Ana

Senin, 30 Mei 2011

Peringatan Untuk Hidup


Kita telah belajar bersama di kelas ini selama 11 minggu berturut-turut. Dalam kelas ini, kita diajak untuk lebih mengenal firman Allah yang dituliskan oleh para pendahulu kita. Kita juga diajak untuk kembali ke masa lalu dan mengetahui lebih lanjut konteks saat kitab-kitab ini ditulis.

Para penulis kitab-kitab di Alkitab telah memberikan dirinya untuk menyebarkan kabar baik malalui karya tulisannya. Kitapun dapat melakukan hal yang sama dengan rupa-rupa karunia yang diberikan kepada masing-masing orang. Tidak hanya dengan tulisan, tapi juga dengan perbuatan lain, bahkan melalui perbuatan yang kita kira hanya perbuatan kecil.

            Dalam bacaaan kita tadi, Petrus mengingatkan pembacanya –dalam hal ini juga berarti kita di kelas ini-  untuk tetap memiliki cara hidup yang baik apabila ada yang memfitnah sebagai orang durjana. Saat ini, kata ‘fitnah’ lagi populer dan beredar melalui sms, koran, majalah, dan media internet. Kita mempunyai kemerdekaan untuk bersikap. Kita bisa memilih untuk balik memfitnah atau mengadakan investigasi mencari kesalahan si tukang fitnah dan menyebarkannya melalui cara yang hampir sama. Tetapi, kita juga punya pilihan untuk berbuat hal lain, berbuat hal-hal yang baik sehingga orang-orang akan memuliakan Tuhan karena perbuatan kita. Fitnah memang kejam, tapi tidak lebih besar dari karya Tuhan dalam kehidupan kita.

Tunduklah, karena Allah, kepada semua lembaga manusia, baik kepada raja sebagai pemegang kekuasaan tertinggi maupun kepada wali-wali yang diutusnya untuk menghukum orang-orang jahat. Dalam konteks sekarang ini, bisa diartikan sebagai menempatkan diri sebagai warga negara yang baik di NKRI ini. Walaupun banyak pihak yang berbuat sebaliknya, bukan berarti kita juga mengikuti langkah yang sama dengan menyalahgunakan kekuasaan atau berusaha membentuk negara baru.

Kita juga diminta hidup sebagai orang yang merdeka, tetapi juga sebagai hamba Allah. Hal ini terdengar bertentangan dalam kehidupan sekarang. Bagaimana mungkin seorang hamba juga adalah seorang yang merdeka. Di masa lalu, seorang hamba adalah seorang yang tidak mempunyai hak apapun dalam hidupnya, bahkan nama pun ada yang tidak punya. Hamba dimiliki oleh tuannya. Kita hanya bisa merelakan diri kita menjadi hamba bila kita telah mengetahui bahwa tuan kita, yaitu Tuhan Yesus adalah tuan yang baik dan selalu mendatangkan kebaikan bagi kita. Kerelaan sebagai hamba akan membuat kita menghormati, menghargai dan membawa serta dalam diri kita bagian dari tuan kita. Sebagai hamba Kristus, kita juga dikaruniakan kemerdekaan.


Yang terakhir, kita diingatkan untuk menghormati semua orang dan mengasihi saudara-saudara. Di sini iman dan perbuatan kita diuji. Ujian terasa mudah bila orang yang kita temui adalah Ibu Teresa, orang yang sangat berjasa bagi dunia. Hampir semua penduduk bumi tahu akan karyanya.


Bagaimana bila kita bertemu dengan orang-orang ini? (perempuan berkerudung lainnya tapi beda perbuatannya). Apakah kita tetap akan bisa menghormati dan mengasihi semua orang?




 Tanpa sadar, kita akan menghakimi para perempuan yang menurut standar kecantikan duniawi jauh lebih cantik ini. Apakah kita akan tetap bisa menghormati dan mengasihi mereka?
{Pnt. ST}

Catatan:
Renungan ini dibawakan oleh Kelompok 10 MBA PB, sebuah kelompok yang sangat kompak dan bersemangat belajar pada hari Senin, 30 Mei 2011. Bacaan diambil dari 1 Pet 2: 11-17.

Rabu, 25 Mei 2011

Ini Bukan Pengangkut Sampah


            Gambar di atas sepintas terlihat seperti truk pengangkut sampah. Seperti itu pula yang diduga seorang bapak. Bapak itu bersiap-siap menutup hidung walaupun dia berada dalam mobil berpendingin udara. Truk sampah yang beroperasi di Jakarta sudah terkenal akan bau busuknya. Tak jarang bau busuk itu masuk juga ke dalam kabin mobil.
            “Huh. Truk sampah!” Bapak itu berseru sambil mendengus.
            Mobil yang ditumpangi oleh Bapak itu makin lama makin mendekat ke truk dan akhirnya berhenti tepat di belakangnya saat lampu lalu lintas menyala merah. Bapak itu – yang cetakan mukanya sudah cemberut – makin cemberut melihat pemandangan di depannya. Anaknya yang berada di posisi pengemudi, diam saja sambil berusaha mengacuhkan segala macam komentar negatif dari bapaknya soal bau sampah dan bagaimana tidak bertanggung jawabnya pengelolaan sampah di Jakarta ini.
            “Hhfff....hhhffff.....” Bapak itu mencoba mengendus udara. Anaknya yang semula tidak terlalu peduli akhirnya ikut-ikutan mengendus. Hidungnya hanya menemukan wangi cologne yang tadi pagi dia pakai.
            “Pah, itu kayanya bukan sampah deh....” Anak itu akhirnya berkata pada bapaknya.
            “Itu barang bekas.” Lanjutnya lagi setelah mengadakan pengamatan lebih lanjut.
            “Sama saja itu! Sampah!” Bapak itu menyalak galak seakan tidak mau disalahkan.
            Anak itu hanya bisa terdiam. Dari pada berkata yang lain dan membuat masalah baru. Masalah baru yang sungguh untuk tidak penting dibahas. Hanya di sinilah anak itu bisa berkata, kalau yang ada di dalam truk itu bukanlah sampah. Truk itu berisi kumpulan barang-barang pilihan. Barang yang dipilih dari sampah. {ST}

Selasa, 24 Mei 2011

JiNggA sEnjA: TOUR de SIBOLGA

JiNggA sEnjA: TOUR de SIBOLGA: "TOUR de SIBOLGA W hat do you have in mind when hear the exotic Sumatra island, especially North Sumatra ? Understandable if your imaginati..."

Tekukur yang Nyaris Dikubur



            Tekukur adalah salah satu peliharaan mamahku. Sendirian saja dia menghuni sangkarnya yang berwarna putih itu. Tidak seperti binatang peliharaan lainnya di rumah ini, tekukur ini tidak punya nama. Jadilah dia hanya dipanggil dengan “kurrrrr....kurrrrr.....” seperti yang sering dibunyikannya.
            Beberapa waktu yang lalu, tekukur ini terlihat kurang sehat. Esoknya, tekukur itu tergeletak di lantai sangkarnya. Dengan posisi seperti itu dan keadaannya sehari sebelumnya, tekukur ini diduga kuat telah wafat. Dugaan itu bertambah kuat karena tekukur ini diam saja ketika disentuh, bukannya mengepak-ngepakkan sayap seperti biasanya.
            Tekukur yang diduga wafat itu akhirnya dibungkus dalam kain putih dan dimasukkan dalam kantong plastik hitam. Jasad tekukur ini akan dimakamkan di halaman rumah, tak jauh dari sangkarnya. Sebelum dikubur di tanah, tekukur ini diletakkan di atas ember biru yang sehari-harinya menjadi tempat sampah kami. Sempat ada pemikiran untuk membuang saja tekukur yang sudah mati itu.
            “Kresek....kresek.....” Terdengar suara dari kantong plastik hitam itu.
            Orang yang mendengarnya segera mencari sumber suara dan menemukan asalnya. Suara kresek itu berasal dari plastik hitam pembungkus jasad si tekukur. Maka segeralah kantong plastik itu dibuka dan didapati ternyata tekukur itu masih hidup. Sepertinya ia hanya pingsan atau mati suri. Untung juga belum sempat dimakamkan dan disemayamkan di atas ember dulu.
            Saat ini, tekukur itu masih menjadi penghuni rumah kami. Suara kurrr-kurrrnya menambah semarak lingkungan ini. Lingkungan dimana ada cuit-cuit burung kecil liar, guk guk anjing tetangga, meong-meong kucing tunawisma, dan juga dangdutan di pos jaga. {ST}

Senin, 23 Mei 2011

Perlawatan Yang Efektif Dan Menjadi Berkat



Komisi Perlawatan GKI Kwitang mengadakan seminar bina perlawatan pada hari Sabtu, 7 Mei 2011 pukul 08.00 – 14.00 di Gedung pertemuan lantai 3 GKI Kwitang. Untuk mengisi acara ini Pdt. Em. Suatami Sutedja diundang sebagai pembicara. Beliau adalah orang yang telah  47 tahun melayani di jemaat yang beragam. Diharapkan pengalamannya menjalani perlawatan akan membuat perlawatan di GKI Kwitang akan menjadi lebih baik. Ibu Anny Gosana bertindak sebagai moderator dalam acara ini.
Acara dibuka oleh Janthy Hutagalung sebagai pembawa acara yang dilanjutkan dengan renungan yang dibawakan oleh Pdt. Guruh Jatmiko Septavianus sebagai pendamping Komisi Perlawatan. Dalam renungannya, Pak Guruh menyampaikan kalau seorang pelawat itu harus memiliki hati yang besar, telinga yang besar, mata yang besar namun mulut yang kecil. Artinya pelawat harus lebih memperhatikan dengan hati, mata dan telinga tetapi tidak mengumbar-umbar apa yang telah terjadi dengan omongan yang tidak berguna.

Melawat Selalu Menjadi Pengalaman Baru
Perlawatan secara konvensional dipahami oleh gereja sebagai kegiatan sekelompok orang untuk menemui anggota jemaat di rumahnya masing-masing dengan tujuan memberi perhatian dalam suka dan duka. Melawat ke rumah karena rumah adalah tempat pribadi orang, diharapkan terjadi percakapan lebih jujur dan intim.
Melawat berarti berhadapan dengan orang yang baru kita temui. Kita dan juga orang yang kita lawat akan selalu berkembang dan berubah. Masalah dan cara pikir semua orang juga berubah setiap waktu, ditambah lagi dengan situasi dan kondisinya.
“Jadi, jangan pernah banggakan pengalaman kita yang telah lalu. Pengalaman yang telah lalu tidak bisa diterapkan lagi.” Kata Ibu Suatami dengan mantap setelah menanyakan berapa lama pengalaman peserta dalam hal perlawatan.

Melayani Sebagai Hamba
Melayani artinya punya dasar dalam pekerjaan Kristus. Dalam Mark 10:45 Yesus datang bukan untuk dilayani tapi melayani. Pelayanan dilakukan oleh hamba. Kia sering tidak memahami karena kita tidak hidup dalam perhambaan lagi. Seorang pekerja atau pembantu di saat ini telah diakui haknya dan diberikan upah yang layak sehingga mempunyai hak juga untuk menuntut haknya. Jaman dulu hamba tidak punya hak Hamba dimiliki oleh tuannya. Bahkan nama pun tidak punya. Dengan jalan seperti inilah Yesus menghendaki pekerjaannya di dunia ini. Yesus datang ke dunia ini untuk melayani.
Pelayanan – dalam konteks kehidupan Yesus di dunia- adalah pekerjaan seorang hamba yang melayani tuannya sampai kenyang. Pelayan selalu ada dan siap siaga saat tuannya memerlukan. Yang artinya pelayan membuat tuannya dari lemah menjadi kuat, dari buruk menjadi baik. Demikian juga halnya perlawatan yang menjadi bagian dari pelayanan kita. Perlawatan seharusnyalah membuat sesuatu menjadi lebih baik.
Perlawatan menjadi kegiatan resmi bagi jemaat Kristen yaitu sejak reformasi. Sebelumnya jemaatlah yang datang kepada pejabat gereja, misalnya dalam kegiatan pengakuan dosa. Perlawatan berarti pihak pejabat gerejalah yang datang mengunjungi jemaat di rumahnya.
Perlawatan adalah salah satu bentuk penggembalaan terhadap anggota jemaat, dilakukan oleh penatua atau mereka sebagai perpanjangan tangan penatua yang personalianya disiapkan, ditetapkan, dibekali oleh majelis jemaat. Perlawatan bukanlah kegiatan keakraban walaupun melalui perlawatan bisa terjadi keakraban. Pelaksanaan perlawatan butuh pengaturan dan pengorganisasian yang baik.
Apa Itu Penggembalaan?
Penggembalaan berasal dari kata gembala. Yesus adalah gembala yang baik, telah menggembalakan pengikutnya untuk hidup dengan menyadari kebaikan dan pemeliharaan Allah, tidak berputus asa dalam kepahitan dan kegagalan hidup, tidak sombong dalam keberhasilan tapi berharap bergantung bersyukur pada rahmat dan kemurahan Allah. Gereja melanjutkan tugas Yesus menjadi gembala dengan menolong jemaat untuk  mempunyai iman yang kuat.
Domba yang sering menjadi perumpamaan umat Allah adalah hewan yang sangat egois, makan menunduk merumput untuk dirinya sendiri. Domba adalah hewan yang tidak pernah puas.
Sebagai pelawat, ada 7 hal yang harus diperhatikan dalam tugas menggembalakan jemaat:
  1. Kedekatan dengan Tuhan. Melakukan tugas pelawatan sebagai penugasan dari Tuhan dan punya kerinduan untuk mendorong yang dilawat hidup lebih dekat dengan Tuhan.
  2. Punya visi tentang kehidupan kristiani. Panggilan suami-istri, orang tua – anak, kerukunan dalam keluarga inti dan keluarga besar, tanggung jawab mencari nafkah dan penggunaannya, perlakuan terhadap sesama khususnya pembantu rumah tangga.
  3. Kecintaan pada jemaat milik Kristus, mau memberi diri untuk kebaikan jemaat di tengah kebutuhannya.
  4. Pengenalan akan jemaat yang diusahakan melalui keramahan dalam pergaulan dengan mereka di tengah persekutuan.
  5. Kemampuan berkomunikasi yang baik untuk menghindarkan salah paham yang tidak perlu. Janganlah kita hidup dengan 2 standard. Kita harus bisa mencontoh Yesus yang mengasihi ornag lain tanpa pilih-pilih.
  6. Keberanian bicara jujur yang disertai kebijakan yang harus dipintakan dari allah.
  7. Kesetiaan mendoakan jemaat sebagai pekerjaan rumah setiap pelawat.
Yang Perlu Dalam Perlawatan
Yang perlu dilawat adalah semua anggota jemaat terutama dalam suka dan duka khusus seperti: sakit atau sembuh dari sakit, dalam ketegangan, butuh bantuan finansial, datang dengan atestasi masuk, mau pindah dengan atestasi keluar, menghadapi / sesudah pernikahan, menghadapi kelahiran anak, mengalami keberhasilan ujian, pindah rumah, dll.
Orang yang melakukan perlwatan cukup 2-3 orang saja supaya tidak membebani orang yang dikunjungi dan perbincangan bisa lebih terbuka. Kalaupun 2 orang saja, usahakan tidak perempuan dan laki-laki karena berpotensi menimbulkan pergunjingan.
Perlawatan adalah kegiatan bersama Allah. Perlawatan efektif dan menjadi berkat harus diupayakan bersama Allah. Dalam melawat, seorang pelawat wajib:
1.      Bicara jujur dan bijaksana denganyang dilawat sebagai wujud peduli seperti Allah
2.      Meminta Allah untuk menyampaikan maksud pelawat kepada yang dilawat
3.      Minta Allah memberi pelawat kemampuan untuk memahami yang dilawat.
Dengan menjalankan ketiga kewajiban pelawat dengan melibatkan Allah tersebut, perlawatan pasti berjalan dengan efektif dan menjadi berkat.

Evaluasi Kegiatan Perlawatan
Walaupun kegiatan perlawatan tidak ada yang sama di seluruh dunia, berbagi pengalaman antar pelawat sangat diperlukan untuk menyiapkan dan menguatkan para pelawat. Sebaiknya dilakukan pertemuan rutin antar pelawat dengan kegiatan melaporkan hasil perlawatan untuk tindak lanjut sesuai kebutuhan, berguna bagi pelawat dan yang dilawat. Dalam pertemuan ini juga sebaiknya diadakan simulasi perlawatan dengan kasus yang harus ditangani oleh pelawat, efektif untuk latihan berkomunikasi.

Minggu, 22 Mei 2011

Suasana Mencekam di Rumah Sebelah


“Tuk....tuk...tuk.....” Bunyi palu yang dipukulkan ke paku kecil
“Grrrrrrrrrr.....” Bunyi gergaji listrik
“Itu kolam, ikannya gede bener.” Itu suara tukang yang bekerja di rumah sebelah.
“Itu ikan lele atau patin ya?” Ini juga suara dari tukang sebelah waktu melongok ke kolam yang dihuni ikan patin besar peliharaan mamahku.
“Kita pancing aja....” Nah ini juga suara para tukang di rumah sebelah.
                Aku dan adikku yang mendengar percakapan para tukang itu menjadi lebih waspada ngeronda. Di suatu malam yang sepi menjelang tengah malam, terdengar lagi suara dari rumah sebelah yang belum selesai pembangunannya itu.
                “Krek....krek....” Bunyi langkah orang menginjak papan
                “@~#$$%%@*&^%$*^%” Bunyi percakapan 2 orang berbisik-bisik. Bunyi itu terdengar tidak sengaja saat sedang membaca menanti kantuk di tengah malam.
                “Waduh, jangan-jangan ikan mamah mau dipancing nih.” Aku berkata dalam hati sambil bergerak pelan-pelan.
                Aku berjingkat-jingkat di rumah sendiri menuju kamar adikku. Kami berdua yang telah menjadi saksi mendengar niat pemancingan ikan itu berjalan berjingkat-jingkat lagi menuju jendela. Jendela di rumah kami terbagi menjadi 2 bagian, menggunakan kaca transparan dan daun jendela dari kayu. Setelah mematikan lampu, kami membuka gorden dan mengintip lewat kaca transparan.
                “Itu dia ada orangnya.” Adikku berbisik
                “Mana? Mana?” kataku dari sebelah belakang.
                Di bangunan lantai 2 rumah sebelah yang belum jadi itu, duduklah seorang yang memandang tepat ke tempat kami mengintip.
                “Eh, kayanya dia tau deh kita ngintip. Liat tuh gayanya....” Aku berkata pada adikku. Bisa dimaklumi juga kalau matanya telah terbiasa dengan kegelapan, jadi kalau ada pergerakan di bangunan sebelah yang tadinya terang akan terpantau oleh matanya.
                “Lagian kita kurang kerjaan banget sih, ngintipin abang-abang tukang. Ada juga biasanya abang-abang tukang yang ngintipin cewe-cewe.” Aku berkata lagi sekaligus mengakhiri sesi pengintipan itu.
Setelah berakhirnya pengintipan itu, tidak terdengar juga suara-suara yang sangat dekat lagi sampai akhirnya kantuk berkunjung.
Di lain waktu, saat seisi rumah sudah terlelap, aku terbangun karena mau buang air dan mau minum air. Dengan muka bantal dan mata buram, aku berjalan pelan sambil berpikir keras menentukan langkah berikutnya, buang air dulu apa minum air dulu. Akhirnya aku menentukan mendingan pipis dulu baru minum daripada ngompol. Sekeluarnya dari toilet kecil, pandangan rasanya masih seburam bangun tidur tadi. Aku mengucek-ucek mata sejenak berharap belekan tidak menghalangi pandangan, tapi kok rasanya masih buram dan.....bau asap.
“Tok...tok...tok....” Aku segera mengetok pintu kamar yang paling dekat dengan toilet.
Adikku ternyata belum tidur walaupun kamarnya sudah gelap.
“Dek, liat sini deh. Asap bukan sih?” aku berkata sambil membuka pintu kamarnya lebih lebar.
Adikku dengan sigap keluar kamar dan memandang ke ruangan tengah di lantai 2 itu.
“Iya ini asap. Baunya juga bau asap.” Kata adikku lagi.
Tanpa dikomando, kami berdua langsung mencari sumber asapnya sambil mengendus-endus. Aku langsung menuju dapur memantau kompor. Kami juga mengendus hampir semua benda elektronik di rumah.
“Asapnya kaya bau sampah. Dulu kan juga pernah kaya gini. Yang bakar sampah tetangga sebelah.” Adikku mengingatkan pada peristiwa beberapa waktu yang lalu.
“O iya yang itu.” Aku berkata sambil menuju keluar, ke arah pagar depan dengan tetap mengendus-endus sambil berharap semoga anjing tetangga depan rumah tidak merasa tersaingi gaya mengendus-endusnya.
Sumber asap yang kami duga dari kotak sampah tetangga ternyata tidak ditemui. Kotak sampah yang dulu pernah membara, saat itu terliha gelap. Bau asap pun malah makin samar di luar. Dengan kesadaran itu, kami kembali masuk ke rumah dan mengecek segala macam tempat. Ruangan di lantai bawah pun penuh dengan asap samar-samar. Kami membangunkan seluruh penghuni rumah.
“Asapnya dari rumah belakang yang lagi dibangun mbak.” Lapor Mul, staf rumah tangga keluarga kami.
“Masa sih? Ayo kita liat.” Mamah memimpin seisi rumah untuk mengamati rumah yang baru dibangun itu.
Kami semua mengamati dalam diam. Memandang dari celah terbuka ke rumah sebelah dengan pakaian tidur dan rambut awut-awutan. Terlihat samar asap yang bergerak seperti setting film horror. Suasana saat itu menimbulkan imajinasi tersendiri yang malah membuat kami tertawa. Suara tawa dipadu dengan rambut awut-awutan, baju tidur warna terang dan asap yang bergerak perlahan pasti cukup untuk menciptakan suasana mencekam bagi para tukang di rumah sebelah hehehe....

Sabtu, 21 Mei 2011

Kipas Angin Badai



“Wuuuuuusshhhhhhhh” Terdengar bunyi mendesis yang makin lama makin kencang dari sebuah benda berputar berwarna biru.
“Waaaaaaaaa.......” Teriak anak-anak dari seorang ibu pemilik benda berputar itu.
“Mah, ini gak bisa dikurangin apa speednya?” Anak si ibu yang nyaris terlempar itu bertanya pada ibunya.
“Mamah gak bisa kalo gak pake kipas. Puaanaaaassssss!” Ibu itu menjawab dengan ekspresi setengah mengomel.
“Tapi kenceng banget ini, kaya badai. Kami bisa terbang kena anginnya!” Seorang anak bertubuh paling kecil berkata dengan jutek.
“Abis gimana ini, kalo mamah kepanasan emangnya kalian mau ngipasin?” Ibu itu bertanya pada anaknya.
            Selagi perbincangan itu terjadi, salah seorang anaknya mengamati sang kipas badai dan mencari-cari switch pemindah kecepatannya. Anak ini adalah yang paling suka mengutak-atik barang elektronik di rumah, dan dia juga pernah menjadi kepala departemen elektronik di sebuah hypermarket. Seingatnya semua kipas angin tidak ada yang 1 speed. Untuk jenis stand fan dan box fan biasanya berbentuk tombol dan ada di sebelah depan. Untuk sumber badai di rumah ini digolongkan dalam industrial fan, jenis kipas angin paling tak laku. Sepertinya ini adalah salah satu faktor mengapa ibu mantan kepala departemen elektronik itu tidak ingat switchnya ada dimana.
“Nah ini dia ketemu!” Terdengar suara dari sebelah belakang si kipas badai.
“Ini dia switchnya, kecil hampir gak keliatan.” Suara itu terdengar lagi.
“Klik” Terdengar bunyi klik yang diikuti dengan meredanya badai.
“Kalo kecepatannya segini aja gimana mah?” Suara dari balik kipas angin kembali terdengar.
“Iya segini aja pas nih. Jadi kita gak terbang-terbang lagi.” Anak yang lain menjawab.
“Iya gapapa deh, segitu aja!” Si ibu akhirnya menjawab dengan pasrah.
“Horeeee!!!!” Ketiga anak perempuan ibu itu bersorak senang. Badai memang pasti berlalu.

Jumat, 20 Mei 2011

Sisir Tanduk Kebo



            Almarhumah Eyangku mewariskan sebuah sisir berwarna hitam dengan 7 gerigi yang renggang-renggang. Sisir ini telah berjasa selama bertahun-tahun ini mengurai kekusutan yang ada di kepalaku. Kekusutan ini dalam arti yang sebenar-benarnya. Rambut kribo yang kusut sehabis keramas memang hanya bisa diuraikan dengan sisir bergerigi jarang.
            Sebelum menggunakan sisir ini, aku sudah punya berbagai macam sisir dengan bahan dari plastik. Sisir-sisir ini umumnya bertahan tidak lebih dari setahun. Biasanya berakhir dengan gerigi yang lepas karena tidak kuat menguraikan kekusutan rambutku. Dan semua itu tinggal menjadi masa lalu ketika si sisir tanduk kebo diberikan eyang kepada cucunya ini. Sisir ini benar-benar berjasa dan membuat awet muda, efek dari mudah dan cepatnya proses menyisir rambut.
            Sisir ini berwarna hitam keabu-abuan. Di beberapa tempat terlihat lebih muda dan hampir transparan. Konon kabarnya, pembuatannya dengan jalan mencairkan tanduk kebo, lalu kemudian dibentuk. Kerajinan tanduk kebo yang populer selain sisir adalah alat penggaruk punggung.
            Saat ini, sisir tanduk kebo ini telah berhasil menguraikan ribuan kekusutan di kepalaku. Entah dalam kurun waktu berapa lama dia menjadi teman dalam kekusutan. Almarhumah eyangku yang memberikan sisir ini saja telah meninggal 13 tahun yang lalu. Sisir ini diberikan jauh sebelum hari terakhirnya di dunia itu. Bisa dikatakan, dari semua warisannya kepada cucunnya, sisir ini adalah salah 1 yang masih berguna sampai saat ini. -ST

Popular Posts

Isi blog ini