Ana

Sabtu, 31 Maret 2012

Buah Kesukaanku Sering Dituduh Sayur



            Tomat, buah yang matangnya berwarna oranye itu adalah buah kesukaanku. Cara memakannya cukup mudah, hanya tinggal dipotong (itupun karena terlalu besar di mulut) dan langsung dimakan. Tidak perlu dikupas. Tomat juga terasa lezat kalau dibuat es tomat. Seperti es buah dengan tomat sebagai bahan buahnya.
            Bagi beberapa orang, buah ini sering digolongkan sebagai sayur. Dalam pasar tradisional, buah ini memang lebih sering terlihat bersama sayur-sayuran disbanding bersama buah-buahan. Tidak berbeda dengan grouping di pasar modern, buah dengan vitamin C melimpah ini juga digolongkan sebagai sayur.
            Penggolongan buah ini sebagai sayur, bagi sebagian orang bukanlah masalah penting yang harus dibahas. Pembahasan ini hanya muncul bila ada orang yang menjawab “tomat” bila ditanyakan apa buah kesukaannya. Yang menanyakan biasanya akan mengerutkan kening atau mengangkat alis sambil berkata “Itu kan sayur.”
            Pembahasan tomat masuk dalam kategori buah atau sayur ini sering kali memakan waktu cukup lama. Lebih lama dari jalannya transaksi pembelian tomat dan proses memakannya. Apapun kata dunia, menurut saya tomat adalah buah dan tomat adalah buah kesukaan saya. {ST}

Jumat, 30 Maret 2012

Kalau Tertutup Artinya Ada Isinya



            Di rumah kami, yang mayoritas penghuninya perempuan. Kamar mandi adalah sesuatu yang sangat penting. Dari 2 buah kamar mandi di lantai 2 tempat kami tinggal, hanya 1 kamar mandi yang berfasilitas lengkap. Fasilitas lengkap ini dalam hal ada bak mandi, shower, tempat peralatan mandi, jam dinding, dan pintu.
            Pintu yang menjadi penutup dan juga penghubung kamar mandi ini dengan dunia luar adalah pintu geser. Bertahun-tahun lalu, pintu ini masih bisa dikunci seperti layaknya sebuah pintu kamar mandi. Saat ini pintu ini sudah berubah, kuncinya sudah tidak berfungsi lagi. kesepakatan di rumah kami, apabila pintu ini tertutup artinya ada yang menggunakan kamar mandi. Dan bila ada yang berani-berani membuka, maka akan disiram dengan air plus omelan berjam-jam. {ST}

Cagar Budaya



            Beberapa waktu belakangan ini ada beberapa kegiatan yang membuat saya harus lebih mengenal konsep cagar budaya. Maka mulailah saya mengumpulkan informasi – yang semula untuk pengetahun diri sendiri – tapi sepertinya juga berguna bagi orang lain. Maka, tulisan saya itu juga saya muat di blog ini.
Cagar budaya adalah kegiatan untuk menjaga atau melakukan konservasi terhadap benda-benda alam atau buatan manusia yang dianggap memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Di Indonesia, benda cagar budaya harus berumur sekurang-kurangnya 50 tahun (UU No.5 tahun 1992).

Definisi benda cagar budaya menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya ada dua, yaitu:

  1. Benda buatan manusia yang bergerak, maupun tidak bergerak yang merupakan kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
  2. Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan

Benda cagar budaya memiliki sifat unik (unique), langka, rapuh, tidak dapat diperbaharui (non-renewable), tidak bisa digantikan oleh teknologi dan bahan yang sama, dan penting (significant) karena merupakan bukti-bukti aktivitas manusia masa lampau.


Kriteria, Tolok Ukur, dan Penggolongan benda cagar budaya


Berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 9 Tahun 1999 Bab IV, dijabarkan tolok ukur kriteria sebuah bangunan cagar budaya adalah :

1. Tolok ukur nilai sejarah, dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa perjuangan, ketokohan, politik, sosial, budaya yang menjadi simbol nilai kesejarahan pada tingkat nasional dan atau Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

2. Tolok ukur umur, dikaitkan dengan usia sekurang-kurangnya 50 tahun.

3. Tolok ukur keaslian, dikaitkan dengan keutuhan baik sarana dan prasarana lingkungan maupun struktur, material, tapak bangunan dan bangunan di dalamnya.

4. Tolok ukur tengeran atau landmark, dikaitkan dengan keberadaaan sebuah bangunan tunggal monumen atau bentang alam yang dijadikan simbol dan wakil dari suatu lingkungan sehingga merupakan tanda atau tengeran lingkungan tersebut.

5. Tolok ukur arsitektur, dikaitkan dengan estetika dan rancangan yang menggambarkan suatu zaman dan gaya tertentu.

Dari kriteria dan tolok ukur di atas lingkungan cagar budaya diklasifikasikan dalam 3 golongan, yakni:

1. Golongan I: lingkungan yang memenuhi seluruh kriteria, termasuk yang mengalami sedikit perubahan tetapi masih memiliki tingkat keaslian yang utuh.

2. Golongan II: lingkungan yang hanya memenuhi 3 kriteria, telah mengalami perubahan namun masih memiliki beberapa unsur keaslian.

3. Golongan III: lingkungan yang hanya memenuhi 3 kriteria, yang telah banyak perubahan dan kurang mempunyai keaslian.


Bangunan cagar budaya sendiri dibagi dalam 3 golongan, yaitu:

1. Bangunan cagar budaya Golongan A (Utama), yaitu bangunan cagar budaya yang memenuhi 4 (empat) kriteria, dan harus dipertahankan dengan cara preservasi ..

2. Bangunan cagar budaya Golongan B (Madya), yaitu bangunan cagar budaya yang memenuhi 3 (tiga) kriteria dan bangunan cagar budaya ini dapat dilakukan pemugaran dengan cara restorasi/rehabilitasi atau rekonstruksi..

3. Bangunan cagar budaya Golongan C (Pratama), yaitu bangunan cagar budaya yang memenuhi 2 (dua) kriteria dan bangunan cagar budaya ini dapat dilakukan pemugaran dengan cara revitalisasi/adaptasi.


Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan A


Bangunan dilarang dibongkar dan atau diubah

Apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya.

Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama / sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada

Dalam upaya revitalisasi memungkinkan adanya penyesuaian / perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya

Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya memungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama

Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan B


Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja, dan apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya

Pemeliharan dan perawatan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah pola tampak depan, atap, dan warna, serta dengan mempertahankan detail dan ornamen bangunan yang penting.

Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi memungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan

Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama

Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan C

Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan pola tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap bangunan

Detail ornamen dan bahan bangunan disesuaikan dengan arsitektur bangunan disekitarnya dalam keserasian lingkungan

Penambahan Bangunan di dalam perpetakan atau persil hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan

Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana Kota

{ST – dari berbagai sumber}

Kamis, 29 Maret 2012

Memotret Tempat Parkir


            Dalam kesempatan berkunjung ke mall ataupun gedung-gedung yang dilengkapi dengan gedung parkir lainnya, dan harus menyetir mobil sendiri, saya sering lupa tempat memarkir mobil. Lupa ini biasanya terjadi karena saya memang tidak memperhatikan ketika memarkir mobil. Ketika tempat sudah didapat, langsung keluar menuju tempat yang memang sebenarnya dituju. Lupa makin menjadi-jadi kalau pergi bersama-sama orang lain yang memperlakukan saya seperti supir, langsung turun ngacir sementara saya harus membereskan mobil.
            Suatu kali, saya berkunjung ke Mall Taman Anggrek, sebuah mall besar dengan tempat parkir yang besar pula. Di mall ini, saya mmebuat petugas parkir sibuk untuk menemukan mobil kecil saya. Setiap petugas lantai dihubungi oleh supervisor untuk menanyakan keberadaan mobil kecil saya. Bahkan saat itu ada yang mengatakan kemungkinan mobil kecil saya itu dicuri orang karena tidak ditemukan dimana.
            Saya dipaksa mengingat dimana tempat terakhir saya meninggalkannya. Saya diinterogasi untuk mengingat kronologi apa yang saya lakukan. Untungnya, saya ingat toko pertama yang saya lihat ketika masuk ke mall tersebut. Akhirnya rombongan petugas parker itu mengiringi saya ke lantai tersebut dan ternyata benar, si mocil terparkir dengan manisnya di situ.
            Momen itu menjadi pelajaran buat saya untuk mengingat tempat parker mobil. Selain itu saya juga menghapalkan “alamatnya”, seperti nomor kolomnya. Untuk menghapal nomor kolom, saya tidak kesusahan karena saya memang lebih mudah untuk mengingat angka. Kadang kala yang jadi kendala, di tiap lantai nomor kolomnya sama, atau ada juga yang nomor kolom sama tapi warnanya beda, mengikut areanya.
            Pelajaran ini membuat saya harus mengingat hal tambahan ketika memarkir mobil. Hal paling mudah dan praktis yang bisa saya lakukan untuk mengingat tempat parkir adalah memotretnya. Dari foto itu bisa diketahui ada dimana, kemudian tinggal mengingat pintu masuk ke mallnya. Tidak jarang ketika saya meninggalkan mobil, saya menoleh ke belakang dan menjepret tempat parker mobil. {ST}

Rabu, 28 Maret 2012

Sasando



            Sasando adalah alat musik petik khas dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Secara harafiah nama sasando menurut asal katanya dalam Bahasa Rote, sasandu, artinya alat yang bergetar atau berbunyi. Konon sasando digunakan di kalangan masyarakat Rote sejak abad ke-7.
            Bagian utama sasando berbentuk tabung panjang yang biasanya terbuat dari bambo. Senar / dawai dipasang di dari ujung ke ujung bambu ini. Pada bagian tengah, melingkar dari atas ke bawah diberi ganjalan-ganjalan di mana senar / dawai yang direntangkan bertumpu. Ganjalan-ganjalan ini memberikan nada yang berbeda-beda kepada setiap petikan senar.
            Tabung sasando ini ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari anyaman daun lontar yang dibuat seperti kipas. Wadah inilah yang menjadi tempat resonandi sasando.
            Seperti juga alat musik petik lainnya, sasando ada yang sangat sederhana, ada juga yang mutunya lebih baik dengan beberapa modifikasi. Sasando dengan 3 tabung seperti di gambar berikut ini bukanlah sasando biasa yang perlu keahlian khusus untuk memainkannya. Saya sih baru bisa memandang dan mengaguminya saja. Kekaguman yang saya abadikan dalam tulisan ini. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini