masakan. Di...
-
Buah kanjat adalah buah yang umumnya tumbuh di Kalimantan. Buah yang tumbuh liar ini dimanfaatkan penduduk Kalimantan seba...
-
Ini dia anak kucing yang terjebak di saluran air itu Di suatu akhir minggu, terdengar bunyi mengeong dari dalam rum...
-
Dalam budaya Jawa, gong sering digunakan sebagai penanda. Pada beberapa acara, gong dibunyikan bila ada tamu kehorm...
-
The 7 habits of highly effective people. Sumber: Dunamis Buku The 7 Habits of Highly Effective People adalah salah...
-
Buah salak biasanya berisi 3 bagian. Kalau belum matang benar, biasanya ada bagian buah yang ukurannya besar, ada yang...
Isi blog ini
-
▼
2014
(1584)
-
▼
Maret
(125)
- Jalanan Jakarta #121
- Museum Karo Lingga #2
- Beringin Putih di Pojokan GKI Kwitang
- Daun Cantik #457
- Jalanan Jakarta #120
- Museum Karo Lingga #1
- Ulekan Bulat
- Daun Cantik #456
- Jalanan Jakarta #119
- Kota Kabanjahe #42
- Memberantas Buta Internet
- Daun Cantik #455
- Mengomentari Komentar Rasis
- Jalanan Jakarta #118
- Kota Kabanjahe #41
- Lotek Teteg
- Daun Cantik #454
- Jalanan Jakarta #117
- Kota Kabanjahe #40
- Ortu Korban Pembunuhan Menjadi Model Iklan
- Daun Cantik #453
- Jalanan Jakarta #116
- Kota Kabanjahe #39
- Air Minum Dalam Kemasan Sudah Umum
- Daun Cantik #452
- Jalanan Jakarta #115
- Kota Kabanjahe #38
- Khotbah Tentang Nama Saya
- Daun Cantik #451
- Jalanan Jakarta #114
- Kota Kabanjahe #37
- Odong-Odong Malang
- Daun Cantik #450
- Jalanan Jakarta #113
- Kota Kabanjahe #36
- Durian Kabanjahe
- Daun Cantik #449
- Jalanan Jakarta #112
- Kota Kabanjahe #35
- Duduk Terpisah di GBKP
- Daun Cantik #448
- Jalanan Jakarta #111
- Kota Kabanjahe #34
- Pembunuh Cemen yang Disiksa
- Daun Cantik #447
- Jalanan Jakarta #110
- Kota Kabanjahe #33
- Ketika Pak Gubernur Nyapres
- Daun Cantik #446
- Jalanan Jakarta #109
- Kota Kabanjahe #32
- Gebrakan Ibu Risma
- Daun Cantik #445
- Jalanan Jakarta #108
- Kota Kabanjahe #31
- Es Buah Jagung
- Daun Cantik #444
- Jalanan Jakarta #107
- Kota Kabanjahe #30
- Wika Pemanas Air
- Daun Cantik #443
- Jalanan Jakarta #106
- Kota Kabanjahe #29
- Profesor Gadungan
- Daun Cantik #442
- Jalanan Jakarta #105
- Kota Kabanjahe #28
- Cantik yang Nggak Cantik
- Daun Cantik #441
- Jalanan Jakarta #104
- Kota Kabanjahe #27
- Bawang Merah Bawang Putih Selalu Bersama
- Daun Cantik #440
- Jalanan Jakarta #103
- Kota Kabanjahe #26
- Ban Berjalan di Bandara
- Daun Cantik #439
- Jalanan Jakarta #102
- Kota Kabanjahe #25
- Pengampunan Seorang Ibu
- Daun Cantik #438
- Jalanan Jakarta #101
- Kota Kabanjahe #24
- Tumpukan Sampah Bau Setelah Banjir
- Daun Cantik #437
- Jalanan Jakarta #100
- Kota Kabanjahe #23
- Bolpen Senter
- Daun Cantik #436
- Jalanan Jakarta #99
- Kota Kabanjahe #22
- Odong-odong Kereta Api
- Daun Cantik #435
- Jalanan Jakarta #98
- Kota Kabanjahe #21
- Kamar Kuning di Kabanjahe
- Daun Cantik #434
- Jalanan Jakarta #97
- Kota Kabanjahe #20
- Bank Penjual Bakso
-
▼
Maret
(125)