One Day with Dayak adalah acara yang digagas oleh Komunitas Muda Dayak atau dikenal juga dengan Dayak Youth Community (DYC). Acara budaya ini diadakan sebagai kelanjutan dari acara “A Day with Dayak” dan “A Night with Dayak” yang diadakan tahun 2009. One Day with Dayak 2011 diadakan di Anjungan Provinsi Kalimantan Tengah, Taman Mini Indonesia Indah pada hari Sabtu, 22 Oktober 2011.
Persiapan acara ini telah dimulai sejak beberapa bulan sebelumnya. Para panitia dengan kesibukannya masing-masing meluangkan waktu dan pikirannya untuk membuat rancangan acara ini. Markas DYC di Kompleks Perkantoran Rasuna Epicentrum menjadi saksi giatnya orang-orang ini mempersiapkan acara “One Day with Dayak 2011”.
Tibalah Harinya
Pagi hari Sabtu, 22 Oktober 2011, Anjungan Provinsi Kalimantan Tengah di TMII terlihat lebih ramai dibandingkan biasanya. Para panitia sudah sibuk dengan urusannya masing-masing sejak pagi-pagi benar. Bahkan seksi perlengkapan sudah sibuk sejak dini hari.
Kepala Dinas Pariwisata Kalimantan Tengah, Bpk. Kardinal Tarung membuka acara ini dengan membunyikan katambung. Ibu Shinta Djandam Assan sebagai ketua Dayak Youth Community memberikan kata sambutan, didampingi oleh pengurus DYC lainnya. Dalam kesempatan ini, MC Reo Panggabean (yang beristrikan seorang perempuan Dayak Maanyan), menjelaskan secara singkat jalannya acara.
Rangkaian acara dijadwalkan mulai pukul 07.30, dimulai dengan registrasi daftar ulang lomba foto. Dilanjutkan dengan workshop dan lomba foto. Para fotografer yang mengikuti workshop dan lomba segera menaiki rumah betang, tempat workshop yang dibawakan oleh Oscar Motuloh diadakan. Memasuki rumah betang yang beralas lampit, para tamu yang datang harus melepaskan alas kakinya. Panitia telah menyediakan tempat alas kaki berwarna merah khusus untuk tamu-tamu ini. Araini Yulianti yang biasa dipanggil Arai, ketua panitia acara membuka acara workshop ini.
Stand kuliner yang menempati tenda tak jauh dari pintu masuk, sudah memulai kegiatan jual beli sejak pagi. Dalam acara ini dijual aneka kuliner dari Kalimantan seperti ikan patin bakar, pakasem, juhu, untuk-untuk, soto Banjar, kue coipan, kue cucur, es lidah buaya, bingke dan bakso khas Pontianak. Selain kuliner khas Kalimantan, stand kuliner juga menjual kopi, keripik dan cotton candy untuk lebih memeriahkan acara. Sdri. Nina Ugang yang bertanggung jawab mengurusi kuliner juga membuat lomba stand terbaik. Lomba kuliner dimenangkan oleh Reza yang menjual keripik, dan Ibu Martha Ding yang menjual aneka makanan khas Kalimantan Timur.
Pameran foto telah dimulai seminggu sebelumnya. Foto-foto yang dipamerkan adalah foto-foto karya 25 finalis di lomba foto “A Day with Dayak 2009”, Rani Djandam, Komunitas Fotografer Palangkaraya dan Feri Latief. Pameran foto terbaik ini dilengkapi juga dengan foto-foto kegiatan DYC sebelumnya.
Stand kerajinan khas Kalimantan di bawah rumah betang juga ikut menambah meriah acara ini. Aneka perhiasan, kerajinan, tas, obat tradisional dan madu hutan bisa didapatkan di sini.
Aman Durga Sipatiti, pria dengan tubuh penuh tattoo beraksi merajah tubuh Yosi, seorang perempuan Dayak, dengan tato motif….. di punggungnya. Pria yang akrab dipanggil Mas Durga ini telah ikut berpartisipasi dalam beberapa kegiatan DYC. Minatnya akan tattoo membuatnya menjadi bagian dari DYC. Sosoknya yang unik dan kostum khas Dayaknya membuat Mas Durga dan timnya menjadi objek foto para fotografer. Mas Durga memeragakan cara membuat tattoo dengan cara tradisional, dengan ketukan tangan dan bambu sebagai alatnya (hand tapping). Pengerjaannya memerlukan ketelitian dan kesabaran yang cukup tinggi.
Langsung Dari Tempat Asalnya
Puncak acara One Day with Dayak 2011 ini adalah peragaan acara perkawinan adat Dayak Maanyan, yang dihadiri oleh berbagai sub-suku Dayak lainnya sebagai undangan. Khusus untuk kesenian Dayak Maanyan, orang-orangnya didatangkan langsung dari Barito Timur. Rombongan ini dipimpin langsung oleh Bpk. Darius Adrian, Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Barito Timur. Bpk. Fristio, pengurus sanggar yang juga adalah ketua DPRD Kabupaten Barito Timur, juga ikut mendampingi rombongan ini.
Pertunjukan seni tari dan musik diawali dengan tari Pesona Enggang Khatulistiwa dari sub suku Dayak Bekatik, Kalimantan Barat. Dilanjutkan dengan tari Kancet Pepatai dari sub suku Dayak Kenyah, Kalimantan Timur. Tarian ini adalah tari penyambutan khusus untuk menyambut tamu-tamu agung.
Tari Bangsai Bakanjaran dari sub suku Dayak Loksado melengkapi pertunjukan seni tari ini. Dilanjutkan dengan tarian dari sub suku Dayak Bahau, Kalimantan Timur yang membawakan tarian Tingang Madaang. Rombongan iring-iringan ini diakhiri dengan tarian Ganggereng Tingang dari sub suku Dayak Ngaju, Kalimantan Tengah.
Setelah semua rombongan memasuki gerbang, maka tibalah acara pernikahan adatnya. Acara dimulai dengan Natas Banyang, dimana para tetua adat saling melemparkan pertanyaan untuk mengetahui maksud kedatangan para tamu. Upacara Iwurung Jo’e segera dilakukan sesaat setelah para tamu memasuki tempat acara. Iwurung Jo’e atau mencari pengantin wanita diilhami oleh keindahan burung Jo’e yang diumpamakan seperti mempelai wanita. Dalam prosesi ini, beberapa perempuan akan dibawa keluar dan kemudian disandingkan dengan mempelai pria. Mempelai pria akan menolak bila perempuan yang dibawa bukanlah yang diidamkannya.
Bila akhirnya mempelai pria telah menemukan pengantinnya, maka kedua mempelai akan disandingkan dengan duduk bersama di atas gong. Wadian / balian akan segera membawakan prosesi Ngamuan Gunung Perak. Gunung perak adalah sebuah bokor kuningan dan ditempatkan uang perak menutupi permukaannya sehingga terlihat seperti gunung. Di tengah-tengah “gunung” ini, didirikan pohon-pohonan yang dihiasi warna-warni emas dan perak serta berbuah uang. Dalam prosesi ini kedua mempelai akan diarak mengelilingi gunung perak sebanyak 3 kali diiringi musik khusus dan dilantunkan syair doa. Pada penghujung prosesi ini ada ritual Wadian Bulat yaitu Wadian Bawo (dukun laki-laki) melipat-lipat tubuhnya.
Cantik di Tengah Terik
Teriknya matahari tidak mengurangi niat pengunjung untuk berkumpul di sekitar karpet merah di tengah lapangan. Ada apakah gerangan? Ternyata tengah berlangsung fashion show busana Dayak. Busana yang ditampilkan ada yang tradisional dan kontemporer. Busana kontemporer menampilkan karya desainer muda Yohana Taway, Maya Utami dan Trisa Melati.
Model-model yang kebanyakan berdarah Dayak bergantian memeragakan pakaian. Panasnya cuaca tidak menyurutkan niat mereka memberikan yang terbaik untuk acara ini. Dalam deretan model itu ada juga Imelda Madjat Djahari Timbang (Duta Wisata Indonesia 2010), Kurnianti Hendhy (Miss Earth 2008), Catherine Claudia Oendoen (Putri Favorit Gawai Dayak Kalimantan Barat) dan Geralda Simatupang (Juara 1 Speech contest Jakarta Selatan).
Fashion show yang dimotori oleh Ibu Nana Djalan ini diselingi dengan tarian Hudok. Tarian yang asalnya untuk mengusir roh jahat ini tidaklah mengusir penonton karpet merah. Gaya yang menghentak-hentak malah menarik sebagian fotografer untuk memburu para hudok yang tidak bisa diam untuk pose itu. Sebagian lainnya, terutama anak-anak kecil, bergerak menjauh dengan muka ketakutan.
Dan Pemenangnya Adalah….
Setelah seharian jepret sana-sini, waktunya bagi para peserta lomba foto mengumpulkan karyanya. Komunitas Pentax Indonesia siap siaga di bawah rumah betang mengumpulkan karya 150 peserta lomba. Feri Latief dan Josua Alessandro bekerja memilah dan memilih foto-foto terbaik dan akhirnya ditemukanlah pemenangnya. Mereka adalah…
Juara I : Viator Sonny Faah
Juara II: Zakiyah Khairunnisa
Juara III: Sandhi Irawan
Juara Harapan I : Rafi Soerjadi
Juara Harapan II : Ari Yuliarso
Penyerahan hadiah dilakukan di panggung besar di saat hari menjelang senja. Kelima orang fotografer itu telah dinyatakan sebagai pemenang lomba foto. Komunitas Muda Dayak juga adalah pemenang. Pemenang yang tetap mempertahankan budaya di tengah jaman yang terus berubah ini. {ST}