Jumat, 28 Februari 2014
Kolam Teratai di Rumah Kami
Pada
waktu kami kecil dulu, ada kolam teratai di rumah kami. Rumah besar berhalaman
besar di daerah Sampit itu memang dihiasi dengan sebuah kolam. Kolam ini
sebenarnya hanya berbentuk lobang segi empat di tanah. Yang membuatnya istimewa
adalah tanaman teratai yang ada di dalamnya.
Kolam teratai ini diberi pagar
berupa papan yang cukup tinggi. Untuk badan saya yang saat itu masih kecil,
pagar itu sangat tinggi. Pagar itu tidak bisa dipanjat, bahkan oleh orang
dewasa sekalipun. Untuk masuk ke dalam kolam teratai, kita harus melewati
sebuah pintu kayu.
Dulu saya sempat berkhayal, kalau pagar
itu dibuat supaya teratai indah di dalam kolam itu tidak ngabur. Tentu saja
pikiran ini terasa konyol ketika saya beranjak dewasa. Namun, waktu saya kecil
dulu, itu adalah pikiranyang masuk akal. Sama seperti pagar-pagar lainnya.
Pagar di kandang bebek untuk menjaga supaya bebek tidak keluar kandang. Pagar
di sekitar rumah juga untuk menjaga supaya anak-anak kecil seperti kami tidak
keluar ke jalan raya.
Baru belakangan saya menyadari,
sebenarnya pagar itu dibuat supaya tidak ada orang yang jatuh ke dalam kolam
itu. Seperti disebutkan tadi, kolam itu berbentuk lobang segi empat di tanah.
Kalau tanpa pagar, tidak ada yang membatasi bibir kolam dengan jalan yang baisa
dilalui. Bisa-bisa orang yang lewat tanpa sengaja terjatuh ke dalam kolam.
Belum lagi ketika malam datang. Wah, bisa-bisa banyak yang kecemplung!
Salah satu hal yang paling saya
ingat dari kolam teratai di rumah kami itu tentu saja buang teratainya. Bunga
ini mekar dengan indah di kala siang dan tenggelam di kala malam. Karena itu,
saya selalu menyempatkan diri untuk mampir ke kolam teratai ketika pulang
sekolah. Mampir ke kolam teratai ini saya lakukan selama bertahun-tahun sampai
tugan sekolah cukup membuat saya sibuk. Saking sibuknya, saya melupakan kunjungan
ke kolam teratai itu.
Saya kembali teringat pada kolam
teratai ketika berkunjung ke sebuah restoran. Di restoran ini ada kolam ikan
yang dihiasi dengan teratai. Teratai itu tampak menyendiri di tengah kolam.
Bunganya menunduk karena hari sudah menjelang sore. Daunnya bolong-bolong dan
tampak tidak terawat. Sangat berbeda nasibnya dengan teratai di kolam kami
dulu. {ST}
Kamis, 27 Februari 2014
Bentor Bersponsor di Medan
Bentor dan kota Medan seakan menjadi
bagian yang tidak terpisahkan. Bentor memang menjadi bagian dari kehidupan di
Medan sejak lama. Alat transportasi berbentuk becak dengan sepeda motor di
samping ini konon sudah ada di kota ini sejak republik ini belum lahir. Sepeda
motor yang digunakan untuk bentor kabarnya ada yang berasal dari peninggalan
para tentara yang dulu kita sebut dengan penjajah.
Di awal tahun 2014, tahun pemilu di
RI, bentor menjadi salah satu alat untuk kampanye. Penutup bentor digunakan
sebagai tempat pajang untuk menunjukkan jati diri para caleg. Penutup bentor
ini umumnya terlihat baru, ada juga yang mengkilap dan berkualitas cukup baik.
Warna-warni yang ditampilkan oleh para caleg senada dengan parpol yang
mendukungnya.
Awalnya, saya merasa agak terganggu
melihat wajah para caleg di bentor. Lama-lama, saya malah menikmatinya. Rasa
syukur juga akhirnya bisa saya rasakan ketika melihat sebuah bentor tanpa
sponsor. Bentor tanpa sponsor caleg yang saya lihat itu terlihat sanagt kumuh
dengan penutup yang terlihat compang-camping. Berbeda dengan bentor-bentor yang
disponsori para caleg, atapnya masih bagus.
Saya memotret beberapa di antara
bentor-bentor bersponsor itu. Foto-foto ini kelak akan menjadi sejarah
mengingat pemilu legislatif tidak dilakukan setiap saat. Orang-orang yang saat
ini nyaleg, mungkin akan menang atau kalah kemudian. Mungkin suatu saat nanti,
mereka akan mengenang masa-masa menjadi sponsor untuk bentor. {ST}
Rabu, 26 Februari 2014
Timbangan Pasar
Timbangan pasar adalah sesuatu yang saat ini umum ditemui di pasar. Suatu
saat nanti, kemungkinan timbangan ini akan segera punah. Di beberapa pasar yang
lebih modern, timbangan pasar yang menggunakan batu tumbangan berbentuk
pundi-pundi silinder sudah tidak digunakan lagi. Mereka menggunakan timbangan
dengan penunjuk jarum atau juga yang digital.
Kepunahan timbangan pasar ini juga
ditandai dengan kepindahan timbangan ini ke restoran bernuansa vintage. Timbangan-timbangan itu
dianggap sebagai peninggalan masa lalu, sama seperti lampu teplok. Timbangan
itu dipajang untuk dikenang dan untuk memperindah ruangan.
Sebuah timbangan pasar, terbagi
menjadi 2 bagian. Satu bagian buat bahan yang mau ditimbang. Satu bagiannya
lagi untuk tempat anak timbangan. Anak timbangan ini ada beberapa ukuran yang
menandakan beratnya. Ukuran terbesar biasanya 1 kg.
Di pasar dekat rumah kami di Cempaka
Putih, timbangan jenis ini masih sering ditemukan. Walaupun masih bisa
digunakan, timbangan ini umumnya agak kumal dan kotor. Nuansa pasar sanagt
melekat pada timbangan ini. Wujudnya memang makin pantas saja untuk menjadi
penghuni museum. {ST}
Selasa, 25 Februari 2014
Peti Harta Karun di Pasar
Selalu
ada yang menarik di setiap pasar. Salah satu hal yang cukup menarik bagi saya
adalah peti milik seorang pedagang ayam. Peti hitam yang kucel ini menimbulkan
imajinasi sendiri dalam pikiran saya. Peti itu mengingatkan pada peti harta
karun.
Dari pemandangan sekilas, tampakanya
peti ini memang berisi harta karun berupa uang. Penjual ayam itu memasukkan
uang yang diterimanya di dalam peti kucel itu. Sepertinya, tidak hanya omset
juala ayam yang ada di dalam peti itu. Kok, malah jadi penasaran, ya, kira-kira
isinya apa. {ST}
Langganan:
Postingan (Atom)
Popular Posts
-
Di rumah kami ada burung tekukur yang dipelihara dalam sangkar di depan rumah. Burung tekukur ini pernah dikira sudah ...
-
Jeroan adalah makanan dengan banyak peminat di Indonesia. Bagian dalam hewan ini umum dijadikan bagian menu masakan. Di...
-
Kacamata kuda adalah istilah yang sering digunakan sebagai kalimat kiasan. Orang yang memakai kacamata kuda artinya ...
-
Rotan adalah salah satu sumber daya yang banyak tumbuh di Kalimantan. Tumbuhan ini tumbuh liar di hutan. Ada pula y...
-
Saya ingat sekali AC pertama yang ada di rumah kami. Saat itu saya masih kecil, masih bersekolah di SD, menjelang S...
-
Di rumah kami cukup banyak furnitur berbahan kayu eboni. Kayu eboni yang dikenal juga dengan nama kayu hitam ini warna...
-
Bila sedang makan di rumah makan, saya sering memperhatikan es batu yang menjadi pelengkap sajian minuman. Es bat...
-
Museum Listrik dan Energi Baru terletak di Taman Mini Indonesia. Museum ini terdiri dari 2 bangunan utama dengan bentu...
-
Saya sangat terkesan saat melihat buah mangga yang dibentuk seperti bunga ini. Buah mangga itu dijual sebagai makanan ...
-
Di rumah tempat tinggal saya waktu kecil dulu ada 2 bak besar. Sebuah bak bentuknya silinder, yang satunya lagi bentu...
Isi blog ini
-
▼
2014
(1584)
-
▼
Februari
(113)
- Jalanan Jakarta #90
- Kota Kabanjahe #13
- Kolam Teratai di Rumah Kami
- Daun Cantik #426
- Jalanan Jakarta #89
- Kota Kabanjahe #12
- Bentor Bersponsor di Medan
- Daun Cantik #425
- Jalanan Jakarta #88
- Kota Kabanjahe #11
- Timbangan Pasar
- Daun Cantik #424
- Jalanan Jakarta #87
- Kota Kabanjahe #10
- Peti Harta Karun di Pasar
- Daun Cantik #423
- Jalanan Jakarta #86
- Kota Kabanjahe #9
- Pengakuan Iman di Pemakaman
- Daun Cantik #422
- Jalanan Jakarta #85
- Kota Kabanjahe #8
- Abu Vulkanik di Gelas
- Daun Cantik #421
- Jalanan Jakarta #84
- Kota Kabanjahe #7
- Pajak di Kabanjahe
- Daun Cantik #420
- Jalanan Jakarta #83
- Kota Kabanjahe #6
- Warung Makan Ampera
- Daun Cantik #419
- Jalanan Jakarta #82
- Kota Kabanjahe #5
- Setia Tanpa Pamrih Publikasi
- Daun Cantik #418
- Jalanan Jakarta #81
- Kota Kabanjahe #4
- Mural Suara Hati
- Daun Cantik #417
- Jalanan Jakarta #80
- Kota Kabanjahe #3
- Pantai Indrayanti
- Daun Cantik #416
- Jalanan Jakarta #79
- Kota Kabanjahe #2
- Stiker Bobo di Kabanjahe
- Daun Cantik #415
- Presiden Kelud
- Jalanan Jakarta #78
- Kota Kabanjahe #1
- Angkutan Lintas Sumatra
- Daun Cantik #414
- Jalanan Jakarta #77
- Hanya Petani
- Gua Pindul #6
- Daun Cantik #413
- Jalanan Jakarta #76
- Gua Pindul #5
- Daun Cantik #412
- Jalanan Jakarta #75
- Ketahanan Pangan dan Terang di Pojokan
- Gua Pindul #4
- Daun Cantik #411
- Jalanan Jakarta #74
- Cipera
- Gua Pindul #3
- Daun Cantik #410
- Jalanan Jakarta #73
- Tasak Telu
- Gua Pindul #2
- Daun Cantik #409
- Cashan
- Jalanan Jakarta #72
- Gua Pindul #1
- Charger Corner
- Daun Cantik #408
- Jalanan Jakarta #71
- Pantai Indrayanti #9
- Bak Tanpa Keran
- Daun Cantik #407
- Jalanan Jakarta #70
- Pantai Indrayanti #8
- Minuman Cap Badak
- Daun Cantik #406
- Jalanan Jakarta #69
- Pantai Indrayanti #7
- Gua Pindul
- Daun Cantik #405
- Jalanan Jakarta #68
- Pantai Indrayanti #6
- Para Penguasa Media Massa yang Memaksa
- Daun Cantik #404
- Jalanan Jakarta #67
- Pantai Indrayanti #5
- Mihun Kari Ayam di Kedai Kopi Lomfat
- Daun Cantik #403
- Jalanan Jakarta #66
- Pantai Indrayanti #4
- Buah Duwet Alias Jambolan
-
▼
Februari
(113)