Ana

Sabtu, 30 April 2011

Suara Sopran Itu Ternyata....


Jumat, 29 April 2011
            Hari ini, jutaan orang di seluruh dunia menujukan perhatiannya ke Inggris sana. Hari ini adalah hari pernikahan Pangeran William dan Kate Midleton. Pernikahan pewaris tahta Inggris ini daya tariknya hampir sama seperti yang terjadi di abad lalu, pernnikahan Pangeran Charles dan Putri Diana, orang tua Pangeran William.
            Perhatian dunia sudah sejak berbulan-bulan yang lalu menumpuk pada pasangan ini. Hampir semua hal dikomentari. Mulai dari gaun pengantin, cincin, pakaian, undangan, makanan, dekorasi dll. Aneka macam media massa juga ikut mengupas trend terbaru ini. Jaringan sosial juga ikut-ikutan heboh.
            Sejak sore (atau pagi di Inggris), beberapa TV meliput acara ini. Liputan dankomentar datang dari beberapa sudut pandang. TV Indonesia yang menyiarkan adalah MetroTV dan MNC. Dan beruntunglah aku karena di rumah bisa akses BBC Knowledge. Bukan bermaksud tidak cinta TV Indonesia kalau aku akhirnya memilih nonton BBC saja. Liputannya lebih lengkap dengan keterangan yang jelas. Jelas dalam artian memberikan keterangan. Salah satu TV Indonesia lebih banyak memberikan opini dari nara sumber.
            Peneguhan pernikahan di Westminter Abbey itu didatangi oleh banyak undangan. Dari kabar terakhir sebanyak 1900 undangan. Para tamu undangan itu berdandan sebaik mungkin. Para wanitanya kebanyakan memakai hiasan kepala atau topi.
            Setelah semua undangan duduk di tempat yang telah ditentukan, barulah mempelai dankeuarganya menyusul. Kedua pangeran yang datang dalam 1 mobil memakai pakaian militer. Ibu pengantin wanita datang bersama anak lelakinya. Ratu Inggris yang berbaju kuning datang bersama suaminya. Dan tentu saja mempelai wanitanya. Dia datang bersama dengan ayahnya. Untuk cerita dan berita yang lebih detil, sepertinya itu jatah para pewarta profesional saja. Beritanya sudah ada di beberapa situs berita walaupun upacaranya belum selesai.
            Yang paling berkesan buatku adalah hiasan tanaman dan paduan suaranya. Tidak seperti biasa dimana dekorasi didominasi oleh bunga, kali ini dekorasinya berupa pohon. Ada pohon di dalam Westminster Abbey. Pohon itu makin terlihat bila kamera mengambil gambar tampak atas. Warna hijau menutup topi warna-warni yang digunakan para undangan wanita.
            Paduan suara yang membawakan lagu dengan begitu indah juga menarik perhatianku. Pembagian suaranya mantap dan solois bersuara sopran menyanyikan nada-nada tinggi dengan jernih. Baru pada saat lagu Ubi Caritas dinyanyikan, aku baru mengamati para penyanyi itu. Ternyata tidak terdapat perempuan yang bisa menjadi terduga sang pemilik suara sopran. Suara sopran nan jernih itu ternyata berasal dari mulut mungil anak-anak lelaki kecil. Lucu, cute dan imut. Dan yang pasti, suaranya keren abisss!!!

Dispenser Inovasi Gravitasi


           


Air mineral dalam galon yang diletakkan terbalik dan di ujungnya ada keran sudah menjadi pemandangan biasa di mana-mana. Benda yang dinamakan dispenser itu juga telah berkembang bersama teknologi. Dari yang hanya berupa kendi keramik sampai yang bisa mengolah air panas dan air dingin. Ukurannya pun bermacam-macam, ada yang hanya sebesar buah kelapa sampai sebesar seorang anak umur 10 tahun.
            Dispenser air ini adalah salah satu cara manusia memudahkan hidupnya dengan memanfaatkan apa yang sudah ada, yaitu gravitasi. Gravitasi atau gaya tarik bumi menarik semua benda yang ada di atas bumi untuk lebih dekat ke pusat bumi. Air sebagai bagian dari bumi juga akan patuh pada hukum gravitasi ini. Pengetahuan inilah yang digunakan dalam ilmu irigasi untuk mengairi sawah. Pengetahuan ini pula yang menjadi dasar pembuatan dispenser.
            Sebelumnya, pemindahan air ke dalam gelas menggunakan cedokan atau teko. Pemindahan air dengan cara ini bila dilakukan berkali-kali akan menggunakan tenaga yang lebih besar dan kerepotan yang lebih banyak dibanding dengan menggunakan dispenser. Cukup tekan keran, kita sudah bisa menikmati air segar dari dispenser. {ST}

OB2Wing



OB2Wing (baca: Obe Tuwing) adalah satu-satunya kura-kura yang menjadi penghuni kolam kura-kura di rumah kami mulai dari hari lahirnya ke dunia ini. Dia muncul dari sebutir telur lonjong yang terpendam dalam pasir tak jauh dari kolam. Entah anak kura-kura yang manakah dia. Berhubung kura-kura dengan species ini semua diberi nama Obe (karena kegendutan alias obesitas), maka nama anak kura-kura ini diawali dengan OB.
Sebelum OB2Wing ditetaskan ke dunia ini, sudah pernah ada penghuni lain yang juga berasal dari telur, bukan toko kura-kura, namanya OB1Kenobi (baca: Obewan Kenobi). Bayi kura-kura ini hanya menghirup udara dunia selama 3 hari sebelum akhirnya kembali dipanggil oleh penciptanya.
Saat ini OB2Wing sudah sebesar mangkok kobokan. Walaupun dia masih menjadi penghuni terkecil di kolam ini, tapi mencarinya sudah tidak diperlukan kaca pembesar lagi seperti di cerita Sherlock Holmes. Dia juga sudah bisa menjadi bintang sebuah kisah foto bersambung.....

1.      Seperti layaknya semua kura-kura di dunia, OB2Wing juga ngumpet di balik tempurungnya yang keras kalau ada raksasa manusia.

2.      Tapi kalo raksasanya udah kenal sih gapapa deh, cantik pula lagi....waktunya unjuk moncong, ngintip dikit dulu. Biasa deh kalo baru ketemu malu-malu dulu.

3.      “Iya sebentar ya....” OB2Wing menjawab panggilan dari dalam kolam. Panggilan 6 ekor kura-kura senior yang sedang berpesta makanan.

4.      “Mbak raksasa yang lagi kurang kerjaan foto²in kura-kura, aku mau gabung ama yang lain ya....lagi pada pesta pelet tuh di kolam” OB2Wing berkata dengan bahasa kura-kura sambil mengedipkan mata.

5.      OB2Wing merangkak ke tepi kolam.

6.      “Mana ya makanannya? Kok tinggal dikit?”

7.      “Pamit dulu ya....mau nyebur trus makan, ntar keburu kehabisan, sekalian difoto tampak samping ya mbak....”

8.      “Hmmmm....mau nyebur di sebelah situ, kok di bawah ada kepala senior ya....bisa-bisa aku dikerjain ntar nih kalo sampe niban itu kepala”

9.      “Nah itu dia ada tempat landasan nyebur yang pas banget. Ciaaaaattttttt!!!!!”

10.  “Byuuuuurrrrrrr!!!”

Jumat, 29 April 2011

Pentol Bakso di Palangkaraya

            
 Bakso adalah jajanan favorit hampir di seluruh penjuru Nusantara ini. Makanan berbentuk bola daging itu ada dimana-mana dengan penyajian yang umumnya berkuah dan disajikan di dalam mangkok. Begitu juga halnya di Kota Palangkaraya di Kalimantan Tengah. Di kota tempatku pernah tinggal semasa kecil ini bakso juga adalah jajajan favorit. Selain disajikan seperti umumnya dengan kuah dan mangkoknya, bakso di kota ini juga dijual satuan dan makannya dengan dicolok lidi. Cara makannya dengan mencolok bakso di dalam panci penjualnya, masukkan dalam saos dan langsung dimakan. Mencolok bakso, mencelupkan dalam saos dan memasukkan dalam mulut ini dilakukan oleh pembeli alias swalayan.
            Dengan bentuknya yang seperti pentolan itu, maka jajanan ini memang disebut dengan pentol saja. Dengan menyebut ‘pentol’, tanpa kata bakso, orang sudah tahu apa yang dimaksud. Di tahun 90an, jajanan ini berharga Rp 100 / pentol. Saat ini harganya sudah melonjak berkali-kali lipat menjadi Rp 1000,-.
            Penjual pentol ini tersebar di seluruh penjuru kota terutama di dekat sekolah atau pusat keramaian yang sering didatangi oleh anak-anak. Cara menjualnya bisa dengan menggunakan gerobak, sepeda, bahkan sepeda motor. Untuk beberapa pedagang yang munjual pentolnya sampai ke luar kota, sepeda motor juga umum digunakan. Jadi, jangan khawatir tidak menemukan pentol saat kita berada di daerah wisata 30an kilometer di luar kota.

Pukung Penjaga Anak



            Pukung adalah salah satu cara mengayun anak di daerah Kalimantan Tengah. Caranya adalah mendudukkan anak di ayunan dan mengikat bagian leher sampai ke pundaknya dengan kain. Cara ini dimaksudkan supaya anak kecil yang sedang tertidur tidak terjatuh, begitu pula saat ia tiba-tiba terbangun. Untuk maksud tujuan seperti itu, menggunakan pukung memang menyelesaikan masalah. 
           Masalah selanjutnya akan berdampak pada anatomi anak yang terlalu sering dipukung. Dengan kondisi tulang belakang  anak yang masih belum bisa berdiri tegak, maka bila anak terlalu sering dipukung akan mengakibatkan postur anak agak bungkuk. Dengan akibat seperti ini, pukung sudah ditinggalkan oleh keluarga yang menyadari akibatnya. Mengayun anak dengan menggunakan kain dilakukan dengan posisi anak berbaring.
            Walaupun melakukan pukung telah ditinggalkan oleh banyak orang, di tepian Sungai Kahayan masih ada yang melakukan pada bayinya seperti yang terekam di foto ini. Di rumah yang terletak di pinggir sungai ini sang ibu juga bekerja sebagai penjual ikan di depan rumahnya. Kakak lelaki bayi itu masih terlalu kecil untuk menjaga adiknya, maka jadilah bayi itu dipukung selagi ibunya melayani pembeli yang datang membeli dagangannya. {ST}

Gorengan Gunting di Tepi Sungai Kahayan


Jembatan yang menghubungkan kedua sisi Sungai Kahayan di Kota Palangkaraya adalah salah satu tempat yang ramai dikunjungi orang di sore hari. Pemandangan indah sungai yang mengalir tenang di bawah jembatan ini menjadi pemandangan yang menenangkan dan sangat menghibur. Maklum, di kota ini belum cukup banyak arena hiburan modern.
Di bagian bawah jembatan ini, tepatnya dekat tugu peletakan batu pertama kota Palangkaraya, ada suatu lokasi dimana pengunjung dapat menikmati makanan dan minuman. Daerah tempat berjualan itu terbagi menjadi 2 sisi dimana salah 1 sisinya menjual soto. Sisi lainnya menjual gorengan. Yang khas adalah gorengannya ini. Yang digoreng antara lain: pisang, ubi, singkong, bakwan. Makannya pakai petis encer. Diletakkan di piring yang kemudian dipotong-potong sesuai selera pembeli karena pembelinya memotong sendiri dengan gunting.
Setelah menyiapkan sendiri cemilan yang akan menjadi teman ngobrol kita, tiba waktunya untuk memilih tempat duduk di meja kursi panjang yang telah disediakan dan menikmati cemilan khas itu. {ST}

Kamis, 28 April 2011

Mengawah Dalam Kebersamaan


            Mengawah adalah istilah yang sering digunakan pada persiapan acara besar Suku Dayak Ngaju saat ini. Mengawah ini bukanlah bahasa asli Dayak. Mengawah berasal dari kata dasar kawah. Kawah seperti di gunung berapi. Kawah yang biasanya berbentuk seperi mangkok besar. Istilah ini berasal dari besarnya wajan yang digunakan untuk memasak. Wajan ini berukuran sangat besar, dengan diameter 1 meter.

            Mengawah atau memasak bersama adalah bentuk gotong royong dari keluarga dan kerabat yang mengadakan acara, misalnya saat pernikahan. Saat jasa catering belum ada, kegiatan mengawah bersama ini sangat membantu. Keluarga dan kerabatlah yang bertanggung jawab untuk urusan makanan. Keluarga inti atau orang yang mengadakan hajatan, bisa lebih fokus mengurusi urusan lain.

            Biasanya, kegiatan memasak ini dikerjakan oleh para perempuan. Satu orang ditunjuk sebagai penanggung jawab dan yang lainnya mengerjakan pekerjaan yang telah dibagi-bagi. Semua yang datang ikut bekerja bersama. Dimulai dengan mengolah bumbu, bahan masakan dan mengaduk makanan di kawah.
            Untuk mengaduk bahan makanan di dalam kawah digunakan alat pengaduk seperti dayung dari bahan kayu. Mengaduk makanan ini diperlukan tenaga yang besar. Karena itu sering kali dilakukan bergantian oleh beberapa orang.

Ikan Patin Penghuni Kolam Kura-kura

Ikan patin berenang di kolam

            Kolam kecil dengan sebuah taman di rumah biasanya disebut kolam ikan. Tidak demikian halnya dengan kolam di rumah keluarga kami, kolam ini adalah kolam kura-kura. Di kolam yang lengkap dengan sebuah taman mungil itu terdapat 7 ekor kura-kura ditambah seekor ikan patin besar. Ikan patin ini adalah satu-satunya ikan yang bisa bertahan hidup lama di kolam kura-kura kami.
            Ikan patin ini adalah pemberian dari sepupu kami yang pernah belajar di Sekolah Tingggi Perikanan (STP) di Pasar Minggu. Saat libur dan boleh keluar asrama, Teguh –sepupu kami itu- akan pulang ke rumah kami. Ikan patin kecil yang dulunya lebih dari 1 ekor itu dibawa pulang sebagai buah tangan. Jadi, yang dibawa dari Pasar Minggu tidak hanya pepaya, mangga, pisang, jambu seperti di lagu itu. Ikan patin juga ada yang dari Pasar Minggu.
Tanak ikan patin
            Ikan-ikan kecil itu dengan segera menjadi penghuni baru di kolam kura-kura. Teguh yang selalu berolah raga pagi kalau menginap, ikut mengawasi perkembangannya. Beberapa ikan itu ada juga yang tidak bisa bertahan hidup dengan berbagai sebab. Ada yang digigit kura-kura atau tidak bisa beradaptasi dengan lingkungannya. Hanya ada 1 yang bertahan hidup sampai bertahun-tahun.
            Seekor ikan patin itu bertambah makin besar, begitu juga dengan para kura-kura. Kolam yang besarnya tidak bertambah makin terasa sesak untuk semuanya. Sepertinya persaingan sengit terjadi di kolam ini untuk memperebutkan teritori. Sampai akhirnya suatu hari ikan patin itu ditemukan dengan sirip tercabik-cabik dan lemas. Mamahku, sang penguasa kolam yang sebenarnya akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidup hewan peliharaannya ini dan menjadikannya menu di meja makan. 

Ikan patin goreng
            Ikan itu akhirnya diambil dari kolam untuk menuju dapur. Daging ikan ini dimasak menjadi 2 menu : ikan goreng dan tanak ikan. Dengan usianya yang (mungkin) sudah 5 tahun, dagingnya terasa cukup enak. Mungkin kalau dibandingkan dengan sapi dan kambing, seharusnya sudah alot, tapi karena struktur daging ikan memang lebih lembut, maka jadinya tidak alot.
            Teguh, sang pemberi ikan ini sekarang sudah kembali ke Kalimantan dan bekerja di Tamiang Layang. Dia sekarang sudah punya anak 2 orang. {ST}

Gerobak Tanpa Si Melon

                Sejak diperkenalkannya tabung gas elpiji 3 kg dan langkanya minyak tanah, hampir setiap gerobak jualan yang perlu memasak menggunakan tabung gas 3kg berwarna hijau terang itu. Tabung gas bulat yang mirip melon ini seakan menjadi seragam baru para tukang nasi goreng, bakso dan gorengan. Pedagang minyak tanah keliling pun ada yang beralih profesi menjadi pedagang gas melon keliling.
                Hampir sepanjang tahun 2010 yang lalu, tabung gas melon ini sering menjadi berita di semua media, mulai dari obrolan pinggir jalan sampai tv nasional. Tabung 3kg ini sering meledak dimana-mana dan memakan korban jiwa. Tabung melon yang terlihat imut pada awal kemunculannya ini berubah menjadi teror. Penyebab dan pihak yang bisa dituduh bersalah pun kembali dicari-cari (entah ditemukan atau tidak nih). Masyarakat menjadi ketakutan.
                Untuk beberapa golongan masyarakat yang mempunyai pilihan, yang mampu membeli kompor dan tabung gas yang lebih baik, teror si melon bisa dikurangi dampaknya. Tidak demikian dengan masyarakat yang tidak punya pilihan, yang harus bergantung pada si melon. Seperti penjual nasi goreng atau bakso misalnya. Untuk memudahkan mobilitasnya sebagai penjual keliling, tabung 3kg lah yang paling memungkinkan dibawa kemana-mana. Belum lagi ditambah makin langkanya minyak tanah, memang hanya si tabung melon yang kelihatannya bisa menjadi penyambung hidup mereka.
                Entah untuk alasan apa, penjual ronde di Ganjuran ini menggunakan kompor tungku dan arang sebagai bahan bakarnya. Entah karena distribusi kompor dan tabung gas dari pemerintah belum sampai di daerah ini atau karena alasan makanan yang dimasak dengan tungku rasanya jauh lebih sedap. Yang jelas kami merasa aman ‘nongkrong’ tak jauh dari gerobak ronde ini.

Dahulu Mata Bajak di Tempat yang Dahulunya Dibajak


        Dahulu, masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agraris. Masyarakat yang hidup dari hasil pertanian. Padi, lumpur dan alat pembajaknya telah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Saat ini, dengan makin berkembangnya kota besar, banyak orang yang sudah tidak mengenal lagi budaya bercocok tanam. Lahan pertanian mulai tergusur dengan berkembangnya pemukiman di pinggiran kota.
               Saat sawah yang hijau membentang berganti dengan bangunan beton. Perlengkapan membajak sawah pun harus turut dipensiunkan, seperti alat pembajak sawah misalnya. Pembajak sawah yang umumnya terbuat dari kayu beralih fungsi menjadi kayu bakar yang hilang dengan sekali bakar. Tidak banyak yang menyimpan kenangan akan alat pembajak sawah dengan menyimpannya di rumah apalagi beserta dengan sapinya. Alat pembajak sawah di Jakarta mungkin hanya bisa ditemukan di museum.
               Beberapa produsen mebel cukup kreatif dengan membuat kursi panjang dengan bahan dari alat pembajak sawah ini. Seperti yang terlihat dalam foto ini, kaki kursi dibuat dari mata bajak. Selain memanfaatkan barang bekas, kursi panjang ini juga membangkitkan kenangan akan masyarakat petani. Saat ini, kursi dengan kaki dari mata bajak itu berada di sebuah rumah yang dulunya adalah sawah di pinggir kota Batavia. {ST}

Rabu, 27 April 2011

Sampai Tetes Penghabisan


Pernahkah kita gemas hendak mengeluarkan saos tomat atau sambal yang tinggal sedikit di botolnya? Apalagi kalau sang saos kita rencanakan sebagai teman makan bakso yang lebih enak dimakan saat masih panas-panas itu? Ditambah lagi perut lapar melilit disertai wangi kuah bakso yang semerbak di tengah cuaca adem selagi musim hujan. Waaaa........tidaaakkkkk..... Mungkin itu adalah siksaan di saat menjelang makan.

Atau pernahkah kita dengan rambut kuyup di kamar mandi bersiap mau keramas tapi shampoo yang mau kita gunakan tidak kunjung keluar dari botolnya?

Kedua hal di atas sebenarnya masalahnya sama, mengeluarkan cairan kental dari sebuah botol. Karena kekentalannya, jalannya cairan menuju mulut botol lebih lama dibandingkan dengan air yang lebih cair. Kita, yang walaupun sudah paham tetap saja gemas menantikannya – apalagi menanti saos di mangkok bakso yang mengepul-ngepul.

Saat ini, sudah banyak kemasan yang memang didesain dengan tempat pengeluaran di sebelah bawah sehingga bisa digunakan sampai tetes penghabisan. Desain seperti ini biasanya berbentuk tube dan tetap stabil dengan tutup berbentuk lingkaran. Misalnya untuk pasta gigi, sabun pencuci muka dan krim muka. Untuk botol biasa pun, sebenarnya masih bisa diakali. Untuk barang-barang kepunyaan sendiri yang isinya sudah sedikit, bisa kita letakkan dalam keadaan terbalik. Untuk saos tomat punya abang tukang bakso yang menjadi inspirasi tulisan ini, kita bisa membalikkannya saat menunggu pesanan tiba. Lumayan kan ada beberapa saat sembari gravitasi bekerja menarik saos menuju mulut botol. {ST}

Popular Posts

Isi blog ini