Bila kita mendengar kata perpustakaan, yang terbayang adalah sebuah ruangan yang dipenuhi buku-buku di kiri kanannya. Buku-buku itu ditempatkan di rak dengan posisi berdiri menghadap samping sampai-sampai terlihat seperti tembok buku. Buku-buku itu juga memiliki ‘nomor punggung’ yang seakan sebagai pengenal sebagai buku perpustakaan. Di GKI Kwitang, ruangan perpustakaan terletak di samping gedung gereja, tak jauh dari dispenser air minum yang disediakan oleh gereja. Pintu masuknya menghadap ke jalan menuju pastori. Pintu geser berkaca gelap itu mungkin kurang menarik perhatian jemaat dan simpatisan untuk datang. Papan nama berwarna putih dengan tulisan biru sebagai penunjuk, mungkin juga tidak terbaca oleh jemaat. Papan nama itu terpasang lebih tinggi dari ketinggian pandang normal manusia dewasa.
Perpustakaan saat ini bukanlah tempat yang populer dikunjungi oleh banyak orang. Pamor buku sebagai pusat ilmu sebagian telah tergantikan oleh teknologi yang lebih canggih, internet misalnya. Hampir semua informasi bisa didapat lewat internet. Akses internet juga semakin dimudahkan oleh teknologi terkini. Ditambah pula dengan minat baca sebagian masyarakat yang tidak besar. Hal-hal tersebut menambah ketidakpopuleran perpustakaan.
Perpustakaan juga identik dengan buku, padahal yang dimaksud dengan benda pustaka tidak hanya terdiri dari buku, bisa berupa rekaman audio dan video juga. Untuk perpustakaan yang lebih lengkap, koleksinya ada yang berupa daun lontar dan media lainnya selalin kertas. Kaset rekaman khotbah dan lagu-lagu rohani juga ada di Perpustakaan GKI Kwitang. Untuk tahun 2011, pengurus perpustakaan memiliki program untuk melengkapi koleksinya dengan VCD dan DVD mengenai pengetahuan. Program ini masih belum berjalan antara lain karena keterbatasan tempat. Bila pengadaannya telah terlaksana maka diharapkan pengunjung dan pengguna fasilitas perpustakaan akan makin banyak.
Saat artikel ini dibuat, perpustakaan GKI Kwitang memiliki 1069 anggota yang terdaftar. Dari jumlah sebanyak itu yang aktif menggunakan keanggotaannya sekitar sepertiganya atau 300an orang. Buku yang banyak dipinjam antara lain buku kesaksian rohani dan fiksi. Pengelola perpustakaan membeli 6 buku baru setiap 3 minggu. Enam buku itu terdiri dari 3 judul buku anak-anak / remaja, dan 3 judul buku untuk dewasa. Data buku baru bisa dilihat di warta gereja yang terbit setiap minggunya. Buku-buku baru yang dibeli kebanyakan terbitan BPK Gunung Mulia dan Gramedia. Buku dan bahan pustaka di perpustakaan jumlahnya hanya 1 copy untuk masing-masing judul. Untuk buku anak-anak kadang-kadang beli 2 copy, dimana salah satunya disumbangkan untuk taman baca di Cililitan.
Untuk menjadi anggota perpustakaan GKI Kwitang prosesnya mudah dan sederhana, cukup dengan mengisi formulir dan membayar iuran Rp 10.000 per tahun, kita sudah dapat meminjam buku. Setiap kali peminjaman, anggota boleh meminjam 2 buku selama 2 minggu. Buku yang dipinjam boleh diperpanjang sebanyak 1 x untuk masa 2 minggu berikutnya. Bila ada anggota yang meminjam lebih lama dari yang ditentukan akan dikenakan denda sebesar Rp 1.000 (seribu rupiah) per minggu. Denda yang sangat murah ini membuat beberapa anggota perpustakaan tidak mengangap penting untuk mengembalikan buku dengan tepat waktu. Peminjaman ayng terlalu lama membuat kesempatan anggota lain untuk meminjam buku tersebut lebih kecil.
“Buku-bukunya lumayan kok, mengikuti perkembangan jaman. Buku-buku populer juga ada. Banyak yang jadul juga sih.” Kata Erisa, seorang jemaat yang belum lama ini menjadi anggota perpustakaan menanggapi tentang buku-buku di perpustakaan GKI Kwitang.
Perpustakaan GKI Kwitang berdiri sekitar tahun 1980-an untuk melengkapi pelayanan dan pemberitaan kabar baik di GKI Kwitang. Saat ini perpustakaan ini dikelola oleh 3 orang pengurus dan 7 orang pengelola. Perpustakaan ini dibuka untuk jemaat dan simpatisan setiap hari Minggu, Kamis dan Sabtu. Hari-hari itu dipilih karena saat itulah sering ada kegiatan di gereja.
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, perpustakaan GKI Kwitang menghadapai beberapa masalah antara lain kurangnya tenaga pengelola dan tempat terbatas untuk menampung aneka pustaka. Keterbatasan tempat ini pula yang membuat perpustakaan membatasi pembelian buku baru dan tidak menerima sumbangan dari warga. Tugas pengelola perpustakaan antara lain mengklasifikasi buku, memberikan identitas buku (nomor induk, cap), menyampul buku dan melayani anggota yang mau meminjam dan mengembalikan buku. Jumlah 7 orang pengelola untuk 3 hari pelayanan seminggu itu tidaklah cukup untuk pelayanan yang optimal. Pengurus perpustakaan juga mengundang partisipasi jemaat untuk bergabung menjadi pengelola perpustakaan.
“Harapannya ke depan mendapat ruangan lebih besar, majelis jemaat memberi perhatian lebih dan jemaat lebih tertarik untuk datang dan terlibat mengelola perpustakaan.” Kata Debby Pelenkahu, Ketua Komisi Kolportage dan Perpustakaan.
Selain bisa meminjam buku di perpustakaan, kita juga bisa membeli benda-benda pustaka di kolportage. Kolportage menjual buku-buku, tabloid, majalah, kaset, CD dan pernak-pernik rohani Kristen. Pelayanan kolportag eini dilakukan setiap hari Minggu pada saat jam kebaktian.{ST}
Tulisan ini dimuat di Majalah Suar Kasih edisi Juni 2011.