Ana

Jumat, 19 November 2010

Petualangan Sembilang


Ia bernama Sembilang. Ia Berbadan kecil & kurus. Dinamakan Sembilang karena waktu kecilnya pernah tergelincir dan ditemukan di lorong nomor sembilan dalam sebuah sarang semut. Sarang semut? Iya sarang semut. Sembilang adalah seekor semut hitam. Di dunia semut saja ia terlihat kecil mungil. Bayangkan saja besarnya bila dibanding dengan kita, manusia.

Sembilang termasuk semut pekerja di dalam koloni semut itu. Tugasnya mencari makanan untuk seiisi sarang, memelihara semut kecil yang baru menetas dan memperbaiki sarang. Tentu saja tugas itu tidak dilakukannya sendiri. Semut pekerja adalah jenis terbanyak dalam sebuah sarang. Dalam sebuah sarang semut hanya terdapat 1 ekor ratu semut yang menjadi induk semua semut di sarang itu, selebihnya adalah semut pekerja. Semut yang sering kita lihat di dekat gula pasti adalah semut pekerja seperti Sembilang.

Dari sekian banyak tugas semut pekerja, Sembilang paling tertantang untuk mencari makanan keluar sarang. Semangat petualang dalam diri Sembilang selalu berkobar setiap kali melangkahkah ke-6 kakinya keluar sarang. Biasanya dia keluar besama sekelompok semut lainnya untuk mengangkut makanan kembali ke sarang. Tidak seperti tugas lain yang berulang itu-itu saja, tugas mencari makanan ke luar ini selalu ke tempat yang berbeda. Pernah ke dalam stoples gula, ke dalam kotak makan siang bahkan yang paling menegangkan adalah mengambil remah biskuit di dalam mobil yang bergerak tidak lama kemudian.

 “Sempada hebat ya...dia menemukan permen rasa strawberry di taman” kata seekor semut lain kepada Sembilang.

“Ayo kita keluar ikut membawa pulang permennya” kata seekor semut lain.
“Ibu Ratu pasti senang dengan penemuan hari ini” komentar salah satu semut.

Sembilang tidak terlalu bersemangat. Kali ini pikirannya dipenuhi obsesi untuk menjadi bahan pembicaraan seperti Sempada juga. Dia juga mau terkenal seperti saudaranya itu. Sempada yang tinggi menjulang mengepalai pasukan pencari makan. Sembilang merasa sangat kecil hati bila melihat teman yang juga saudaranya ini. Dia selalu berhasil mendapatkan makanan ke manapun dia pergi. Sembilang bertekad suatu saat dia juga akan menjadi ‘bintang’ di sarangnya.

Semut selalu mencari makanan untuk seluruh keluarganya. Setelah berkali-kali bertugas mengambil makanan. Sembilang baru tahu kalau sebelumnya sudah ada semut dari sarang yang pergi duluan ke tempat itu. Semut itu kemudian kembali ke sarang dengan meninggalkan jejak berupa zat kimia. Jejak itulah yang akan menuntun mereka kembali ke tempat itu dengan beberapa semut lain yang akan gotong royong membawa bahan makanan kembali ke sarang. Sempada sering kali mendapat tugas untuk melakukan pengintaian lebih dulu.


Sembilang pernah melihat Sempada pergi sendirian meninggalkan sarang. Sembilang mengikuti jejaknya dari belakang. Saat itu Sembilang sadar, bahwa semut inilah yang mengembara sendirian untuk kemudian kembali ke sarang dengan jejak makanan.  Pada suatu malam, ia pun memutuskan untuk pergi sendiri mencari makanan. 

“Badan kecilku yang hitam pasti tidak mudah dilihat oleh yang bermaksud mencelakakan” Pikiran ini turut membuat tekad Sembilang makin kuat. Selama perjalanannya keluar sarang, ancaman terbesar adalah terinjak atau tertindih  makhluk lain yang lebih besar. Selain itu ada juga resiko terkena sapu, kemoceng, tertiup angin atau terbawa aliran air.

“Lagipula aku juga sudah beberapa kali tugas ke luar sarang, aku sudah tahu tentang dunia luar” kembali Sembilang berkata pada dirinya sendiri sambil menepuk dada.

Dengan tekad kuat, Sembilang meninggalkan sarangnya di malam yang gelap. Dia menuju tempat terakhir kali permen ditemukan. Daerah ini juga adalah daerah luar sarang yang paling segar di ingatannya. Di kegelapan malam itu, Sembilang berjalan kesana-kemari. Ia naik turun batu dan rumput sampai pagi menjelang. Saat terang, barulah terlihat jelas kalau tempat itu adalah taman bermain untuk anak-anak manusia.

Anak-anak manusia balita berlarian  dan memainkan berbagai macam yang bisa dimainkan. Seorang anak yang berjongkok di pasir hampir menangkap Sembilang yang terlihat kontras di pasir putih. Anak itu mengaduk-aduk pasir tempat Sembilang berpijak. Sembilang tertimbun di dalam tumpukan pasir sampai sesak napas dan akhirnya pingsan. Walaupun begitu, ia tetap bersyukur karena kalau tidak tertimbun, pastilah ia sudah tak lagi berbentuk semut normal di tangan anak itu.

Setelah siuman, Sembilang kembali berjalan dengan perasaan sedih dan kesepian. Biasanya dia selalu bersama dengan saudara yang lain melakukan perjalanan. Kali ini ia sendiri dengan badan memar dan sakit. Ia juga telah kehilangan arah di tumpukan pasir putih itu. Ia menyesali perasaan irinya kepada Sempada. Ternyata modal untuk bertahan saat berjalan sendirian bukan hanya tubuh kecil yang tak terlihat. Apalagi ia juga teringat pada beberapa pendahulunya yang sampai kehilangan nyawa demi mencari makanan untuk keluarganya.

“Kepalaku sakit sekali dan aku lapar” Sembilang berkata lirih dalam hati. Ingin rasanya dia berteriak tapi tidak bisa. Semut tidak dapat bersuara, mereka berkomunikasi dengan saling menyentuhkan antena atau sungut. Dan saat ini tidak ada antena semut lain di sekitarnya.

Sembilang berjalan tak tentu arah di bak pasir itu. Matahari yang panas terik semakin membuatnya lemah dan lemas. Dia tertunduk sedih sambil memandang bayangannya yang berwarna hitam seperti tubuhnya.

“Aha! Bayangan! Aku ingat perjalanan kami di sore hari. Bayangan Sempada yang memimpin kami jatuh ke belakang. Sepertinya sekarang lebih baik aku berjalan ke arah yang sama, bayangannya di sebelah belakang.” Timbul sebuah pikiran yang membuat Sembilang lebih bersemangat.

Berjalan dengan bayangan di belakang tubuh artinya berjalan menghadap matahari sore. Sembilang berjuang untuk berjalan terus sampai akhirnya dia menemukan tepi bak pasir. Dia bertemu dengan rumput yang lembab. Sembilang melompat girang dan terus berjalan. Kali ini tujuannya hanya pulang ke sarang.

Tanpa disangka, di rerumputan yang terlihat seperti hutan di mata Sembilang, sesuatu terjatuh dari atas. Sesuatu yang hampir menindih tubuh mungil Sembilang.

“Plop” bunyi permen bulat bertongkat yang terjatuh ke tanah di sela rerumputan.
“Huaaaa....huaaaa.....pelmennya jatuh” tangis seorang anak berambut keriting sambil berjongkok tak jauh dari Sembilang.

Sembilang kaget sampai terjengkang karena kejadian yang terjadi belum lagi ditambah suara tangisan yang membahana.

“Sudah gak apa-apa. Kita buka permen yang baru aja ya...Yang itu sudah kotor” Kata seorang ibu sambil mendekati anak yang menangis keras itu. Anak itu tetap menangis sampai ibu itu menggendongnya dan memberikan permen baru.

Setelah tersadar dari kekagetannya, Sembilang menatap permen yang sudah dibuka tapi masih utuh di depannya itu. Sambil melongo ia mengucek matanya. Apakah ini mimpi? Di saat ia sudah menyerah dan mau kembali ke sarang malah menemukan permen besar tanpa sengaja. Pohon besar yang jadi penanda sarang pun terlihat makin jelas disinari matahari sore itu. Segera Sembilang berlari ke sarang sambil meninggalkan jejak berupa zat kimia yang dimiliki semua semut. 

Sesampai di sarang, Sembilang segera memberitahukan ke sesama semut pekerja yang lain. Semirang, seekor semut yang jarang Sembilang temui memimpin pasukan itu. Sempada sedang bertugas keluar sarang. Semirang memimpin pasukan itu menuju tempat permen ditemukan dengan Sembilang sebagai penunjuk jalan yang tentu saja berjalan di depan. Sembilang sangat bangga dengan posisinya kali ini, dia berbaris di barisan depan.

“Wowww....besar sekali permennya. Kita perlu tambahan pasukan untuk membawanya ke sarang sebelum gelap” Semirang berakata dengan kagum dari barisan paling depan.

Tak jauh dari situ, sekelompok semut yang berasal dari sarang yang sama melintas dalam perjalanan kembali ke sarang. Kelompok itu dipimpin oleh Sempada. Kelompok semut yang berisi teman-teman Sembilang sehari-hari. Mereka bertemu dengan seekor semut yang dikirimkan kembali ke sarang untuk meminta tambahan semut. Kelompok ini langsung menuju tempat penemuan permen dan bergotong-royong membawa permen itu ke sarang sebelum gelap.

“Horeee....horeee....” seisi sarang bersorak senang karena datangnya makanan dan kembalinya Sembilang.

“Selamat ya atas penemuan makanannya” Sempada memberikan selamat ke Sembilang. Sembilang merasa senang tapi juga sedih. Selama ini dia tidak pernah memberikan ucapan selamat pada Sempada karena rasa iri. Tapi kali ini Sempada memberikan ucapan selamat dengan muka yang tulus dan sikap rendah hati.
Sembilang akhirnya menghampiri Sempada dan berterus terang tentang rasa iri juga kekagumannya pada Sempada. Sempada tertawa terkekeh mendengarnya. Ternyata dia juga pernah bersikap seperti itu saat masih muda. Sikap rendah hati dan menghargai semut lain didapat karena pernah hampir mati tertiup angin kemudian hanyut terbawa aliran air.

“Kita bangsa semut tidak bisa hidup sendiri. Untuk mengerjakan segala sesuatu harus bergotong-royong bersama. Kalaupun aku pernah terlihat pergi sendiri keluar sarang, sebenarnya aku tidak sendiri. Ada teman-teman lain yang sudah menunggu di luar sana” Sempada menjelaskan pada Sembilang.

“Jadi, jangan pernah lagi pergi sendiri untuk menunjukkan kehebatan kita. Segala pujian dan sanjungan tidak ada gunanya kalau kita membahayakan diri sendiri dan sarang” Sempada melanjutkan.

Sembilang menatap kagum ke kakaknya itu dan berjanji dalam hati untuk tidak lagi melakukan sesuatu yang tujuannya menyombongkan diri sendiri.

“O iya, 1 lagi yang harus diingat. Sikap gotong-royong kita itu juga ditiru oleh manusia lho...Kalau untuk yang 1 ini bolehlah kita berbangga” Sempada berkata sembari melangkah masuk ke lorong sarang.

Wise

Copas dari emailnya Kak Daniel Kristanto (&&) Sesuatu yang baik, belum tentu benar. Sesuatu yang bagus, belum tentu berharga. Sesuatu yang berharga/berguna, belum tentu bagus. Jika Anda tidak bisa menjadi orang pandai, jadilah orang baik. (22nya paling bagus) Jika berbuat baik, kebaikan pula yang akan kita terima kelak. Iri hati yang ditunjukan kepada seseorang akan melukai diri sendiri. Yang penting bukan berapa lama kita hidup dan sudah melayani, tetapi bagaimana kita menggunakan hidup ini bernilai sesuai dengan kehendkNya. Orang bijaksana selalu melengkapi kehidupannya dengan banyak persahabatan. Jika kejahatan di balas kejahatan, maka itu adalah dendam. Jika kebaikan dibalas kebaikan itu adalah perkara biasa. Jika kebaikan dibalas kejahatan, itu adalah zalim. Tapi jika kejahatan dibalas kebaikan, itu adalah mulia dan terpuji. Persahabatan sejati layaknya kesehatan, nilainya baru kita sadari setelah kita kehilangan. Namun kita tidak akan pernah memiliki seorang teman, jika kita mengharapkan seseorang tanpa kesalahan, karena semua manusia itu baik, kalau kita bisa melihat kebaikannya dan menyenangkan kalau kita bisa melihat keunikannya. Tetapi semua manusia itu akan buruk dan membosankan, kalau kita tidak bisa melihat keduanya. Sesungguhnya hati adalah ladang, maka tanamlah ia dengan perkataan yang baik, dan perbuatan yang baik. "Kalau hari ini kita masih bernafas, itu berarti rencana Tuhan dalam hidup kita belum selesai" Mari berlomba-lomba makin serupa dengan Dia, Kristus yang adalah Tuhan, Juruselamat dan teladan kita. Selamat menjalani hidup. GBU All. Love, &&

Kamis, 18 November 2010

Catatan Harian Setiap Hari yang Tak Sampai

Bulan lalu aku bertekad mau bikin catatan harian setiap hari. Namun apa jadinya di Bulan Oktober itu? Banyak kejadian menarik yang patut dicatat, tapi banyak pula kejadian yang membuatku kehabisan tenaga. Aku sempat ada job yang mengharuskan ngantor setiap hari. Setelah sekian lama bebas merdeka, berjam-jam duduk di kantor membautku cepat lelah dan bosan. Alhasil setelah ngantor malah main-main ketemu teman atau ngapain aja yah? Bingung juga kalo diingat. Yang jelas sempat kena tilang aja pas pulang malam-malam sendirian. Aku juga sempat kena demam berhari-hari. Ternyata aku kena demam berdarah. Baru gejalanya aja sih, sudah tes lab, virusnya ada di darahku. Untungnya trombositku normal jadi gak perlu opname di rumah sakit. Asli aku paling males harus opname. Paling males ditusuk jarumnya itu loh. Selebihnya? Aku gunakan waktu untuk menulis buku perdanaku yang sekarang baru jadi 50 halaman. Semoga cepat kelar ya...Targetnya sih bulan November ini kelar. Jadi kalo ada ide langsung dicatat biar gak ilang. Bulan Desember tinggal mikirin Natal

Blog Sempat Hilang

Blogku sempat hilang beberapa hari. Huuuuuhuhuhu....aku panik banget. Di situ sudah cukup banyak tulisanku yang memang sengaja aku buat untuk dibaca orang lain. Untuk latihan jadi penulis ceritanya. Dalam saat panik kemaren, kepikir juga untuk nanya seorang mantan pacar yang suka ngeblog. Tapi malu ah...lagian aku bukan orang yang mau dikasihani. Dari kemaren udah coba berkali-kali sambil berharap semoga lagi error doang, baru beberapa hari berhasil. Lega banget rasanya. Bukan bermaksud selingkuh atau gak setia kalau akhirnya aku buat account blog yang lain, masih belum diisi sih. Belum sepmat bikin tulisan yang layak baca lagi.

Petualangan Belalang Daun di Atas Daun Kering



            Namaku Doni. Kesukaanku bermain di dalam hutan. Aku bercita-cita untuk keliling dunia kalau sudah besar nanti. Orang tuaku sangat tidak mendukung keinginanku ini karena tidak semua bagian dari dunia ini ada daunnya, dimana kami tidak bisa menyamarkan diri dari penglihatan musuh.
            Keluarga kami adalah penghuni hutan yang selalu terlihat tenang. Terlalu banyak bergerak akan membuat kami mudah terlihat oleh musuh yang akan segera memangsa kami. Kami hanya bergerak seperlunya di saat dunia sekitar cukup aman.
            Kami adalah keluarga belalang daun. Seperti juga orang tuaku, dari jauh tubuhku terlihat seperti daun. Sayapku yang hijau muda terlihat seperti daun singkong muda lengkap dengan guratan khas daun. Orang tuaku seringkali mengingatkan untuk tidak bermain di pucuk daun singkong.
             Ibu penghuni rumah kayu sederhana di tepi hutan ini sering memetik daun singkong untuk makanan keluarganya. Bisa saja dia juga ikut memetik aku kalau aku berada di situ. Yang Maha Kuasa menganugerahkan kami beberapa bagian tubuh yang mirip daun untuk menyamarkan diri dari pemangsa.
            Beberapa generasi keluarga kami telah bertahan hanya dengan berdiam diri di dekat dedaunan. Penampilan kami yang terlihat sama dengan sekitarnya membuat pemangsa tidak terlalu sadar akan keberadaan kami. Tidak cuma pemangsa, manusia juga perlu kejelian untuk bisa menemukan kami.
           Selain keluarga kami, belalang daun, di sekitar sini juga tinggal belalang jenis lain yang juga berteman dengan keluarga kami. Kata ibuku, kami berasal dari nenek moyang yang sama. Dalam perkembangannya, kami tinggal di tempat yang sedikit berbeda yang membuat bentuk tubuh kami juga berbeda.
Belly temanku adalah belalang sawah. Dia berwarna coklat kehijauan. Belly mempunyai banyak sekali saudara.

“Doni, kita main ke dalam hutan yuk...” ajak Belly pada suatu pagi yang cerah. “Yukkk....” Doni menjawab dengan antusias.
Selama ini ia hanya sesekali main ke dalam hutan. Itu pun dia lakukan sendiri. Saudara-saudara lain tidak berminat apalagi banyak cerita misterius yang beredar di pemukiman belalang daun itu.
 “Kita kan belum pernah ke dalam sana, kita bawa bekal makan siang dan air minum juga kali ya...” Kata Doni ke teman yang mengajaknya itu.
“Boleh aja, tapi gak usah banyak-banyak. Nanti kita susah melompat” Kata Belly lagi. “Kita ketemu lagi di pinggir hutan ya...” Kata Doni sambil berbalik menuju rumahnya.

            Kedua belalang yang bersahabat itu tiba di tepi hutan tak lama kemudian. Mereka hanya membawa buntelan kecil yang diletakkan di bawah sayap. Keduanya berlompatan dengan senang menuju dalam hutan yang makin lama makin lebat. Pohon-pohon berukuran besar terlewati satu per satu. Mereka berhenti di tiap pohon besar yang belum pernah mereka kunjungi sebelumnya. Tanah pun sudah tidak lagi dihias rumput. Gantinya adalah dedaunan yang telah jatuh dan sebagian telah membusuk, warnanya coklat kehitaman.
            Mereka menghentikan perjalanan mereka saat sudah kelaparan dan kehausan. Berdua mereka bertengger di akar pohon besar. Sambil tertawa ceria mereka saling berbagi makanan. Makanan yang mereka bawa langsung ludes dengan cepat. Sambil beristirahat mereka melihat ke atas pohon. Ada seekor monyet abu-abu yang sepertinya masih anak-anak. Anak monyet itu juga lagi makan.

 “Ini sebelah mananya hutan ya?” Doni baru menyadari kalau mereka tidak mengenal hutan itu dengan cukup baik.
 “Lho? Kamu gak tau ya? Aku pikir kamu tau. Kamu kan tinggalnya lebih dekat dengan hutan daripada aku.” Kata Belly lagi sambil menatap sahabatnya.
 “Aku gak pernah main sejauh ini. Orang tuaku selalu melarang. Saudara-saudara lain juga gak ada yang mau” Jawab Doni dengan suara memelas.
 “Plokkkk” suara sebuah kulit pisang yang jatuh terdengar.
            Kulit pisang itu sepertinya dijatuhkan oleh anak monyet warna abu-abu di atas pohon itu. Suara keras itu membuat kedua anak belalang itu terlompat karena kagetnya. Belly yang memang terbiasa melompat di sawah langsung melompat cukup jauh dari sahabatnya itu. Doni dengan sayap daunnya membuat tubuhnya jauh lebih berat dari Belly walaupun mereka seumuran.
            ‘Daun’ itu juga membuat Doni tidak selincah sahabatnya. Dia tertinggal di akar pohon besar itu. Sementara kedua belalang itu panik di permukaan tanah. Seekor anak monyet memperhatikan kulit pisang yang dijatuhkannya. Kulit itu menghantam akar besar yang kemudian memantul ke tanah berlapis daun berwarna coklat kehitaman itu.

“Horeee....” anak monyet itu berteriak senang sambil bertepuk tangan. Kembali ia menoleh ke bawah memperhatikan kulit pisang berwarna kuning terang di atas warna coklat hitam dedaunan busuk itu. Tak jauh dari situ, dia juga melihat sebuah benda berwarna hijau muda.
“Lho? Kok ada daun warna hijau di akar ya? Biasanya kan yang jatuh daun yang sudah tua. Aku kan tadi cuman makan pisang, gak petik-petik daun.” Kata anak monyet itu.
Anak monyet itu segera melangkahkan keempat kakinya menuju bawah pohon. Dia berhenti di dekat kulit pisangnya dan mengamati ‘daun’ di akar pohon itu. Dia memandang heran dengan mulut sedikit terbuka.
 “WAAAAA.......” Anak monyet itu berteriak keras karena kaget.
             ‘Daun’ itu bergerak padahal tidak ada angin. Setelah pulih dari kekagetannya, anak monyet kelabu itu kembali mengamati Doni yang membeku ketakutan. Doni sedang mempraktekkan nasehat orang tuanya untuk berdiam diri saja kalau ada musuh mendekat. Sayangnya ada bagian yang terlupa diingat Doni. Berdiam dirilah di dekat daun yang berwarna hijau. Dengan keberadaannya di atas daun coklat kehitaman itu. Dia justru sangat terlihat bedanya. Anak monyet itu mengambil daun yang bisa bergerak itu.
             Doni ketakutan setengah mati berada di tangan anak monyet yang di matanya terlihat seperti raksasa itu. Dia mengepak-ngepakkan sayapnya, tapi tidak bisa bergerak. Dia tidak menyerah sampai akhirnya...dia terlepas dan berhasil terbang. Tak jauh dari situ, dia melihat sahabatnya Belly baru saja turun dari hidung si anak monyet. Doni bergerak ke arah cahaya yang segera diikuti oleh Belly yang melompat di tanah lembab itu. Mereka terus bergerak menjauhi anak monyet yang sedang menggaruk hidung itu, sampai akhirnya terdengarlah suara.....

“Doniiiiiiii.....” Terdengar suara ibu Doni dari atas pohon.
“Ibuuuuu.....” Doni balas menjawab.
              Doni kemudian hinggap di dahan tempat seekor belalang daun lain bertengger. Belalang daun itu berbentuk mirip Doni tapi warna sayapnya lebih tua. Tak lama kemudian datang pula seekor belalang daun yang sayapnya sedikit bolong, ayah Doni. Ibu Doni menangis sejadi-jadinya. Doni malu untuk menangis di depan banyak belalang lain yang berkumpul tak lama kemudian.

“KKKkrrrkkkk....kkkrrrrkkkkk.....” bunyi gesekan sayap belalang sawah dari sebelah bawah.

           Doni melihat keluarga sahabatnya Belly juga sudah berkumpul di atas tanah. Anggota keluarga Belly sangat banyak. Kalau sudah terbang bersama mereka bisa membuat langit tampak gelap. Yang berkumpul di bawah sana tampaknya belum ada setengah dari isi perkampungannya. Tapi jumlah itu sudah melebihi jumlah seluruh keluarga Doni. Kedua keluarga belalang itu bergerak bersama menuju tepi hutan. Ada yang terbang, ada yang melompat.
            Setibanya di tepi hutan, Doni dan Belly berteriak senang tapi juga terdiam tak lama kemudian. Mereka berdua telah selamat dari ancaman si anak monyet. Mereka melangkah tertunduk menuju keluarganya yang telah berkumpul. Ayah Belly yang bertubuh besar bergerak mendekat. Kedua sahabat itu makin takut menghadapi kemarahan belalang daun gagah itu.
“Kalian tahu apa akibatnya kalau tidak menurut kata orang tua? Kami menasihatkan kalian untuk tidak ke sana karena kalian belum siap menghadapi dunia itu” Kata ayah Doni.
           Doni yang mendengar ayahnya tidak marah dan berkata dengan lembut berkata kalau dia juga sudah mempraktekkan nasehat kalau ada musuh harus berdiam diri. “Sayangnya kamu lupa. Tubuh kita ini berwarna hijau untuk menyamar di antara dedaunan hijau, bukan dedaunan coklat yang busuk. Kamu berdiam diri di situ malah mengundang perhatian” kata ayahnya lagi.
“Huahahahaha......” Suara tawa terdengar membahana dari kumpulan 2 jenis belalang itu. Doni dan Belly malu sekali. Sepertinya lebih baik dimarahi dari pada ditertawakan oleh belalang 2 kampung.
“Pantesan anak monyet itu malah tambah tertarik ngeliat kamu” kata Belly menimpali.
“Suatu saat nanti, kalian akan sanggup mempertahankan diri. Anggaplah hari ini sebuah pelajaran hidup untuk kalian.” Kata ayah Doni dengan bijaksana.
 “Ayo sekarang kalian beristirahat dan jangan diulang lagi” lanjut belalang daun berukuran besar itu dengan berwibawa. Kedua anak belalang itu pulang ke rumah masing-masing dengan sebuah pelajaran yang tak terlupakan seumur hidup mereka. {ST}

Sabtu, 09 Oktober 2010

7 Oktober 2010, Kamis : Pelatihan Menulis


7 Oktober 2010, Kamis
Hari ini aku bangun kepagian. Bangun pas sholat subuh dan gak bisa tidur lagi. Aku sudah mencoba merem dan bolak-balik di dalam selimut. Akhirnya menyerah...sudahlah aku bangun saja dan berdoa. Berdoa bukan untuk tidur lagi, tapi untuk banyak hal. Baru sadar juga kalau jaman dulu Yesus kayanya juga berdoa waktu pagi-pagi banget. Bukannya sok religius sih, tapi memang akhir-akhir ini aku jadi lebih sering berdoa. Apalagi setelah beberapa peristiwa yang tiba di hidupku.
Setelah berdoa pagi dan membaca kitab suci, aku membuka jendela. Langit masih belum terlalu terang. Udara pagi yang sejuk menyegarkan banget. AC kamarku yang memang gak terlalu dingin kalah deh oleh ademnya udara luar. Apalagi kamarku memang rada sumpek karena banyaknya barang yang tergeletak. Dari sekian banyak kamar di rumah ini, sepertinya kamar yang paling banyak isinya ya kamarku ini. Buku? Ratusan. Manik-manik? Ribuan. Baju? Puluhan. Anting-anting? Banyak juga, banyak yang gaka da pasangannya juga.
Karena kagum akan sejuknya udara pagi itu, aku juga mengamati hal lainnya, suara. Pengamatan yang lebih dari sekedar yang terlihat ini terpicu waktu aku ikut pelatihan doa hening di Parakan. Kami tidak diperkenankan bicara. Pada sebuah sesi diajarkan juga untuk menyadari segala sesuatu yang ada di sekitar kita dengan semua indra yang kita punya. Kami juga diminta sharing ke peserta yang lain. Aku sharing tentang kodok yang besar sekali. Nah, soal kodok ini mengingatkan aku kembali pada pagi ini. Di jendela kamarku yang terletak di Jakarta Pusat ini, terdengar bunyi kodok. Menakjubkan sekali! Aku gak yakin bisa melihat wujud makhluk itu. Tapi benar-benar membuat kagum. Aku sampai update status facebook atas penemuanku ini. Selain udara yang segar, ada juga cuit burung, suara kodok, bunyi keran air, suara obrolan om-om jalan pagi dan suara bajay. Orang yang tinggal di Jakarta sepertinya sudah gak perlu dikasih tau lagi apa bedanya suara bajay dengan motor biasa.
Setelah mengagumi berbagai bunyi itu. Aku langsung terpacu untuk mengetik pengalaman ini di jurnalku. Sekalian juga nambahin kenangan tentang planetarium kemaren. Sepertinya kalau aku mau memuat jurnal yang lebih berisi, harus begitu deh. Karena kalau nulisnya di hari yang sama juga, tergantung kondisi fisik juga. Kalo lagi capek, tulisannya sedikit. Kalo lagi fit, tulisannya banyak. Kalo mood, selama ini mood masih menyertai tuh. Asik² aja.
Jam 7 pagi, mataku sudah terasa lelah. Komputer aku matikan dan kemudian aku melanjutkan dengan istirahat mata alias tidur lagi. Aku tidur sampai jam 08.08. Kok bisa bangunnya pas nomor cantik? Ya bisa aja lah...kan pake alarm. Aku selalu memasang alarm di nomor cantik. Biasanya di 05.55. Kalo bangun dari tempat tidur sih gak janji di angka cantik. Di rumah, aku sudah terkenal dengan alarm terbanyak berbunyi. Tiap kali berbunyi, apalagi yang pertama, pasti aku tekan tombol ‘snoooze’. Ditunda selama 9 menit hehehe. Kok gak 10? Ya terserah gue donk mau berapa menit. Iya khan?
Hari ini niatnya aku mau anter gantungan kunci, sudah siapin tanda terimanya biar nanti cepat. Tinggal hitung dan tanda tangan aja. Masalahnya aku belum janjian, Mba Yuni juga susah dihubungi. Kalo mesti nyari dia lagi kayanya perlu waktu deh. Nanti siang aku mau ikut pelatihan menulis di senayan, lagi ada bookfair. Sebenarnya demi alasan keuangan, aku agak menghindari bookfair yang sekarang. Aku paling gak tahan kalo liat buku bagus yang didiskon. Padahal stok buku yang belum dibaca masih banyak banget, majalah juga. Aku ada beli beberapa majalah bekas, kebanyakan National Geographic dan majalah travel gitu deh. Kembali ke soal nganterin barang, jadinya aku mengurungkan niat nganter barang. Nanti aja, bikin janji dulu. Kalo dulu masih jadi buyer, aku agak sebel ama supplier yang tau-tau datang mau ketemu trus ngomong terus nawarin barang. Sekarang kan aku jadi supplier nih. Walaupun aku gak terlalu banyak ngomong tapi kan tetep aja kalo jadwal terganggu itu sudah balikin konsentrasi lagi. Aku juga gak mau bikin susah orang lah walau mungkin Mba Yuni gak sesibuk aku dulu.
Aku kemudian mengarahkan mobilku ke Jalan Gajah Mada, lewat Istana Merdeka. Kami mau ke Lion air, ngambil tiket yang sudah dibooking adikku. Adikku aku minta turun duluan ngurus tiket. Aku cari parkir. Ini juga kemajuan loh untukku, biasanya mana mau aku jadi supir gitu. Kecuali sama ortu, gak dikasih pilihan, disuruh anter ke lobby trus sendirian ke tempat parkir huhuhu...
Baru aja aku dapat parkir di sebuah tanjakan yang memerlukan perjuangan, adikku nelpon, kasih tau kalau nomor antriannya 343, sedangkan saat itu masih nomor 200an. Kebayang gak sih bakal berapa lama. Belum lagi masih segar dalam ingatan pas booking tadi orangnya entah budek ama sambungan telpon yang kurang baik, untuk ngasih tau jam keberangkatan yang dipilih aja harus ngomong berkali-kali. Bayangin kalo petugas loketnya macam itu juga. Riskan banget, ntar telat ikutan pelatihan.
Abis dari situ, kami menuju Senayan lewat Jalan Alaydrus terus ke Cideng. Jalan ini yang sering Yiyi lalui waktu dulu dia masih berkantor di Cideng. Ada bagian jalan yang ditutup. Jadi kami mengambil jalan yang lebih jauh dan akhirnya keluar di Slipi. Abis itu udah kebaca lah mau ke Senayan lewat mana.
Sampai di Istora, masih jam 13.30 an. Di tempat parkir ada tukang palak yang diiamkan saja. Para tukang palak yang memaksa minta uang paskir. Aku pas lagi berbaik hati gak terlalu ribut walau tetap mempertanyakan pungutan itu. Tapi ya sudahlah, daripada cepat tua karena tukang palak plus mocil yang tidak aman, mending kasih aja beberapa ribu rupiah.
Kami langsung mencari Ruang Anggrek tempat pelatihan diadakan. Karena belum mendaftar sebelumnya, kami datang lebih cepat. Ternyata panitianya bahkan belum datang. Ada 1 orang perempuan yang duduk di meja dekat pintu. Katanya dia juga pegawai Gramedia tapi bukan panitianya. Baru belakangan aku tahu kalau mbak ini ternyata editor di penerbit Gramedia. Dia juga ikut bicara di kelas yang aku ikutin.
Di kelas itu, sepertinya kami berdua yang datang paling cepat. Di dalamnya sih ada 1 orang mas yang duduk diam dengan tas hitam. Kami sempat berpikir kali aja yang itu pengarangnya, aku lupa juga sih nama pengarangnya siapa yang ada di brosur. Ternyata mas ini adalah petugas  yang masang infocus.
Kelas dimulai agak terlambat. Mbak Esti Kinasih yang menjadi narasumber bercerita tentang dirinya. Bagaimana kedua ortunya membuat dia gemar membaca dan sangat mendukung kegiatan membaca. Beda banget ama di rumahku hehehe... Dari kesukaan membaca dia mulai membaut cerpen yang kemudian dikirimkan ke majalah. Dia juga sempat ngantor beberapa tahun sampai akhirnya sekarang profesinya adalah menjadi seorang penulis. Aku langsung tergugah, asik banget ya....kerjaannya itu hobbinya juga.
Dia juga bilang kalau dia bukanlah orang yang bisa bekerja dengan kerangka tulisan alias ngalir aja. Aku juga kadang-kadang begitu sih. Daripada aku nulis panjang lebar mending aku buat berpoin-poin aja macam catatanku yang biasa ya....Lagian ini kan catatan buat sendiri. Jadi yang perlu diingat dan diperhatikan dalam menulis:
·         Terus membuat tulisan sepanjang waktu, tidak menyerah akan celaan orang alias tak tahu malu bermuka tembok.
·         Temukan kesenangan dalam membuat tulisan
·         Temukan gaya kita sendiri dalam menulis
·         Ide tulisan bisa muncul kapan saja dan dimana saja, mending dicatat supaya gak lupa. Bawa buku catatan kecil kemana-mana.
·         Kalau ditolak oleh penenrbit, usahakan cari tau kurangnya dimana untuk kemudian diperbaiki.
·         Menjiwai karakter tokoh yang ditulis. Misalnya menulis tentang remaja, berpikirlah seperti remaja.
·         Untuk setiap tokoh yang kita tulis, buatlah rincian tentang tokoh itu. Misalnya ciri fisik, umur, hobi, sifat, ciri khas dll deh. Taro di tempat yang mudah terlihat supaya tidak lupa dan tercampur dengan tokoh lainnya.
·         Walau kita penulis yang bersifat ‘mengalir’, lebih baik kalau kita juga punya target penulisan.
·         Royalti penulisan sebesar 10% dari harga jual. Pembayaran pertama DP sebesar 25%. Royalti dibayarkan 2 kali setahun. Untuk penjualan Januari – Juni dibayar di Agustus. Untuk penjualan dari Juli – Desember dibayar Februari.
·         Penjualan novel lebih banyak dibanding kumpulan cerpen. Karena itu otakku langsung kebayang mau bikin novel dengan ide yang banyak dan bikin sesak kepala. Ini karena kambuhnya penyakit mata duitan setelah menghitung royalti dengan harga buku 30rb hehehe....
·         Kumpulan cerpen hanya laku kalo yang menulis sudah ngetop, dengan kata lain jualan nama penulisnya.
·         Untuk memancing mood atau ide, bisa lakukan kegiatan lain yang disukai seperti nonton, jalan² dll.
·         Perbanyak kosa kata supaya dalam menulis, kata-katanya gak itu-itu aja.
·         Baca juga beberapa buku yang memberi inspirasi. Mbak Esti ngasih contoh kalo buku yang selalu ada di mejanya itu bukunya Gibran, Rumi & Tagore. Aku juga pernah baca buku-buku mereka. Bener kok membangkitkan inspirasi. Tapi ada lagi kok tulisan yang lebih membangkitkan inspirasi, ditulis oleh seorang raja agung bertahun-tahun yang lalu, Raja Salomo. Tulisan bokapnya, Daud, juga keren kok. Semua tulisan penuh inspirasi itu ada dalam sebuah buku, Alkitab. Sepertinya memang sudah layak dan sepantasnya kalo buku terlaris sepanjang masa itu jadi penghuni mejaku.
·         Syarat pengiriman naskah ke penerbit Gramedia: dicetak pada kertas A4, 150 – 200 halaman, Times New Roman 12 pt (atau huruf lain yang tidak melingkar), 1,5 spasi, dijilid plus nomor halaman, ada sinopsis dan bio data, ditujukan ke redaksi fiksi / non fiksi (alamatnya liat di balik buku terbitan Gramedia.
Begitulah kira-kira yang aku dapat dari pelatihan ini, tinggal prakteknya aja. Ide awal sih sudah membayang di kepala, baru jadi beberapa baris dan coretan aja. Semoga makin lancar ya....teringat akan ucapan seseorang, kalau kita tidak menggunakan talenta yang diberikan untuk kita, berarti kita berdosa. Hiiiii.....tatutt....
            Kami mendapatkan sertifikat tanpa nama berwarna kuning. Bingung juga sih, kok gak ada namanya. Tapi bersyukur juga, kali aja ini bisa jadi referensi dalam hal tulis menulis. Iya tho?
            Mumpung masih di situ, kami jalan berkeliling melihat-lihat buku. Sepertinya sudah pernah aku ketik di jurnal ini deh kalo aku lagi mengurangi beli buku karena yang ada aja belum pada kebaca. Belum lagi yang minjem dari perpustakaan. Kayanya ada obsesi aneh untuk menandatangani setiap buku (tentu saja karena sudah jadi milikku), dan menandai setiap buku perpustakaan dengan nomorku, 928. Ini penyakit bukan ya?
            Selain buku yang dijual, ada juga buku yang dipamerkan dari beberapa perpustakaan. Aku dan Yiyi mampir di stand perpustakaan Kalbar & Kaltim untuk melihat-lihat. Yang di Kaltim sempat ngobrol sebentar pake Bahasa Banjar.
            Setelah berjalan-jalan dan membongkar-bongkar buku, kami meninggalkan tempat itu untuk menuju ke lapo di sekitar senayan juga. Walau jaraknya dekat, perjalanan menuju ke situ tersendat karena macet berat. Aku memutar balik mobilku dankami menuju lapo lain yang letaknya tidak jauh dari rumah. Lapsito di Jalan Pramuka.
            Malemnya latian nyanyi di gereja barenga ama PS Pemuda.

6 Oktober 2010, Rabu : Planetarium


Hari ini aku bangun cukup pagi, tapi ketiduran lagi hehehe...Baru bangun lagi jam 7 lewat gitu deh. Sarapan pagi dan langsung berurusan dengan komputer. Kirim cerita ke Majalah Bobo. Kirim email foto produk ke teman-teman sekalian jualan. Bikin cerita baru tentang capung, payung dan....kecoak. Yang kecoak belum kelar juga sampai sekarang. Terhenti di tengah jalan karena rada jijay hehehe...Hari ini juga niatnya aku mau bikin tulisan pendahuluan untuk Tiwah yang lagi ada di Kalimantan Tengah, buat di webnya DYC.
Setelah mata lelah, aku istirahat sebentar. Baru sadar juga kalo perut lapar. Tadi pagi cuma makan salad kentang sedikit. Lapernya itu sampe perutnya bunyi segala. Jadi malu hehehe...
Yaya kirim foto menu makan siangnya hari ini, kaledo. Kaledo itu makanan yang aku kekanl di Palu. Kaledo = kaki lembu donggala. Makanan ini memang bahannya sebagian besar dari tulangan kaki lembu dengan sedikit daging yang melekat dan sumsum di dalam tulangnya. Makanan ini berkuah asam berkaldu. Enak banget deh,,,aku suka banget. Cara makannya kalo di Palu pake singkong, pake nasi juga bisa sih. Kata Yaya, kaledo yang ini rasanya hampir sama seperti kaledo yang asli. Segar. Kami semua jadi ngiler. Mamah malah berencana mau nyobain besoknya.
Sorenya aku ke planetarium sama adikku Yiyi. Ide ini awalnya cuma dari asal ngomong yang bersambut. Senang juga ada orang lain yang punya minat sama. Kami niat banget ke sananya. Waktu berangkat, langit mendung. Tiba di sana? Hujan lebaatttt banget, udah kaya badai. Kebayang deh pasti di beberapa daerah di Jakarta ini macet berat karena hujan. Kami turundari mobil pake payung sahabat anak yang memang menghuni mocilku. Parkirnya gak terlalu jauh dari pintu masuk.
Tiba di sana, sudah banyak anak-anak kecil yang tampaknya masih SD. Seragamnya batik hijau putih dan bawahan putih. Anak-anak itu bertebaran di aneka penjuru ruang tunggu itu. Kami langsung menuju loket untuk membeli karcis. Karcis untuk dewasa harganya Rp 7000. Itu aja katanya sudah naik. Okelah kalo begitu. Antriannya pake tempat duduk berbahan logam dengan tulisan ‘planetarium jakarta’. Tulisannya dibentuk dari lobang-lobang kecil di kursi itu. Sembari menunggu kami melihat-lihat papan informasi yang dipajang di sana smabil ngobrol. Setelah papan informasi dibaca semua sedangkan pintu teater belum dibuka, kami menunggu di kursi biru bolong-bolong.
Mina An minta dikirimi foto barang dagangan. Aku baru bisa kirim yang pas barangnya kebetulan bawa dan sepertinya cocok dengan eventnya.
Kami nanya ke satpam bernama Rossy  juga mengapa pintu teaternya belum dibuka. Katanya lagi ada kunjungan dari entah siapa aku gak jelas juga, tapi mereka mau ikutan kegiatan apa gitu deh di luar negeri. Walaupun gak tau entah siapa, tapi kalau mewakili Indonesia tetap dapat restu deh....gudluck yaw.
Akhirnya tibalah waktunya masuk ke dalam teater. Aku sangat bersemangat. Mungkin mukaku sama cerianya seperti anak-anak kecil yang ikutan masuk juga. Kami memilih tempat duduk di tengah teater, kakinya bisa selonjoran. Kursi teater itu berwarna merah. Bagus dan empuk. Gak kalah ama 21 deh. Karena kagumnya, aku jadi berniat mau foto-foto pake kamera poketku. Sayangnya (atau untungnya) kameraku itu lowbat. Memotret pakai blitz ternyata tidak diperkenankan, lagian kan mengganggu orang. Tapi...tak lama kemudian, tak jauh dari situ, sekelompok cewe malah asyik foto-foto pake kamera gede, pake blitz tentunya, di dalam kan gelap. Wah mengganggu banget deh....Cewe yang bawa kamera itu mukanya rada mirip perempuan mantan pacarnya mantan pacarku (ribet amat). Berwajah agak ndeso, berkulit gelap dan sepertinya suka memotret. Perempuan gak cantik ini juga jadi model di beberapa foto bangunan tua yang malah terlihat seperti (maaf) kuntilanak. Perempuan ini juga kurang bisa menempatkan diri, sok kenal, dan sok tau suka menggurui. Padahal kenal aja nggak dan ternyata dia juga gak lebih baik dari aku. Dan sialnya, mantan pacarku itu selalu membela perempuan ini hehehe....front pembela perempuan bermulut embher hehehe...Nah, sosok di planetarium ini juga mengingatkan aku akan hal itu. Pake blitz seenaknya kan mengganggu orang. Kurang bisa menempatkan diri deh. Aku sempat ngerasa, apa ini cuma sentimen pribadiku aja kali ya karena teringat pada kenangan tidak menyenangkan. Tapi kayanya gak juga deh. Gak lama kemudian ada pengumuman juga kalo tidak diperkenankan untuk menggunakan peralatan yang mengeluarkan cahaya seperti HP apalagi kamera dengan blitz.
Daripada ngomongin orang, ngomongi kejelekannya pula, mending  ngomongin hal yang lain deh...misalnya gedung ini.
Gedung planetarium berkubah berbentuk setengah bulat. Setengah bulatan itu yang menjadi ‘layar’ untuk film yang kami tonton. Gedung ini sepertinya belum lama direnovasi. Waktu terakhir ke sana, gedung ini terlihal lebih ‘jadul’, sekarang sudah modern banget. Ac di dalam teater dingin sekali. Kubah setengah bulatan itu terdiri dar beberpaa panel yang disambung. Panel paling atas berbentuk lingkaran, kemudian melebar di bagian bawah sampai berbentuk bulat. Tempat duduk kami menghadap ke selatan, dengan petunjuk berupa huruf ‘S’ di atas pintu. Arah selatan adalah arah yang paling gampang dibaca pada pelajaran peta buta, atau dalam peta manapun. Singkatannya sama aja dalam Bahasa Indonesia maupun Inggris, S. Pintu timur di samping kanan kami.
Setelah kami semua duduk, langit menjadi gelap dan bintang-bintang bermunculan. Walaupun hanya penampakan, bintang-bintang itu membuat aku sangat tersentuh. Selama di Jakarta ini rasanya gak pernah liat bintang sebanyak itu, padahal katanya bintang seperti itu adalah posisi tepat di atas langit Jakarta. Mas yang membawakan acara bilang kalo di Jakarta sudah kebanyakan polusi, polusi udara dan cahaya yang membuat bintang nun jauh di sana makin pudar cahayanya.Terakhir aku melihat bintang-bintang bertaburan banyak sekali pas pulang ke Palangkaraya bulan lalu. Waktu  itu aku baru pulang dari kaka pembuat kecapi di rumahnya yang berjalan gelap itu. Waktu melihat ke langit....wooowwww.....keren banget. Jadi teringat waktu kecil dulu.
Waktu kecil dulu, di Palangkaraya, aku dan kakakku Heru sering keluar di malam hari dan berbaring di meja pingpong. Kami sama-sama melihat langit. Entah apa yang menjadi awal kami sering berbuat macam itu. Waktu liburan ke Jakarta, kami ada membeli peta rasi bintang di langit. Peta itulah yang ikut menemani petualangan kami. Kami sering mencocokkan dengan yang kami lihat. Kalau ketemu yang cocok, wah rasanya senang sekali. Yang aku ingat paling gampang nemuinnya, 3 bintang berderet itu loh. Kalo gak salah namanya waluku ato orion. Ntar cari tau lagi deh.
Minat akan astronomi makin terpendam dengan bertambahnya umur. Apalagi aku pindah ke Jakarta waktu SMA. Makin gak ada penyaluran, aku juga gak mencari tau lagi. Selama tinggal di kota ini, aku baru 3 kali ke planetarium. Pertama waktu kecil dulu. Kedua sudah agak gede sama adikku. Ketiga ya hari ini. Ynag paling niat yang hari ini. Dulu sama teman-teman kuliah juga pernah mau ke planetarium tapi gak jadi terus sampai akhirnya kami lulus dan jarang ketemu lagi.
Minat itu sepertinya agak tersalurkan dengan kesukaanku nonton film tentang luar angkasa. Walau banyak yang gak suka di rumah dan sering diganti oleh orang lain yang menguasai remote TV. Aku suka nonton Startrek & Starwars. Kalo Startrek, karena film seri, aku sering kalah set dengan yang lain. Kalo Starwars, aku bisa nonton sendiri pake VCD ato DVD. Aku malah punya VCD Starwars 3, 4, 5. Waktu itu sepertinya belum jaman DVD. Gak seperti para perempuan pada umumnya, aku gak cuman tertarik dengan petualangan Putri Amidala dan brondong gantengnya, anakin. Aku suka imajinasi tentang negeri dan makhluk lain di luar bumi. Hebat sekali. Juga dengan para ksatria Jedinya. Salut untuk Om George Lucas.
Kembali ke planetarium. Tayangan berlanjut tentang galaksi dan planet. Dari dulu aku selalu hapal nama ke-9 planet di tatat surya kita. Baru-baru ini aja si Pluto dipecat dari keluarga, jadi planet kerdil. Entah apakah dia punya teman ato nggak. Kebayang gak sih, tinggal di planet lain yang bulannya gak cuman 1. Misalnya Jupiter yang punya 63 bulan. Apakah langit malamnya terang benderang atau malah buram karena udara berkabut terus? Makin dipikir makin penasaran deh yang kaya gitu. Itu baru 1 planet. Kayanya semua planet beda-beda. Terus di semesta ini banyak sekali tata surya seperti matahari dan planet-planetnya. Jadi berasa makin kecil karena taunya cuman sebatas gini.
Yang seru, waktu ceritanya kami semua jadi astronot, naik ke pesawat luar angkasa dan terbang ke angkasa. Layar setengah bulat bergerak seakan kamilah yang bergerak. Anak-anak kecil pada bertepuk tangan senang, aku juga sih hehehe.....senang sekali rasanya. Dan tibalah kami di luar angkasa. Kami melihat tata surya dari sudut pandang yang lain. Diceritakanlah tentang matahari danplanet-planetnya itu. Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, Pluto. Diceritakan juga tentang komet. Menarik deh pokoknya pertunjukannya. Aku suka. Kalo lagi suntuk ke sini aja dah, cocok banget. Keluar dari situ bawaannya senang. Mbak bertampang ndeso yang nenteng kamera gede dan memotret pake blitz itu tak kuasa merampas rasa senangku.
Keluar dari teater, langit masih menumpahkan banyak air hujan alias hujan lebat. Aku langsung pingin mencari kehangatan sebelum melanjutkan perjalanan. Aku mengajak adikku untuk nongkrong di dekat situ. Di TIM banyak juga yang menjual makanan. Dulu sih seingatku jual gerobakan gitu tapi sekarang bangunannya sudah permanen. Terbayang olehku kuah bakso yang panas akan menemani sore itu nyam nyam nyam.....yummy.
Kami melintasi lapangan parkir dengan sebuah payung bertuliskan ‘sahabat anak’. Payung ini adalah payung cadangan di mobilku. Kami berjalan sambil bercerita tentang semut dan keponakan kami Azarel yang lucu. Azarel ternyata punya hobby memencet semut yang lewat. Sadis juga itu anak. Habis memencet semut, mukanya terlihat sangat bahagia hehehe...
Setiba di ‘pulau seberang’ (kami kan bagaikan 2 orang raksasa yang melintasi lautan kalau dilihat dari mata semut), kami langsung berjalan perlahan membaca menu makanan dan minuman dari ujung ke ujung. Akhirnya kami menentukan pilihan juga di sebuah warung yang menjual bakso dan soto. Aku langsung berubah pikiran begitu melihat wedang jahe tertulis di menu. Aku jadinya pesan wedang jahe. Memang yang aku cari dari tadi bukan menyembuhkan lapar, tapi cari kehangatan. Yiyi pesan soto dan wedang jahe. Wedang jahenya unik, pake jahe beneran yang dikeprek, ditaro dalam gelas trus dikasih gula merah.
Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke Kwitang. Aku ada rapat ngurusin acara lingkungan 1. Yiyi sebenarnya gak ikutan, tapi kalo nganterin dia pulang dulu  bakal telat nyampe gereja. Mau disuruh pulang sendiri kasian juga. Pasti jalanan macet. Naik bis basah, naik taksi bakal mahal. Banyakan ngebayar ‘parkir’nya aja.
Setiba di gereja, teman yang lain belum pada datang. Kami ke toko buku dekat situ dulu, BPK Gunung Mulia. Toko ini lagi ada promo diskon cukup besar. Yang didiskon hampir semua barang. Aku sih numpang baca aja, udah kebanyakan beli buku, belum pada kebaca. Buku yang didapat dari promo gramedia aja belum semuanya aku baca. Belum lagi buku pinjeman perpus. Lagian mesti ngirit juga, masih ada keperluan yang lebih penting dari ini. Akhirnya aku beli juga sih, beli majalah, signagenya Rp 5000. Pas nyampe kasir harganya cuman 3000 hehehe....
Rapatnya gak terlau lama. Aku sudah kirim laporan sebelumnya ke Pak Ketua. Kali ini aku jadi koordinator seksi acara. Yang dibahas sudah tinggal dikit, karena mau bahas lagi harus menunggu hasil survey. Surveynya hari sabtu ntar. Ngumpulnya di rumahku pagi-pagi.

5 Oktober 2010, Selasa : Awal Cerita Serangga

5 Oktober 2010, Selasa Bangun pagi aku sudah punya niat mau bikin cerita anak tentang belalang daun. Entah mengapa datang kesadaran kalau serangga itu sebenarnya banyak sekali di sekitar kita. Apa karena abis digigit nyamuk juga kali ya...Kebayang gak sih kalo gmana pikiran mereka yang kecil-kecil itu kalo ktemu makhluk besar kaya kita. Kalo mereka punya akal yang sama seperti kita, bisa jadi ada film Jurassic Park juga di teater² kecil. Hari ini juga hari TNI di Indonesia. Dulu-dulu aku cukup antusias pingin tau apa yang dipamerkan prajurit TNI tiap ultah. Aku paling suka atraksi di udara, pesawat dan terjun payung. Kayanya asik banget. Sampai sekarang aku masih bercita-cita untuk terbang. Tapi akhir-akhir ini aku agak jarang ngikutin. Apalagi hal-hal tentang perlengkapan militer itu hanya mengingatkanku pada seseorang yang.... (gak usah ditulis ahh). Hari ini juga ternyata adalah hari guru sedunia. Wow...ada juga ya hari guru. Aku taunya dari twitter. Aku orang yang punya penghargaan cukup tinggi untuk guru. Mungkin karena aku suka baca kali ya....Aku masih ingat siapa yang mengajari aku membaca, namanya Bu Abel di SD Katolik Sampit. Kalau anak-anak jaman sekarang atau yang aku temui diajari membaca oleh orang tuanya, aku tidak. Gak tau deh kenapa. Mereka sibuk kali ya.....Duluuuu banget, aku pernah bercita-cita jadi guru. Teman-teman lain biasa deh, pingin jadi insinyur dan dokter. Aku juga pernah pingin jadi pilot karena suka terbang. Tapi jadi guru itu masih pingin juga sampai sekarang. Kadang-kadang aku ikut ngajar anak jalanan di Senen juga untuk menyalurkannya. Memang sih kalo punya cita-cita jadi orang kaya, jadi guru bukanlah jalan yang tepat, apalagi di Indonesia ini. Guru juga sering demo untuk minta kenaikan penghasilan. Sebenarnya aku jarang mau baca berita tentang demo lagi, tapi kalo tentang guru seringkali tetap terbaca. Prihatin. Hari ini rencana mau fotoin produk tertunda lagi. Aku nyari jadwal pameran dulu. Kebanyakan yang kasih info malah bikin bingung. Ada yang sms, nelpon, email, pake facebook. Mau kasih jawaban juga bingung kan? Ntar kasih jawaban oke di tempat lain, yang lain juga oke. Jadi semuanya aku rekap dulu, baru dipilih-pilih. Follow up jual gantungan kunci di kolportase gereja lanjut lagi. Kalo yang ini aku gak mau menyerah hanya karena yang tugas di sana jarang hadir dan gak serius ngurusi. Itu kan gerejaku juga. Kalo bisa dibuat lebih baik kenapa harus bertahan ama yang gak baik? Sore, dapat kabar kalo Yaya gak enak badan. Meriang agak demam. Aku yang lagi suntuk dengan jadwal dan tagihan langsung inisiatif mau pergi jemput. Sekalian menyegarkan mata yang seharian di depan layar komputer dengan cerita dan angka. Aku pergi sama Yiyi naik mocil. Perjalanan ke kantor Yaya di Tebet agak tersendat di Saharjo. Di saat macet gini, aku liat-liat situs berita. Pak Beye presiden kita yang bertubuh besar itu gak jadi pergi ke Belanda. Alasannya waktu itu aku blum tau. Kayanya aku cuman baca judulnya aja deh. Dan ternyata sang mantan jendral itu takut mau ditangkap RMS? Berita ini sudah gak aku cari tau lagi ujung pangkalnya. Yang tadi itu juga taunya dari orang. Halah...takut nih critanya? Sangat menyebalkan berurusan dengan pria penakut. Rasanya kenal 1 orang saja sudah lebih dari cukup. Mendingan aku gak usah sengaja cari tau deh tentang bapak bertubuh besar yang hari ini ke Halim itu. Yaya keluar kantor dengan tampang lemas, pake syal. Dia duduk di bagian belakang mocil. Adikku yang 1nya berbadan lebih besar dan agak susah bergerak. Lagian kalo Yaya emang kurang fit, emang mending duduk di belakang, bisa tiduran. Kami mampir di roti cane Kubang dulu, beli cemilan. Kami mau ke rumah Mamah Hawun di Pulomas. Adikku Yiyi mau pinjem internet. Internet di rumah lemot berat, sampe mau pingsan rasanya kalo nungguin. Biasanya kalo mau buka email aja aku sambil ngetik yang lain biar waktunya gak kebuang. Apalagi kalo ide cerita kepenuhan di kepala. Tiba di rumah Mamah Hawun, kami langsung naik ke kamar atas, udah kaya rumah sendiri. Ngemil roti cane dilanjutkan segera. Aku pake internet duluan, ngupdate webnya DYC. Udah cukup lama gak diupdate. Aku juga nyari info NGI. Sebel juga tuh. Baru tau ada lowongan penulis freelance baru tau hari ini, padahal penutupannya kemaren. Huhuhu.....sayang banget. Padahal aku suka banget ama NG. Kalopun jarang beli majalahnya, bukan karena gak suka, tapi karena mahal. Kalo nonton NG di TV? Sering banget. Sepertinya hampir selalu nonton itu kalo di depan TV. Apalagi kalo tv lokal isinya gosip semua. Kalo dari persyaratannya, umurnya doank sih yang gak cocok. Ada 1 lagi sih, bisa memotret. Aku pernah ngerasa gak bisa memotret waktu lagi dekat dengan seseorang yang bisa memotret. Rasanya pengetahuanku cemen banget. Tapi langsung pulih setelah baca tulisan seorang fotografer ngetop, Arbain Rambey di Kompas. Memotret itu tidak harus dengan kamera canggih, kalau untuk nilai berita bisa dengan kamera apa saja, pake kamera HP pun oke. Okelah kalo begitu om. O iya 1 lagi yang aku ingat, gak perlu mementingkan teknik seperti yang selalu dikejar para fotografer pemula. Kayanya ini waktu si om itu ngomentarin foto-foto jugun ianfu yang kebanyakan kaya pas foto para perempuan sepuh. Teringat kejadian lalu waktu ada komentar sok tau dari seorang yang....ah sudahlah. Makin sebal kalo ingat peristiwa itu. Yang jelas dia fotografer amatiran yang sothoy. O iya, di rumah Mamah Hawun aku gak lama-lama. Setelah melahap salad kentang dan minum teh botol kotak, aku meluncur ke gereja. Ada rapat semuger. Aku gak mau telat karena aku yang mengundang. Rapat kali ini mau biacarain acara tgl 10 nanti. Senang juga ngeliat teman-teman cukup bersemangat ngurusin event ini. Sayangnya ada beberapa orang yang kesannya tidak peduli padahal sangat diperlukan. Susah juga kalo kerja di gereja, sepenuhnya mengandalkan komitmen. Padahal gak semua orang punya komitmen yang sama. Malamnya aku ngetik beberapa hal yang perlu diketik. Bikin event di facebook, mengundang utk datang tanggal 10. Ada yang langsung confirm 2 orang. Lumayanlah....

Popular Posts

Isi blog ini