Memberikan hadiah kepada orang selalu menjadi pergumulan tersendiri bagi
saya. Sudah berkali-kali rasanya, sejak kecil dulu, saya memberikan hadiah yang
“salah”. Bisa dikatakan “salah” karena yang menerimanya tidak menganggapnya
sebagai hadiah.
Kepribadian
saya yang agak kurang gaul ditambah pula selera saya yang tidak sejalan dengan
selera pasar memang membuat saya kurang mengerti selera orang-orang. Kalau
orangnya tidak bergaul dekat dengan saya, saya tidak tahu apa yang menjadi
keinginan dan impiannya. Dan, kalau orang itu adalah orang yang saya berikan
kado, kadang-kadang kadonya menjadi “salah”.
Karena bingung apa yang mau diberikan
ke orang tersebut, biasanya saya memberikan hadiah menurut selera saya sendiri.
Waktu kecil dulu, saya akan memberikan alat tulis, pajangan atau celengan.
Makin dewasa, makin saya bingung mau memberikan apa.
Pernah suatu
kali, saya memberikan jaket ke seseorang. Baru kemudian saya tahu, ternyata dia
tidak suka jaket seperti itu, jaket yang ada topi di bagian belakangnya. Itu
juga alasannya jaket yang saya berikan itu tidak pernah dipakai, bahkan
kemudian disumbangkankek orang lain.
Pernah juga
saya memberikan payung kepada seorang pria, mantan pacar saya. Saat itu saya
sangat prihatin karena dia sering kehujanan. Dengan niat untuk menunjukkan
perhatian, saya berikan payung hitam dengan teknologi tercanggih, yang bisa
dibuka dengan memencet sebuah tombol. Ternyata, hadiah saya ini juga tidak
“ketrimo”. Payung itu tidak pernah digunakan karena dia malu.
Akhir-akhir
ini, saya lebih sering memberi hadiah buku. Hadiah ini lebih netral dan umumnya
bisa diterima dengan baik, terutama bila isi bukunya mencerminkan minat orang
yang diberikan. Kadang-kadang, hadiah buku juga sering “salah sasaran” kalau
penerimanya adalah orang yang tidak suka membaca. Yeah…yang penting saya tulus
memberikannya. {ST}