Kita telah belajar bersama di kelas ini selama 11 minggu berturut-turut. Dalam kelas ini, kita diajak untuk lebih mengenal firman Allah yang dituliskan oleh para pendahulu kita. Kita juga diajak untuk kembali ke masa lalu dan mengetahui lebih lanjut konteks saat kitab-kitab ini ditulis.
Para penulis kitab-kitab di Alkitab telah memberikan dirinya untuk menyebarkan kabar baik malalui karya tulisannya. Kitapun dapat melakukan hal yang sama dengan rupa-rupa karunia yang diberikan kepada masing-masing orang. Tidak hanya dengan tulisan, tapi juga dengan perbuatan lain, bahkan melalui perbuatan yang kita kira hanya perbuatan kecil.
Dalam bacaaan kita tadi, Petrus mengingatkan pembacanya –dalam hal ini juga berarti kita di kelas ini- untuk tetap memiliki cara hidup yang baik apabila ada yang memfitnah sebagai orang durjana. Saat ini, kata ‘fitnah’ lagi populer dan beredar melalui sms, koran, majalah, dan media internet. Kita mempunyai kemerdekaan untuk bersikap. Kita bisa memilih untuk balik memfitnah atau mengadakan investigasi mencari kesalahan si tukang fitnah dan menyebarkannya melalui cara yang hampir sama. Tetapi, kita juga punya pilihan untuk berbuat hal lain, berbuat hal-hal yang baik sehingga orang-orang akan memuliakan Tuhan karena perbuatan kita. Fitnah memang kejam, tapi tidak lebih besar dari karya Tuhan dalam kehidupan kita.
Tunduklah, karena Allah, kepada semua lembaga manusia, baik kepada raja sebagai pemegang kekuasaan tertinggi maupun kepada wali-wali yang diutusnya untuk menghukum orang-orang jahat. Dalam konteks sekarang ini, bisa diartikan sebagai menempatkan diri sebagai warga negara yang baik di NKRI ini. Walaupun banyak pihak yang berbuat sebaliknya, bukan berarti kita juga mengikuti langkah yang sama dengan menyalahgunakan kekuasaan atau berusaha membentuk negara baru.
Kita juga diminta hidup sebagai orang yang merdeka, tetapi juga sebagai hamba Allah. Hal ini terdengar bertentangan dalam kehidupan sekarang. Bagaimana mungkin seorang hamba juga adalah seorang yang merdeka. Di masa lalu, seorang hamba adalah seorang yang tidak mempunyai hak apapun dalam hidupnya, bahkan nama pun ada yang tidak punya. Hamba dimiliki oleh tuannya. Kita hanya bisa merelakan diri kita menjadi hamba bila kita telah mengetahui bahwa tuan kita, yaitu Tuhan Yesus adalah tuan yang baik dan selalu mendatangkan kebaikan bagi kita. Kerelaan sebagai hamba akan membuat kita menghormati, menghargai dan membawa serta dalam diri kita bagian dari tuan kita. Sebagai hamba Kristus, kita juga dikaruniakan kemerdekaan.
Yang terakhir, kita diingatkan untuk menghormati semua orang dan mengasihi saudara-saudara. Di sini iman dan perbuatan kita diuji. Ujian terasa mudah bila orang yang kita temui adalah Ibu Teresa, orang yang sangat berjasa bagi dunia. Hampir semua penduduk bumi tahu akan karyanya.
Bagaimana bila kita bertemu dengan orang-orang ini? (perempuan berkerudung lainnya tapi beda perbuatannya). Apakah kita tetap akan bisa menghormati dan mengasihi semua orang?
Tanpa sadar, kita akan menghakimi para perempuan yang menurut standar kecantikan duniawi jauh lebih cantik ini. Apakah kita akan tetap bisa menghormati dan mengasihi mereka?
{Pnt. ST}
Catatan:
Renungan ini dibawakan oleh Kelompok 10 MBA PB, sebuah kelompok yang sangat kompak dan bersemangat belajar pada hari Senin, 30 Mei 2011. Bacaan diambil dari 1 Pet 2: 11-17.