Dalam acara malam natal kali ini, panitia menampilkan monolog Rut, pemilik penginapan yang memberikan kandang kepada pasangan Maria – Yusuf, Maria ibu yang baru melahirkan dan seorang gembala kecil. Dalam penampilan mereka, juga dilengkapi dengan perlengkapan untuk mendukung penampilan.
Kami, para PIC malam natal sudah merencanakan dan menyediakan kostum untuk para perempuan beserta aneka perlengkapannya. Baju kebaya, kerudung, bakul dan boneka bayi akhirnya tersedia. Yang kurang diperhatikan adalah kostum prianya yang cuma 1 itu, si gemabala kecil. Beberapa jam sebelum kebaktian malam natal, kami masih belum mengingat juga tentang kostum si gembala ini.
Selagi dalam perjalanan ke pasar untuk membeli padi (yang ceritanya gandum si Rut), akhirnya aku teringat juga tentang perlengkapan yang 1 ini dan menanyakan via bbm ke partnerku, Stevy. Dan ternyata dia juga tidak ingat.
Selanjutnya, perhatian saya sedikit teralih karena bercakap-cakap dengan bapak penjual makanan burung. Akhirnya saya menuju Pasar Pramuka, tempat aneka unggas dijual. Sehari sebelumnya, saya menjelajah Pasar Senen dan Pasar Cempaka Putih demi mencari si padi bertangkai itu.
“Bang, padi yang ada tangkainya ada?” Saya bertanya pada seorang bapak yang sedang menyusun aneka makanan burung dalam kemasan.
“Kalo di sini gak ada neng. Bisa tunggu sebentar? Saya ambil dulu ke belakang.” Bapak itu menawarkan.
“Berapa duit bang harganya?” Saya bertanya memastikan sekalian nego di depan.
“Yang besar 40 ribu, yang kecil 25 ribu.” Kata si abang lagi.
“Mahal amat?” Saya menimpali dengan sok tahu. Padahal sih gak tau harga.
“Yang besar 25, yang kecil 15.” Sayapun membuka penawaran.
“Neng mau ambil yang besar apa yang kecil?”
“Liat dulu deh barangnya.”
Akhirnya abang itu menghilang sejenak. Sebelumnya dia menyediakan sebuah kotak untuk diduduki.
Tak lama kemudian, seorang bapak yang lebih tua datang mendekat.
“Cari apa neng?” Bapak itu bertanya.
“Sudah diambilin kok barangnya.” Saya yang lagi sibuk membalas bbm Stevy menjawab dengan hanya melihat sekilas.
“Saya kan tanya neng cari apa? Ini kan toko saya. Yang tadi itu juga anak saya.” Bapak itu tiba-tiba terdengar marah dan bertolak pinggang.
“Pak, saya tidak wajib lho menjawab semua orang yang nanya. Dari tadi juga banyak banget yang nanya ‘cari apa neng?’ Kalo memang ini toko bapak, dan yang tadi anak bapak, kan artinya saya niat mau beli di sini.” Saya menjawab dengan berdiri biar sama tinggi.
“Gak ada neng barangnya.” Si abang tadi datang mendekati kami.
“Cari apa sih dia?” Si bapak galak menginterogasi anaknya.
“Padi yang pake tangkai.” Si anak menjawab. “Si belakang gak ada barangnya.” Lanjutnya lagi.
“Terima kasih. Kalo gitu saya cari di tempat lain aja.” Saya pamit permisi keluar dari toko si bapak galak.
“Sudah dibilangin gak ada, masih mau nyari.” Si bapak galak menggerutu sambil mengambil kotak yang tadi disediakan anaknya untuk saya duduki.
“Biarin aja neng. Coba cari di dalam pasar sana tuh. Gak usah dipikirin si bapak” Si abang menunjuk ke sebuah gedung di bagian belakang Pasar Pramuka.
Sayapun segera berlalu sambil menjawab sang rekan yang ternyata nge-PING di BB, masih dengan topic kostum gembala kecil.
Ternyata bagian pasar yang ditunjuk si abang itu memang khusus menjual unggas peliharaan dengan aneka perlengkapannya, termasuk juga makanan burung. Padi bertangkai yang dicari cukup susah ditemukan. Akhirnya di sebuah pojokan yang menjual biji-bijian, ditemukanlah aneka biji bertangkai.
“Mbah, mau beli padi yang ada tangkainya.” Saya menanyakan ke mbah-mbah berkebaya yang sedang terduduk ngantuk.
“Yang putih atau yang hitam?” Si mbah nanya balik.
Karena kemarennya baru membeli babat warna putih yang harganya lebih mahal disbanding babat warna hitam, maka sayapun menjawab…
“Yang hitam mbah…” Jawaban sooty yang berasumsi kalau yang hitam harganya lebih murah. Yang artinya dengan uang yang dibawa bakal dapat lebih banyak.
“Lha kan gak malam jumat.” Si mbah berkata pelan dan bergerak pelan juga mengambil seikat padi
“Hmmmm….kenapa malam jumat mbah?” Saya bertanya bingung. Berhubung hanya kebagian punggung si mbah, maka saya bertanya pada orang lain yang dekat situ.
“Yang hitam biasanya untuk ritual.” Si bapak di sebelah akhirnya menjawab.
“Mbah, yang putih ajaaaaa…..” Saya nyaris histeris sambil mencolek si mbah.
“Yang putih 10 ribu.” Kata si mbah lagi.
“Iya yang putih aja. Saya beli 3 ikat. Ada?”
“Cuma 1.” Kata si mbah masih dengan pelan.
Sayapun membeli seikat padi itu tanpa acara nawar-nawar lagi. {ST}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar