Ana

Jumat, 28 Februari 2014

Jalanan Jakarta #90





Kota Kabanjahe #13





Kolam Teratai di Rumah Kami




            Pada waktu kami kecil dulu, ada kolam teratai di rumah kami. Rumah besar berhalaman besar di daerah Sampit itu memang dihiasi dengan sebuah kolam. Kolam ini sebenarnya hanya berbentuk lobang segi empat di tanah. Yang membuatnya istimewa adalah tanaman teratai yang ada di dalamnya.
            Kolam teratai ini diberi pagar berupa papan yang cukup tinggi. Untuk badan saya yang saat itu masih kecil, pagar itu sangat tinggi. Pagar itu tidak bisa dipanjat, bahkan oleh orang dewasa sekalipun. Untuk masuk ke dalam kolam teratai, kita harus melewati sebuah pintu kayu.
            Dulu saya sempat berkhayal, kalau pagar itu dibuat supaya teratai indah di dalam kolam itu tidak ngabur. Tentu saja pikiran ini terasa konyol ketika saya beranjak dewasa. Namun, waktu saya kecil dulu, itu adalah pikiranyang masuk akal. Sama seperti pagar-pagar lainnya. Pagar di kandang bebek untuk menjaga supaya bebek tidak keluar kandang. Pagar di sekitar rumah juga untuk menjaga supaya anak-anak kecil seperti kami tidak keluar ke jalan raya.
            Baru belakangan saya menyadari, sebenarnya pagar itu dibuat supaya tidak ada orang yang jatuh ke dalam kolam itu. Seperti disebutkan tadi, kolam itu berbentuk lobang segi empat di tanah. Kalau tanpa pagar, tidak ada yang membatasi bibir kolam dengan jalan yang baisa dilalui. Bisa-bisa orang yang lewat tanpa sengaja terjatuh ke dalam kolam. Belum lagi ketika malam datang. Wah, bisa-bisa banyak yang kecemplung!
            Salah satu hal yang paling saya ingat dari kolam teratai di rumah kami itu tentu saja buang teratainya. Bunga ini mekar dengan indah di kala siang dan tenggelam di kala malam. Karena itu, saya selalu menyempatkan diri untuk mampir ke kolam teratai ketika pulang sekolah. Mampir ke kolam teratai ini saya lakukan selama bertahun-tahun sampai tugan sekolah cukup membuat saya sibuk. Saking sibuknya, saya melupakan kunjungan ke kolam teratai itu.
            Saya kembali teringat pada kolam teratai ketika berkunjung ke sebuah restoran. Di restoran ini ada kolam ikan yang dihiasi dengan teratai. Teratai itu tampak menyendiri di tengah kolam. Bunganya menunduk karena hari sudah menjelang sore. Daunnya bolong-bolong dan tampak tidak terawat. Sangat berbeda nasibnya dengan teratai di kolam kami dulu. {ST}

Daun Cantik #426





Kamis, 27 Februari 2014

Jalanan Jakarta #89





Kota Kabanjahe #12





Bentor Bersponsor di Medan




            Bentor dan kota Medan seakan menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Bentor memang menjadi bagian dari kehidupan di Medan sejak lama. Alat transportasi berbentuk becak dengan sepeda motor di samping ini konon sudah ada di kota ini sejak republik ini belum lahir. Sepeda motor yang digunakan untuk bentor kabarnya ada yang berasal dari peninggalan para tentara yang dulu kita sebut dengan penjajah.

            Di awal tahun 2014, tahun pemilu di RI, bentor menjadi salah satu alat untuk kampanye. Penutup bentor digunakan sebagai tempat pajang untuk menunjukkan jati diri para caleg. Penutup bentor ini umumnya terlihat baru, ada juga yang mengkilap dan berkualitas cukup baik. Warna-warni yang ditampilkan oleh para caleg senada dengan parpol yang mendukungnya.

            Awalnya, saya merasa agak terganggu melihat wajah para caleg di bentor. Lama-lama, saya malah menikmatinya. Rasa syukur juga akhirnya bisa saya rasakan ketika melihat sebuah bentor tanpa sponsor. Bentor tanpa sponsor caleg yang saya lihat itu terlihat sanagt kumuh dengan penutup yang terlihat compang-camping. Berbeda dengan bentor-bentor yang disponsori para caleg, atapnya masih bagus.

            Saya memotret beberapa di antara bentor-bentor bersponsor itu. Foto-foto ini kelak akan menjadi sejarah mengingat pemilu legislatif tidak dilakukan setiap saat. Orang-orang yang saat ini nyaleg, mungkin akan menang atau kalah kemudian. Mungkin suatu saat nanti, mereka akan mengenang masa-masa menjadi sponsor untuk bentor. {ST}

Daun Cantik #425





Rabu, 26 Februari 2014

Jalanan Jakarta #88





Kota Kabanjahe #11





Timbangan Pasar




            Timbangan pasar adalah sesuatu yang saat ini umum ditemui di pasar. Suatu saat nanti, kemungkinan timbangan ini akan segera punah. Di beberapa pasar yang lebih modern, timbangan pasar yang menggunakan batu tumbangan berbentuk pundi-pundi silinder sudah tidak digunakan lagi. Mereka menggunakan timbangan dengan penunjuk jarum atau juga yang digital.

            Kepunahan timbangan pasar ini juga ditandai dengan kepindahan timbangan ini ke restoran bernuansa vintage. Timbangan-timbangan itu dianggap sebagai peninggalan masa lalu, sama seperti lampu teplok. Timbangan itu dipajang untuk dikenang dan untuk memperindah ruangan.
            Sebuah timbangan pasar, terbagi menjadi 2 bagian. Satu bagian buat bahan yang mau ditimbang. Satu bagiannya lagi untuk tempat anak timbangan. Anak timbangan ini ada beberapa ukuran yang menandakan beratnya. Ukuran terbesar biasanya 1 kg. 

            Di pasar dekat rumah kami di Cempaka Putih, timbangan jenis ini masih sering ditemukan. Walaupun masih bisa digunakan, timbangan ini umumnya agak kumal dan kotor. Nuansa pasar sanagt melekat pada timbangan ini. Wujudnya memang makin pantas saja untuk menjadi penghuni museum. {ST}

Daun Cantik #424





Selasa, 25 Februari 2014

Jalanan Jakarta #87





Kota Kabanjahe #10





Peti Harta Karun di Pasar





            Selalu ada yang menarik di setiap pasar. Salah satu hal yang cukup menarik bagi saya adalah peti milik seorang pedagang ayam. Peti hitam yang kucel ini menimbulkan imajinasi sendiri dalam pikiran saya. Peti itu mengingatkan pada peti harta karun.
            Dari pemandangan sekilas, tampakanya peti ini memang berisi harta karun berupa uang. Penjual ayam itu memasukkan uang yang diterimanya di dalam peti kucel itu. Sepertinya, tidak hanya omset juala ayam yang ada di dalam peti itu. Kok, malah jadi penasaran, ya, kira-kira isinya apa. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini