Akhir
tahun ini, tidak seperti biasanya, saya tidak berniat untuk membuat catatan
akhir tahun. Trus? Kalau begitu, catatan ini apa, dong?
Nah, itu
dia. Kadang niat tidak sama dengan tindakan kita. Hari ini, saya memang sengaja
mau membuat beberapa catatan, tapi bukan catatan akhir tahun. Karena saya sudah
membuat catatan selama sepanjang tahun ini. Saya membuat catatan dalam segala
kesempatan. Saya juga berencana untuk menjadikannya kebiasaan. Dan di akhir
tahun ini, saya telah terbiasa membuat catatan.
Karena
sudah terlanjur membuka dengan judul catatan akhir tahun, mungkin saya memang
dimaksudkan untuk membuatnya. Saya adalah orang yang yakin bahwa segala sesuatu
yang terjadi di dunia ini tidak ada yang kebetulan, termasuk juga catatan ini.
Seperti
juga tahun-tahun sebelumnya, saya mengawali tahun 2012 dengan banyak tekad dan
harapan, resolusi awal tahun. Dari beberapa hal yang saya buat, dan mohon maaf
tidak dapat saya tampilkan di sini karena rahasia, ada beberapa yang bisa saya
lakukan dan capai. Ada pula yang gagal total. Gagal karena saya hampir tidak
berusaha sedikit pun untuk mencapainya. Wajar saja, lah…
Perjalanan
hidup di awal-awal tahun, saya gunakan untuk lebih menata kehidupan pribadi
saya. Masalah spiritual, keuangan, kesehatan dan siapa yang akan mendampingi
saya kelak. Saya telah pulih dari patah hati dari putus cinta dengan mas yang
terakhir J.
Dengan semua yang telah terjadi di tahun sebelumnya, saya merasa makin dewasa
dan makin dekat dengan Tuhan.
Di
gereja tempat saya berbakti, GKI Kwitang, saya dipilih menjadi sekretaris
pelaksana. Pemilihan ini awalnya menjadi beban bagi saya. Saya sempat galau
saat baru terpilih. Bersama berjalannya waktu, saya dapat menerima dengan baik
penugasan ini. Tugas yang penuh perjuangan dan belum berakhir sampai hari ini,
hari terakhir tahun 2012.
Di
pertengahan tahun, saya harus mengambil keputusan besar untuk berpisah dengan
orang yang selama ini jalan bersama. Keputusan yang berat dan cukup emosional
bagi semua pihak. Keputusan yang saya ambil dengan pertimbangan berbulan-bulan.
Keputusan terbaik supaya kami semua tetap bisa saling menghargai.
Dengan
mengambil keputusan itu, jalan hidup saya berubah, tidak seperti yang saya
rencanakan di awal tahun. Saya sempat merasa galau dan bimbang tanpa pegangan.
Di saat seperti inilah saya bisa merasakan kebaikan Tuhan. Saat itu, rasanya
tidak ada orang yang bisa membantu. Saya hanya bisa berdoa dan berserah penuh.
Dan ternyata, tangan Tuhan tidak terlambat menolong saya. Dia selalu ada saat
saya perlukan.
Ada
saatnya, apa yang kita perlukan itu tidak sama dengan apa yang kita sukai, dan
kita bisa jadi lalai untuk mengucap syukur karena apa yang kita terima tidak
sesuai dengan harapan kita. Namun, kali ini lain. Apa yang Tuhan berikan memang
di luar harapan saya. Dia memberikan sesuatu yang lebih dari harapan saya. Dia
memberikan pekerjaan yang sesuai dengan kegemaran saya. Bayangkan saja,
melakukan sesuatu yang kita gemari, dapat bayaran pula. Menyenangkan, kan?
Yang
sangat menyita perhatian di tahun ini adalah masa pelayanan saya sebagai
sekretaris pelaksana di gereja. Dengan posisi seperti itu, saya diwajibkan
untuk tahu banyak hal, bahkan hal-hal yang sebenarnya saya tidak mau tahu.
Pengalaman baru bagi saya yang selama ini menjalani hidup dengan gak peduli trending
topic. Saya harus tahu tentang kehidupan banyak manusia, dari yang saya
kenal sampai tidak kenal. Saya tahu tentang masa suka dan duka dari banyak
orang.
Ketika
saya harus memegang banyak rahasia, kadang kala saya jadi menjaga jarak dengan
teman-teman yang seringnya mau tauuuu ajaaa… Rasanya saya akan mengkhianati
tidak hanya 1 orang kalau sampai “bocor”. Tidak hanya mengkhianati orang yang
rahasianya saya ketahui, tapi juga mengkhianati diri saya sendiri. Kadang kala
komitmen ini terasa berat, karena apa yang beredar sering berbeda dengan
kenyataan sebenarnya. Kadang saya tergoda untuk menceritakan yang sebenarnya
untuk klarifikasi. Tapi, tentu saja tidak saya lakukan.
Saya harus lebih
menjaga diri dengan orang-orang yang sering bertanya seperti interogasi. Harus
benar-benar berjuang untuk tetap menjaga rahasia jabatan. Mungkin karena pada
dasarnya saya juga menikmati pergunjingan. Dan ternyata, ada beberapa orang
yang memang tidak dianugerahi kemampuan untuk menjaga rahasia. Sekedar tahu
sedikit, sudah berani ngomong banyak, lengkap dengan bumbu penyedapnya.
Seperti juga
komitmen dalam hal lainnya, selalu juga ada konsekuensi untuk memilih. Saya
sering berhadapan dengan pilihan yang berujung pada penolakan. Dengan sifat saya
yang sering menyatakan penolakan secara lugas, sering kali menjadi hambatan
komunikasi bagi saya. Cukup banyak yang tidak dapat menerima dengan baik,
terutama yang berusia lebih tua dari saya. Di negeri ini memang umumnya yang
lebih muda harus menurut bila disuruh-suruh. Hal ini adalah pelajaran berharga
bagi saya untuk lebih bijaksana berkata tidak.
Soal pendamping
hidup, mau tak mau hal ini kembali datang mengusik. Bukan karena saya kebelet
atau mencari status. Tapi karena orang tua yang selalu nguber-nguber. Kadang
kala saya sampai malu karena “dipromosikan” dalam acara-acara keluarga. Saya
sering kali merasa, untuk soal yang 1 ini, orang tua saya menganggap saya
gagal, sehingga mereka harus turun tangan membereskannya.
Saya sendiri,
tetap ingin suatu saat kelak punya pendamping. Namun, saya tidak mau gegabah
dengan memilih orang yang salah (lagi). Banyak sekali yang menasihati saya
untuk tidak terlalu pemilih. Ketahuan kalau yang kasih nasihat tidak mengenal
saya dengan cukup baik. Paling tidak, maksudnya, kan, baik. Yang jelas, untuk
yang terakhir ini, saya menyerahkan keputusannya pada Tuhan. Dengan cukup
berani, saya juga meminta tandanya. Suatu tanda sederhana yang sangat spesifik.
Tanda yang sangat sederhana, namun tak banyak yang melakukannya. Tanda itu
adalah….(kasih tau gak, ya?)
Untuk
tahun-tahun ke depan, saya tetap berniat menjadi penulis yang menulis setiap
hari. Di dalam kepala ini, sudah ada beberapa ide cerita anak yang bisa
dijadikan cerpen atau malah novel. Saya memang suka anak-anak, dan belum tentu
kelak akan memiliki anak sendiri. Dengan menjadi saya yang sekarang ini, saya
punya kesempatan untuk berbuat sesuatu bagi anak-anak.
Dengan makin
dekatnya saya pada Tuhan dan ajaran-Nya, ajaran Kristus yang berdasarkan pada
kasih, saya juga menjadi dekat dengan keluarga saya. Sedikit demi sedikit, saya
bisa memahami pandangan orang tua saya, yang hampir selalu berbeda dengan yang
saya pikirkan. Walaupun memahami belum tentu juga artinya menyetujui.
Dan akhirnya,
catatan ini harus diakhiri. Catatan yang dibuat tanpa diniatkan, menjadi hampir
2 lembar halaman A4. Harapan saya ke depan, tidak hanya tahun depan ini, saya
bisa makin mengerti apa kehendak Tuhan dan selalu merasakan penyertaan-Nya.
Dengan merasakan penyertaan-Nya, tentunya saya akan menjadi berkat bagi dunia. {ST}